BETTY SHADIQ TAK MUDAH MELENGGANG, Benny Utama Jadi Alasan Lawan Tak Benyali

Pilkada

Pilkada Serentak 2020. Ilustrasi

PADANG, hantaran.co — Pengamat menilai fenomena “paslon lawan kotak kosong” yang akan tersaji di Pilkada Kabupaten Pasaman disebabkan tingginya elektabilitas Benny Utama, yang membuat kandidat dan parpol tak bernyali hadir sebagai penantang. Sementara itu, kans Betty Shadiq Pasadigoe menjadi bupati perempuan pertama di Sumbar, bukan perkara mudah untuk terwujud.

Peneliti Spektrum Politika Institute Asrinaldi menekankan, bahwa syarat demokrasi prosedural yang baik adalah adanya kontestasi terbuka dalam memperebutkan jabatan publik. Fenomena lawan kotak kosong sendiri tamapk bukan cerminan dari kontestasi terbuka, melainkan dominasi, bahkan politik oligarki yang tengah terjadi di Pilbup Pasaman.

“Penyebab paslon Benny-Sabar melawan kotak kosong di Pilbup Pasaman nanti adalah partai politik (parpol) merasa tidak ada lawan tanding yang sepadan untuk menghadapi pasangan itu. Terlebih, dari dua kali pelaksanaan Pilkada sebelumnya, pertarungan praktis terjadi antara Yusuf Lubis dan Benny Utama,” kata Asrinaldi kepada Haluan, Senin (14/9/2020).

Fakta itu, kata Asrinaldi, membuat parpol tidak berani mengambil risiko untuk berhadap-hadapan dengan Benny Utama, sehingga hampir seluruh partai memilih untuk ikut mendukung paslon Benny Utama-Sabar AS.

“Jalannya Pilkada di Pasaman bisa saja jadi sentimen beberapa pihak, terhadap dominasi Benny Utama yang akan jadi upaya kampanye mendukung kotak kosong. Namun, selama Benny Utama dinilai memiliki rekam jejak yang baik, maka narasi untuk memenangkan kotak kosong tidak akan terwujud,” kata pengajar Ilmu Politik di Pascasarjana Universitas Andalas (Unand) itu lagi.

Sementara itu, Direktur SBLF Riset Edo Andrefson juga mengemukakan, bahwa fenomena lawan kotak kosong di Pilkada Kabupaten Pasaman murni disebabkan tingginya elektabilitas Benny Utama. Menurut Edo, jauh sebelum tahapan Pilkada dimulai, Benny Utama secara elektabilitas telah menggapai angka di atas 60 persen.

“Sehingga calon penantang Benny Utama seperti Atos Pratama, Rahmat Saleh Nasution, dan Sabar AS, serta partai politik berusaha untuk dapat mendampingi Benny Utama dalam kontestasi Pilbup Kabupaten Pasaman. Sabar AS yang semula diprediksi jadi penantang serius, juga mencermati elektabilitas Benny Utama, sehingga Demokrat sebagai partai pengusungnya juga ikut mendukung Benny,” kata Edo.

Secara geografis, kata Edo lagi, Kabupaten Pasaman terbagi menjadi dua bagian. Sabar AS merupakan representasi dari wilayah utara, sedangkan Benny merupakan representasi dari wilayah selatan.

“Utara itu didominasi warga etnis Mandailing, sementara Selatan itu Panti hingga Bonjol yang didominasi warga etnis Minang. Saat dua kekuatan itu bergabung, maka bakal calon dan partai politik tidak yakin dapat mengalahkan. Artinya, Pikada telah usai,” tutur Edo.

Jalannya Pilkada di Kabupaten Pasaman, diprediksi Edo mengarah semakin kuatnya pilihan masyarakat kepada Benny Utama-Sabar AS. Lain soal, jika Benny Utama tidak berpasangan dengan Sabar AS, maka potensi kotak kosong akan menang di Pilkada Pasaman mungkin saja terjadi.

Kans Calon Perempuan

Sementara itu di Pilkada Kabupaten Tanah Datar, calon bupati Betty Shadiq Pasadigoe menjadi satu-satunya perempuan yang ikut serta, bahkan dari 14 Pilkada Serentak di Sumbar tahun ini. Edo Andrefson menilai, Tanah Datar akan menjadi daerah yang paling kompetitif karena ada empat paslon dengan kekuatan persis sama yang akan berlaga.

“Namun karena Betty Shadiq Pasadigoe mengharapkan suara dari pendukung suaminya, tentu daya keterpiluhannya bisa diperdebatkan. Sebab, kini nama Shadiq Pasadigoe tidak sepopuler dulu di tengah masyarakat Tanah Datar,” kata Edo lagi.

Menurut Edo, minimnya keterwakilan perempuan di kontestasi Pilkada di Sumbar disebabkan oleh paradigma kebudayaan yang menganggap perempuan sebagai limpapeh rumah gadang. “Karakteristik itu membuat perempuan tidak punya ketertarikan untuk terjun ke politik praktis. Selain itu, juga tidak ada panutan bagi perempuan Minangkabau untuk berkiprah sebagai kepala daerah,” sebut Edo lagi.

Hal yang berbeda terjadi di pentas pemilihan legislatif, di mana menurut Edo perempuan mulai terwakili dan tertarik setelah tiga perempuan Sumbar duduk sebagai legislator di DPR RI. “Untuk eksekutif, karena belum ada perempuan yang bisa jadi contoh, sehingga perempuan lain belum pede untuk maju,” kata Edo menutup.

Di sisi lain, secara sosio kultur Asrinaldi menilai, di tengah minimnya perempuan yang terlibat sebagai kontestan pada Pilkada di Sumbar, belakangan sudah banyak muncul komunitas perempuan yang menyuarakan kesetaraan gender dan anti-glass celling di Sumbar.

“Nah, dengan adanya kelompok seperti itu, sekarang tergantung kepada calon yang bersangkutan untuk meyakinkan pemilih, agar dapat memilihnya di Pilkada nanti,” ucap Asrinaldi.

Ke depan, sambungnya, dengan pendidikan politik yang sepatutnya dilakukan oleh partai politik, maka masih terbuka ruang bagi perempuan di Ranah Minang untuk dapat maju menjadi kepala daerah.

“Namun, fungsi partai politik dalam melakukan pendidikan politik itu hingga kini tidak berjalan. Selama ini, yang terjadi hanya sebatas rekruitmen politik. Itu dapat dilihat saat Pileg lalu, di mana parpol kesulitan mencari perempuan untuk dapat memenuhi syarat 30 persen keterwakilan di legislatif. Bahkan, parpol mengeluarkan uang yang cukup besar agar dapat memenuhinya,” katanya mengakhiri.

Riga/hantaran.co

Exit mobile version