Guspardi Gaus Sebut Pemerintah Setuju Tunda Penerapan Sertifikat Elektronik

Legislator

Anggota DPR RI, Guspardi Gaus. IST

JAKARTA, hantaran.co — Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, mengapresiasai Menteri ATR/BPN yang pada akhirnya dapat menerima dan menyetujui permintaan Komisi II agar sertifikat elektronik ditunda pemberlakuannya  dan melakukan evaluasi dan revisi terhadap permen Nomor 1 tahun 2021.

Selain itu juga diharapkan Kementrian ATR/BPN untuk dapat  menyempurnakan norma hukum dalam beleid ini guna menghindari terjadinya salah persepsi terhadap peraturan mentri mengenai sertifikat elektronik ini di kemudian hari.

Menurutnya, masyarakat  resah dengan terbitnya beleid tersebut karena ada kekhawatiran dilakukannya penarikan sertifikat fisik dan diganti dengan sertifikat elektronik. 

“Sertifikat konvensional saja masih banyak  masalah. Tumpang tindih kepemilikan (ganda, red), pemalsuan sertifikat,  sengketa tanah dan sederet permasalan pertanahan lainnya masih terjadi dan  menjadi momok  di tengah masyarakat,” ujar Guspardi dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi II Rabu (23/3/2021).

Politikus PAN ini menuturkan, rumusan norma yang menjadi penyebab kekhawatiran masyarakat terlihat dalam Pasal 16 ayat (3) Permen ATR/BPN 1/2021. Pasal 16 ayat (3) menyebutkan,  kepala kantor pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor lertanahan.

“Pasal 16 ayat (4)-nyamenyebutkan, seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada pangkalan data,” katanya.

Seperti diketahui, warkah merupakan dokumen yang menjadi alat pembuktian data fisik dan yuridis pertanahan yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran tanah.

Guspardi yang biasa _dipanggil Pak GG _ini pun mengingatkan Menteri ATR/BPN agar penerapan sertifikat elektronik tidak boleh dimaksudkan menggantikan fisik sertifikat. Seharusnya penerapan sertifikat elektronik dijadikan sebagai bagian guna mem-back up dan  memperkuat sertifikat fisik yang berlaku selama ini.

“Tanpa sertifikat elektronik saja masyarakat sudah resah. Pak menteri malah menerbitkan Permen. Jadi lebih baik ditunda saja dan dilakukan evaluasi dan perevisian terhadap berbagai hal mengenai  Sertipikat Elektronik ini,” tutup anggota Baleg DPR RI tersebut.

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil, mengakui rumusan Pasal 16 ayat (3) meresahkan masyarakat. Namun, dia menilai ada kesalahpahaman yang terjadi dimasyarakat terhadap rumusan pasal tersebut.

Dia mengatakan, Pasal 16 ayat (3) harus dibaca secara keseluruhan menjadi satu kesatuan dengan Pasal 16 ayat 4-nya. Menurutnya, dokumen sertifikat yang telah dialihmediakan kemudian distempel untuk dikembalikan ke pemiliknya. Dengan begitu, pemilik sertifikat tanah dapat membandingkan antara yang sudah berbentuk elektronik dengan sertifikat yang lama.

Dia menegaskan beleid yang terbit 12 Januari 2021 ini telah berlaku dan hanya akan diujicobakan di Jakarta dan Surabaya. Itupun hanya pada data pertanahan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pemerintah pusat dan daerah. Sofyan sadar betul mengalihmediakan menjadi sertifikat elektronik membutuhkan waktu yang panjang. (*)

Leni/hantaran.co

Exit mobile version