Di Limapuluh Kota, Ada 452 Perkara Istri yang Menggugat Cerai

istri menggugat cerai limapuluh kota

Ilustrasi pertengkaran rumah tangga

LIMAPULUH KOTA, hantaran.co- Tingkat perceraian Di Kabupaten Limapuluh Kota yang diputus oleh Pengadilan Agama Tanjung Pati terbilang tinggi. Sejak bulan Januari sampai September tahun 2021 terdapat 587 perkara perceraian sudah terdaftar di Pengadilan Agama Tanjung Pati. Mayoritas istri yang menggugat cerai.

Berdasarkan data di Pengadilan Agama Payakumbuh, sejak awal Januari hingga akhir September 2021 total kasus perceraian mencapai angka 587 kasus. Dengan rincian 135 kasus Talak, dan 452 gugatan cerai, atau istri yang menggugat cerai suaminya.

Alasan gugatan cerai ini kebanyakan karena adanya masalah ekonomi dan perselisihan yang tidak bisa diselesaikan melalui mediasi. Selain kasus perceraian, di pengadilan agama Tanjung Pati terdapat 7 kasus Nisbat atau pengesehan perkawinan.

Menurut Fauziah Rahmah, selaku Humas sekaligus Hakim di Pengadilan Agama Tanjung Pati banyak faktor yang menyebabkan seorang istri menggugat cerai suaminya, masalah yang paling sering karena adanya pertengkaran yang terjadi secara terus-menerus dan juga faktor ekonomi.

“Dalam pasal 116 KHI dijelaskan banyak faktor terjadinya perceraian salh satunya salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun, salah satu pihak melakukan kekerasan, pertengkaran termasuk pemasalahan nafkah. Atau masalah ekonomi. Tapi yang paling dominan terjadi itu adalah permasalahan ekonomi dan juga pertengkaran yang tidak terselesaikan,”tutur Fauziah kepada Haluan (jaringan Hantaran.co), Kamis (14/10).

Dalam pasal 116 KHI dijelaskan bahwa perceraian terjadi apabila pertama salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk,perjudian, dan lain sebagainya. Kedua apabila salah stu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun tanpa alasan yang sah.

Ketiga, apabila salah satu pihak mendapat hukum pidana selama 5 tahun. Dan keempat adanya pihak yang melakukan kekejaman atau penganiayaan, serta adanya perselisihan antara suami dan istri secara terus menerus.

Fauziah juga menjelaskan kasus perceraian terjadi tidak hanya kepada orang tua saja, tetapi lebih banyak terjadi karena adanya pernikahan diusia dini. Dan yang menggugat perceraian pada umumnya masih di usia produktif, mulai usia 22 sampai 40 Tahun. Dan pada umunya tingkat pendidikan yang rendah juga menjadi salah faktor perceraian yang ditangani di Pengadilan agama Tanjung Pati.

“Kalau dilihat dari usia saat melakukan pernikahan, itu rentang usianya sekitar 16 tahun sampai 20 Tahun. Setelah tiga atau empat tahun menikah terjadi pergolakan dalam rumah tangga, hingga akhirnya adanya perselisihan yang tidak terselesaikan. Lalu menggugat cerai. Yang menggugat cerai biasanya di usia produktif, kalau dilihat dari pendidikannya ada yang masih SLTP dan ada yang SLTA,”kata Fauziah.

Selain usia yang masih muda, di Pengadilan Agama Tanjung Pati juga terdapat kasus perceraian di usia yang tidak lagi muda. Sekitar 35 persen perceraian terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Yunita Zelmi, salah satu penggugat cerai yang berusia 47 Tahun.

Ia menggugat cerai suaminya karena adanya masalah anak, yang tidak mampu diselesaikan sejak tahun 2019 lalu.

“Sejak tahun 2019 ada masalah anak, masalah itu tidak bisa diselesaikan lagi, akhirnya saya menggugat cerai. Usia pernikahan yang sudah tidak lagi muda harus diselesaikan di pengadilan. Masalahnya sudah selesai, tapi masih ada sidang kembali karena saksi saya hanya ada satu saat ini, saksi yang dianjurkan itu ada dua,”kata Zelmi.

(Deswita/Hantaran.co)

Exit mobile version