Pesisir Selatan – Sebanyak 16 orang Niniak Mamak bersama masyarakat Jorong Singkulan, Kenagarian Koto Nan Tigo Selatan, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, resmi melaporkan seorang warga berinisial IL (46) ke Polres Pessel. IL diduga telah melakukan pembabatan dan pembakaran hutan ulayat tanpa izin dari lembaga adat.
Menurut Peri (63), tokoh masyarakat setempat, kawasan hutan yang digarap IL merupakan hutan larangan yang telah ditetapkan sejak 26 Mei 2008. Penetapan itu disepakati oleh empat Tuo Suku Kampung Kayu Gadang dan disahkan oleh Kenagarian Surantih.
“Tindakan ini mencederai nilai-nilai adat dan merusak keseimbangan lingkungan yang selama ini kami jaga,” ujar Peri pada wartawan, Rabu (23/4/2025).
Ia menjelaskan, kegiatan pembukaan lahan dilakukan tanpa persetujuan Niniak Mamak, padahal kawasan tersebut merupakan hutan ulayat yang tidak boleh diganggu tanpa musyawarah adat. Warga menilai tindakan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap kesepakatan adat yang telah berlangsung puluhan tahun.
Tak hanya menebang, IL bersama beberapa orang lainnya juga diduga membakar sebagian hutan di kawasan Tepi Danau Hulu, wilayah yang menjadi sumber air utama bagi persawahan masyarakat. Akibatnya, aliran air terganggu dan sejumlah sawah terancam kekeringan.
Perbuatan tersebut dinilai tidak hanya melanggar norma adat, tetapi juga hukum negara. Masyarakat merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a dan h, yang melarang pembukaan lahan dengan cara membakar.
Sesuai Pasal 108 dalam UU tersebut, pelaku pembakaran lahan dapat dipidana penjara minimal tiga tahun dan maksimal sepuluh tahun, serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.
“Kerusakan yang terjadi sangat nyata. Daerah itu merupakan daerah tangkapan air. Kini, banyak sawah warga mengering karena aliran air terganggu,” kata warga lainnya, Eman (60) yang turut menandatangani laporan tersebut.
Menurutnya, laporan masyarakat yang disertai tanda tangan para Niniak Mamak dan tokoh adat telah diserahkan ke Polres Pesisir Selatan. Mereka mendesak penegakan hukum yang adil dan transparan agar memberi efek jera bagi pelanggar aturan adat dan lingkungan.
Sebelumnya, kata dia, kasus ini telah dimediasi di Kantor Wali Nagari Koto Nan Tigo Utara Surantih. Dalam mediasi tersebut, pihak yang dilaporkan mengakui perbuatannya. Namun, aktivitas pembukaan lahan tetap saja berlangsung dan akhirnya memicu keresahan warga.
Dalam berita acara tertanggal 17 Februari 2025, masyarakat menyepakati larangan berladang dalam radius 500 meter dari pusat hulu air Imbo Danau. Warga menuntut agar aturan ini diterapkan secara adil tanpa tebang pilih.
Dengan laporan ini, masyarakat berharap penegakan hukum dapat melindungi kearifan lokal dan kelestarian alam yang telah diwariskan secara turun-temurun di daerah setempat.