Komisi II DPR RI Sebut Sertifikat Tanah Elektronik Jangan Menambah Beban Masyarakat

Legislator

Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus. IST

JAKARTA, hantaran.co — Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, mengingatkan agar terobosan kebijakan kementrian BPN /ATR dengan sertifikat tanah elektronik  jangan menambah beban masyarakat dan tidak serta merta diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Yang terpenting kebijakan sertifikat elektronik harus transformatif, sehingga  berdampak baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meminimalisir kasus pertanahan serta jangan menimbukan misinformasi di masyarakat.

Teknis penyelenggaraan kebijakan e- Sertifikat ini harus informatif dan komunikatif. Dilaksanakan secara  bertahap mulai dari kota besar, lembaga dan instansi pemerintah lalu badan hukum baru setelah itu masyarakat luas. “Penerapannya juga perlu kehati-hatian dan keseriusan karena  menyangkut keamanan data dan membutuhkan dana yang besar. Prinsip akuntabilitas harus di jaga untuk menghindari kebijakan ini dijadikan lahan korupsi baru,” ujar Guspardi saat dihubungi di Jakarta, Senin (8/2/2021)

Saat ini yang berkembang informasi yang simpang siur ditengah masyarakat. Diberitakan bahwa sertifikat fisik milik masyarakat akan ditarik dan digantikan sertifikat ekektronik (e- sertifikat). Hal ini membuat bingung masyarakat. Bagaimana prosesedur dan mekanisme pergantiannya. Apakah akan dilakukan secara gratis atau berbayar. Banyak pertanyaan dan distorsi informasi yang berkembang di masyarakat terhadap kebijakan ini.

“Terutama masyarakat di daerah pedesaan, karena akses jaringan informasi dan pemahaman masyarakat terkait teknologi belum memadai. karena memang masyarakat belum mendapatkan penjelasan yang cukup dan memadai terkait kebijakan ini,” tutur Legislator dapil Sumbar 2 ini.

Politisi PAN itu juga menekankan sosialisasi Permen ATR/BPN No 1 Tahun 2021 seharusnya sudah dilakukan dalam tahap perumusan, sehingga ketika kebijakan ditetapkan tidak menimbulkan kebingungan dan reaksi negatif dari masyarakat. Sehingga bisa menutup celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan masa “transisi” pertukaran sertifikat fisik menjadi sertifikat elektronik.

Selanjutnya Permen ini juga harus dapat  menghilangkan praktik “mafia tanah” yang masih berkeliaran. Persoalan ini harus juga menjadi “concern” pemerintah untuk membasmi dan menyelesaikannya.

Oleh karena itu pemerintah harus serius dan sungguh menjalankan program ini. Perlu sosilasi massif dan edukatif untuk menjelaskan kepada publik seperti apa bentuk dokumen dan mekanisme sertifikat tanah elektronik ini.

Disamping itu program digitalisasi ini jangan mengulangi kesalahan yang terjadi pada proses pelaksanan KTP Elektronik (e- KTP) yang banyak menimbulkan masalah. Pemerintah wajib bertanggung jawab penuh terhadap jaminan keamanan dan kerahasiaan dokumen elektronik berupa data pemegang hak data fisik dan data yuridis bidang tanah masyarakat.

“Dukungan SDM yang handal dan berkompeten juga tak kalah penting untuk memastikan pengembangan teknologi informasi BPN sampai tingkat bawah dapat terealisasi,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.

Secara terpisah, Menteri Sofyan Djalil menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak akan menarik sertifikat tanah fisik yang masih dimiliki masyarakat. Menurut Sofyan, sebagian masyarakat yang salah paham terkait pergantian sertifikat elektronik ini. Kalau ada orang mengaku dari BPN ingin menarik sertifikat, jangan dilayani. Sertifikat yang ada tetap berlaku sampai nanti dialihkan dalam bentuk media elektronik.

Selain  sertifikat elektronik, empat layanan elektronik telah diberlakukan oleh Kementerian ATR/BPN pada tahun lalu, yakni Hak Tanggungan Elektronik, Pengecekan Sertipikat, Zona Nilai Tanah dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah. (*)

Leni/hantaran.co

Exit mobile version