Dewan Pers: KUHP Baru Ancam Kemerdekaan Pers, Berbahaya Bagi Demokrasi

JAKARTA, hantaran.co – Dewan Pers menyayangkan KUHP baru yang disahkan ke Undang-Undang tanpa melibatkan partisipasi masyarakat, salah satunya pers.

Menurut Dewan Pers, KUHP baru bisa berbahaya bagi kemerdekaan pers, demokrasi, hingga kebebasan beragama dan berkeyakinan.

“Kami menilai ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam RUU KUHP yang baru disetujui oleh Pemerintah dan DPR untuk disahkan menjadi UU KUHP itu tidak hanya mengancam dan mencederai kemerdekaan pers, namun juga berbahaya bagi demokrasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta pemberantasan korupsi,” ujar Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli, dalam keterangannya di Jakarta, Jum’at (9/12/2022).

Arif menyebut, ketentuan-ketentuan pidana pers dalam KUHP baru mencederai regulasi yang sudah diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Padahal katanya, unsur penting berdemokrasi adalah dengan adanya kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berpendapat, serta kemerdekaan pers.

“Dalam kehidupan yang demokratis, kemerdekaan menyampaikan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia hakiki,” katanya.

Dewan Pers mencatat pasal-pasal UU KUHP yang berpotensi mengkriminalisasi wartawan dan mengancam kemerdekaan pers adalah sebagai berikut:

1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah.

4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.

9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.

10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.

11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.

Sorotan PBB 

Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti KUHP terbaru yang telah disahkan DPR. Menurut PBB, KUHP baru itu mengandung aturan yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).

“Perserikatan Bangsa-Bangsa di Indonesia (PBB), seraya menyambut baik modernisasi dan pemutakhiran kerangka hukum Indonesia, mencatat dengan keprihatinan adopsi ketentuan tertentu dalam KUHP yang direvisi yang tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia, termasuk hak atas kesetaraan,” kata lembaga tersebut dalam siaran pers yang dilansir di situs resmi PBB Indonesia, Kamis (8/12/2022).

PBB menyoroti sejumlah hal dalam pernyataan tanggapan atas pengesahan KUHP tersebut. Menurut PBB ada masalah kesetaraan dan privasi yang menjadi catatan keprihatinan, juga soal kebebasan beragama, jurnalisme, dan minoritas seksual/gender.

“PBB khawatir beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia,” ucap PBB.

KUHP versi baru ini dinilai berisiko mendiskriminasi perempuan, anak, dan minoritas seksual, juga berisiko meningkatkan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Hasil kerja wartawan juga bisa berbuntut kriminalisasi ke pembuatnya bila KUHP ini diterapkan.

“Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers,” ujar PBB.

hantaran/rel

Exit mobile version