Fokus

Warga Sumbar Merayakan Idulfitri Sembari Menghentikan Pandemi

7
×

Warga Sumbar Merayakan Idulfitri Sembari Menghentikan Pandemi

Sebarkan artikel ini
Masjid
Masjid Raya Sumbar. TIO

PADANG, hantaran.co — Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait pembatasan dalam perayaan Idulfitri 1442 Hijriah tahun ini, yang diharapkan tak lantas mengurangi esensi dari makna kembali ke fitrah setelah sebulan lamanya berpuasa Ramadan. Justru, momentum Idulfitri diharapkan menjadi landasan untuk saling bersinergi menghentikan pandemi.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar Buya Gusrizal Gazahar mengimbau, agar masyarakat Sumbar tetap menyambut Lebaran dengan hati riang dan gembira. Sembari tetap berusaha meningkatkan imun dan iman di tengah wabah Covid-19 yang masih melanda.

“Esensi Lebaran adalah kembali ke fitrah. Umat diimbau untuk bergembira seraya meningkatkan imun dan iman. Namun ingat, tetaplah berhari raya dengan sederhana. Setelah sebulan berpuasa, sepatutnya Hari Raya Idulfitri adalah hari kemenangan bagi kita,” ucap Buya Gusrizal kepada Haluan, Senin (10/5).

Selain itu, di tengah pandemi yang masih melanda, Buya Gusrizal menyadari bahwa dampak negatifnya amat terasa bagi perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, momentum Idulfitri juga mesti dirayakan dalam bentuk meningkatkan persaudaraan dan kepedulian antar sesama.

Buya Gusrizal berharap, agar lembaga-lembaga zakat dapat lebih jeli melihat kondisi umat saat ini. Sehingga dengan demikian, diharapkan tidak seorang pun Umat Islam yang merasa kekurangan dan merasa bersedih di hari raya. Namun di samping itu, Buya Gusrizal tetap menyoroti kebijakan pemerintah terkait pelarangan Salat Id di masjid dan lapangan di daerah zona oranye dan merah

“MUI Sumbar melihat belum ada alasan kuat meniadakan Salat Id berdasarkan zonasi. Selama wabah terkendali, sebaiknya peluang itu dibuka saja, ssal tetap dengan protokol kesehatan yang ketat. Banyak masjid dan musala yang bisa diberdayakan sehingga umat menyebar. Jangan di lapangan yang bisa menimbulkan kerumunan,” katanya lagi.

Terkait perayaan Idulfitri, Pakar Ilmu Fikih UIN Imam Bonjol Zulkarnaini menyebutkan, dalam ilmu fikih ketentuan pembatasan berhari raya bisa disebut sebagai syaddul dzari’ah atau upaya menjaga diri dari potensi-potensi mudarat atau bahaya. Bahkan, hukum yang awalnya wajib, bisa menjadi haram jika berpotensi mengundang kemudaratan.

“Salat di rumah pun tidak akan mengurangi esensi dari hari raya itu sendiri, tetap bisa mengagungkan dan bersyukur atas kesehatan yang diberikan Allah. Hari raya adalah hari kemenangan, setelah satu bulan menahan hawa nafsu dan dirayakan dengan salat dan khutbah serta saling bersilaturrahmi,” katanya.

Di samping memperbaiki hubungan vertikal dengan Sang Pencipta, Zulkarnaini menekankan bahwa Idulfitri juga momentum untuk memperbaiki hubungan horizontal antar sesama. Sebab, Idulfitri adalah kembali ke fitrah, karena manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan diharapkan pada hari raya juga kembali ke keadaan semula.

“Dengan berpuasa dan menjalankan kewajiban dari Allah serta pola-pola kehidupan yang diajarkan Rasulullah selama Ramadan, diyakini akan mengembalikan kita dalam keadaan suci. Bukan hanya bersih dari dosa, tapi juga bersih dari sifat-sifat yang tercela,” ujarnya lagi.

Sebelumnya, Sabtu (8/5) lalu, Pemprov Sumbar melalui edaran Gubernur menegaskan untuk tidak mengizinkan pelaksanaan Salat Idulfitri di masjid atau lapangan di kabupaten/kota yang berstatus zona oranye dan merah dalam penularan Covid-19.

“Salat Idulfitri dilaksanakan di rumah masing-masing pada daerah yang penyebaran Covid-19 tergolong tinggi yaitu di zona merah dan zona oranye, berdasarkan penetapan zonasi daerah oleh Satgas Covid-19 Sumbar,” kata Gubernur Sumbar Mahyeldi dalam edaran yang diterima Haluan, , Sabtu (8/6).

Ada pun untuk daerah yang masuk dalam zona kuning dan hijau, dibolehkan melaksanakan Salat Idulfitri di masjid atau di lapangan, dengan ketentuan wajib menerapkan protokol kesehatan (prokes) dengan ketat, mulai dari pembatasan jumlah jemaah, menerapkan jaga jarak, hingga wajib memakai masker.

Selain mengatur pelarangan Salah Id di masjid dan lapangan, Pemprov Sumbar juga memutuskan untuk menutup seluruh objek wisata di daerah zona merah dan oranye penularan Covid-19 selama libur Lebaran. Di samping itu, Kepolisian Daerah (Polda) juga akan melakukan pengawasan dan penutupan pada destenasi-destinasi wisata tersebut.

