5 WNI Disebut Jadi Fasilitator Keuangan ISIS, Ini Penjelasan Panglima TNI dan Wakapolri

MATARAM, hantaran.co – Warga Negara Indonesia (WNI) diduga kembali terlibat dalam jaringan terorisme internasional.

Tak tanggung-tanggung, kali ini dikabarkan terdapat lima WNI yang menjadi fasilitator keuangan Negara Islam Irak dan Suriah/ISIS.

Bahkan, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tak bisa berkomentar banyak mengenai adanya WNI yang menjadi bagian dari ISIS tersebut.

Dikutip Kompas.com, hal itu dikatakan Jenderal Andika usai membuka Latihan Integritas Taruna Wreda Nusantara (Latsitardanus) ke-42 di Lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur NTB, Sabtu (14/5/2022) kemarin.

Jenderal Andika kemudian meminta Wakapolri, Komjen Pol Gatot Eddy Pramono menjawab pertanyaan wartawan terkait hal itu.

“Itu ranah penegakan hukum atau kepolisian, saya minta Wakapolri yang menjelaskan soal itu,” ujarnya.

Wakapolri, Komjen Pol Gatot Eddy Pramono dalam keterangannya menyebut, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementrian Luar Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM terkait hal itu.

“Kepolisian bersama-sama dengan BNPT, Kementrian Luar Negeri, serta Kementrian Hukum dan HAM, kita akan berkordinasi melihat kasus ini sampai sejauh mana. Saat ini masih tahap kordinasi,” kata Gatot.

Lebih lanjut ditanya apakah peserta Latsitardanus akan mendapat pembekalan tentang terorisme, Jenderal Andika Perkasa mengatakan belum waktunya.

Dia menjelaskan, para peserta Latsitardanus belum saatnya dibebani dengan sosialisasi terkait terorisme. Menurutnya, ada pihak yang lebih menguasai bidang tersebut.

“Sebetulnya kalau mereka belum, karena yang lebih menguasai adalah yang sudah bekerja dan memang bidangnya,” ucap Jenderal Andika.

Menurutnya soal terorisme biarkan menjadi bagian para senior peserta Latsitardanus baik di TNI maupun Polri dan Praja.

“Mereka tugasnya jangan diberikan beban terlalu berat, yang penting mereka bisa membuat masyarakat di kabupaten masing masing nanti tertarik. Mungkin untuk bertanya bagaimana caranya IPDN atau Akademi Kepolisian,” tutur Jenderal Andika sembari memberi gambaran terkait apa yang bakal dilakukan para peserta Latsitardanus kedepannya.

Peserta yang mengikuti Latsitardanus ke-42 terdiri dari berbagai taruna yakni Akademi Militer (AKMIL), Akademi Angkatan Laut (AAL), Akademi Angkatan Udara (AAU), Akademi Polisi (AKPOL), Praja Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN), serta mahasiswa dari 11 Universitas di NTB.

Kegiatan tersebut akan berlangsung selam 25 hari kedepan di sejumlah wilayah di Pulau Lombok. Mereka akan terjun langsung melayani masyarakat.

Amerika Serikat Sanksi Lima WNI

Sementara itu, Amerika Serikat memberikan sanksi pada lima Warga Negara Indonesia (WNI) karena diduga menjadi fasiltator keuangan kelompok terorisme Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyebut, dua dari lima warga itu, yakni Ari Kardian dan Rudi Heriadi, merupakan mantan narapidana terorisme (napiter).

“Ari sudah bebas, kasusnya memfasilitasi pengiriman orang ke Suriah. Ia dua kali diproses hukum. Hukuman pertama dan kedua (vonisnya) 3 tahun,” ujar Dedi pada wartawan.

Sementara Rudi, kata dia, adalah simpatisan ISIS yang pernah tinggal di Suriah.

“Rudi dihukum tahun 2019, vonisnya 3 tahun 6 bulan, baru bebas,” katanya.

Sementara itu, dua WNI yang mendapatkan sanksi dari Amerika Serikat diduga kuat masih berada di Suriah.

“Dua orang perempuan Dwi Dahlia Susanti dan Dini Ramadani diyakini kuat saat ini berada di Suriah, diketahui dari dokumen perjalanannya,” tutur Dedi.

Terakhir, WNI yang menjadi fasilitator ISIS adalah Dandi Adiguna.

Berdasarkan keterangan dari keluarganya, lanjut Dedi, ia telah meninggalkan Indonesia.

“Berdasarkan keterangan ayahnya, ia sudah di luar negeri mungkin juga di Suriah,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid mengatakan, kelima WNI itu terlibat foreign terrorist fighter (FTF) ISIS.

Ia menyampaikan pencantuman kelima nama warga itu merupakan upaya pencegahan pendanaan terorisme.

Nurwakhid menyebut, pihaknya akan melakukan tindak lanjut sesuai otoritas dan wewenang pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran Tentang Ekstradisi.

“Dalam kasus FTF, BNPT sejatinya sudah memiliki satgas penanggulangan FTF yang dipimpin oleh Kepala BNPT sebagaimana keputusan Kemenko Polhukam,” ujarnya.

hantaran/rel

Exit mobile version