WHO Soroti Klaster Pembelajaran Tatap Muka di Indonesia, Ini Tanggapan Lisda Hendrajoni

DPR

Anggota DPR RI Komisi VIII Fraksi Partai NasDem Lisda Hendrajoni. IST

JAKARTA, hantaran.co — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti tentang pembelajaran tatap muka (PTM) yang mulai berjalan sekitar satu bulan di Indonesia. Berdasarkan informasi di lapangan, terdapat sejumlah klaster sekolah yang dilaporkan dimulai pada awal September.

Menanggapi hal tersebut, Lisda Hendrajoni selaku anggota Komisi VIII DPR RI, menyayangkan sikap pemerintah yang seolah-olah menjadikan anak sebagai bahan percobaan. Pihaknya menilai, pemerintah terlalu terburu-buru mengambil keputusan terutama terkait pembelajaran tatap muka (PTM).

“Keselamatan anak jangan dijadikan percobaan apapun. Jika situasinya memang belum memungkinkan, seharusnya pelaksanaan PTM ditunda dulu hingga kondisinya benar-benar stabil, atau sampai herd imunity itu betul-betul terbentuk di Indonesia,” ujar Lisda melalui sambungan telepon pada wartawan, Senin (20/9/2021).

Berdasarkan data, kata Lisda, saat ini kasus kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia masuk dalam peringkat tertinggi di dunia.

“Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah dalam memulai PTM di Indonesia. Jadi, buat anak jangan coba-coba. Kalau sudah ada korban, lalu diberhentikan lagi (PTM) buat apa? Keselamatan anak yang utama, khususnya pada daerah yang tingkat vaksinasinya masih rendah,” tutur Anggota DPR RI Dapil I Sumatera Barat yang membidangi perlindungan anak itu.

Menurut Lisda, sejumlah daerah di Indonesia masih sangat rendah angka vaksinasinya, seperti kasus yang terjadi di Sumatera Barat beberapa waktu lalu, klaster sekolah muncul di salah satu SMA, tepatnya di kota Padang Panjang.

“Vaksinasi di Sumbar masih bekisar pada angka 19%. Ini masih rendah dibawah angka nasional yakni 21%. Terbukti dengan munculnya klaster baru sebanyak 54 siswa di SMA Kota Padang Panjang terpapar. Kami menilai sebuah kebijakan yang sangat fatal jika mengorbankan keselamatan anak,” ucapnya lagi.

Ia berharap pada daerah-daerah tertentu, PTM hendaknya diawasi secara ketat. Para peserta didik yang tidak memenuhi syarat untuk mengikuti PTM harap diberi pelayanan khusus agar tidak tertinggal mata pelajaran.

“Kami minta seluruh pihak harus saling berkoodinasi dan meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19, khususnya di Sumbar. Jangan sampai angka yang sebelumnya turun, jadi naik lagi karena kebijakan PTM ini,” kata Srikandi NasDem ini.

Terkait vaksinasi, Lisda menyebutkan sangat perlu adanya penanganan khusus bagi daerah yang masih rendah angka capaiannya. Hal ini menyangkut dengan varian baru yang sudah mulai masuk ke Indonesia, dan disinyalir jauh lebih berbahaya dari varian sebelumnya.

“Ya, sangat perlu sosialisasi tentang pentingnya vaksinasi Covid-19 ini. Selain iti, pendekatan pada pemuka agama juga perlu dilakukan tujuannya agar masyarakat tidak bangga karena menolak vaksin,” tuturnya.

Terakhir kata Lisda, jika pemerintah memang belum siap melaksanakan PTM, sebaiknya jangan dipaksakan dengan alasan takut anak-anak ketinggalan pelajaran.

“Seharusnya metode pembelajarannya yang diadaptasi, termasuk peran orangtua yang paling utama. Dimanapun anak-anak belajar, perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari. Sebenarnya proses adaptasi dalam mengatasi perubahan tersebut menjadi pembelajaran buat mereka,” ucapnya. (*)

Okis/hantaran.co

Exit mobile version