Bersinergi Hentikan Pandemi

Terkait penanganan Covid-19 di Sumbar sendiri, Yayasan Senarai mencatat peningkatan kasus positif Covid-19 baik di skala nasional maupun di Sumbar secara khusus cenderung terjadi pada momen hari besar atau berkumpulnya orang secara fisik. Momen tersebut seperti lebaran 2020, Natal 2020 dan libur tahun baru 2021.

Ketua Pengurus Yayasan Senarai Dr. Andani Eka Putra mengatakan, di Sumbar tren peningkatan kasus positif jelang Lebaran sangat mengkhawatirkan. Kenaikannya sangat drastis dan signifikan. Rata-rata kasus positif di Sumbar bulan April mengalami kenaikan dua kali dari bulan Maret (6.73 persen).

“Rata-rata positif Covid-19 bulan April ini 12.42 persen. Pada bulan April ini pula terjadi lonjakan kasus positif tertinggi hingga mencapai rata-rata positif 17.6 persen. Lonjakan kasus positif yang sangat tajam terjadi pada tanggal 17 April 2021 dengan total jumlah kasus positif 3.028. jumlah ini melonjak dua kali lipat dari hari sebelumnya dengan jumlah kasus positif 1.455,” kata Andani, Senin (10/5).

Sementara itu per tanggal 8 Mei 2021, kata Andani, kasus positif berjumlah 2.555 kasus, atau setara dengan 6.58 persen. Data yang dikeluarkan oleh Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Unand, menunjukkan bahwa kasus positif Covid-19 mengalami tren kenaikan selama April 2021. Peningkatan kasus positif secara tajam terjadi sejak tanggal 14 April 2021 hingga hari ini.

“Secara statistik, hal ini terjadi karena pada momen tersebut orang-orang berkumpul dan berinteraksi secara fisik. Dalam pertemuan tersebut penularan terjadi dari individu suspect kepada orang lain,” kata Staf Ahli Menkes RI itu lagi.

Andani juga mengungkapkan, peningkatan kasus positif Covid-19 terjadi hampir di seluruh kabupaten dan kota di Sumbar. Bukittinggi menjadi daerah dengan peningkatan kasus paling tinggi, yaitu 22.85 persen, disusul Kota Solok (20 persen), Kota Payakumbuh (14.41 persen), Kota Sawahlunto (12.79 persen) dan Kota Pariaman (11.47 persen).

“Sementara kabupaten dengan rata-rata positif di atas 10 persen, seperti Sijunjung (17.90 persen), Dharmasraya (15.76 persen), dan Agam (11.56 persen). Sementara itu Kota Padang Panjang, meskipun rata-rata kasus positif di bawah 10 persen, lonjakan kasus sangat tajam pada minggu keempat April,” katanya.

Tidak hanya Padang Panjang, kata Andani, Kota Pariaman juga mengalami peningkatan kasus hingga dua kali lipat, dari 10.96 persen pada minggu ketiga, menjadi 21.68 persen pada minggu keempat. Lonjakan kasus juga terjadi di beberapa Kabupaten seperti Pasaman Barat dan Pesisir Selatan.

“Lonjakan kasus ditengarai karena meningkatnya arus mobilitas orang dari berbagai daerah yang masuk ke Sumbar dan mereka tidak taat dengan protokol kesehatan. Selain itu, ada keengganan masyarakat untuk diuji swab, yang menyebabkan rendahnya tingkat pengujian dan penelusuran dalam pengendalian Covid-19,” ujarnya lagi.

Mencermati kondisi Covid-19 dan perilaku masyarakat yang kian abai dengan prokes, Andani khawatir Sumbar akan mengalami tsunami Covid-19 seperti yang dialami oleh India. Selain tren kasus positif yang terus mengalami peningkatan tajam, varian baru Covid-19 juga telah ditemukan di Indonesia.

“Oleh karena itu, Yayasan Senarai merekomendasikan beberapa hal untuk pengendalian Covid-19 di Sumbar, terutama menjelang, selama, dan setelah Idulfitri 2021. Di antaranya, mendorong pendirian rumah isolasi nagari yang memenuhi kriteria, di mana pemerintah nagari bersama warga harus menyediakan bantuan untuk pemenuhan pangan dan kesehatan warga yang positif,” katanya.

Kemudian, Yayasan Senarai mendorong pelibatan alim ulama dan tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang pandemi Covid-19 kepada masyarakat. Kemudian, mendorong pemerintah memperketat pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di lapangan dengan tetap melibatkan TNI, Polri dan Satpol PP.

“Selain itu pemerintah perlu menindak tegas rumah makan, restoran, cafe, dan sejenisnya yang tidak patuh dengan prokes. Mendorong pemerintah untuk memperkuat peran satgas nagari/kelurahan dalam memastikan berjalannya prokes, membangun peraturan nagari tentang Covid-19, dan menyediakan lokasi isolasi bagi pendatang luar daerah,” katanya. (*)

Yesi/Riga/hantaran.co