PADANG, hantaran.co — Dari total 4.000 lebih kuota Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) periode 2021 yang diajukan Pemprov Sumbar, hanya 3.036 formasi yang diverifikasi oleh Kemenpan-RB. Sementara itu, formasi untuk seleksi satu juta guru honorer yang akan diangkat menjadi PPPK, akan diumumkan awal Maret tahun ini.
Kepala Bidang Formasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumbar, Syafnirwan, mengatakan, 3.036 formasi yang telah diverifikasi pusat tersebut adalah total akumulasi kuota formasi yang diajukan Pemprov Sumbar dalam dua tahun terakhir. Hal ini terjadi lantaran terjadi perubahan skema rekrutmen pegawai pada tahun anggaran 2020 dan 2021.
“Awalnya, kami mengajukan kuota kebutuhan untuk formasi CPNS pada 2020. Tapi kemudian, Kemenpan-RB mengganti skemanya menjadi rekrutmen PPPK. Akhirnya, kuota CPNS tadi ditambahkan ke kuota PPPK untuk 2021,” ujarnya kepada Haluan di kantornya, Rabu (20/1/2021).
Ia menyebutkan, 3.036 formasi yang telah diverifikasi tersebut terdiri dari formasi guru yang berada di bawah kewenangan Pemprov Sumbar. Dalam hal ini, guru di tingkat sekolah menengah, mulai dari SMA, SMK, dan SLB. Jumlah tersebut juga tidak termasuk guru madrasah yang kewenangannya berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
“Nah, kalau untuk kebutuhan daerah, itu disusun dan direncanakan oleh BKD masing-masing kabupaten/kota. Jadi, provinsi menyusun usulannya sendiri, daerah pun juga menyusun punyanya sendiri. Yang kemudian baru disampaikan ke Kemenpan-RB,” ucapnya.
Sementara itu, untuk 187 orang PPPK 2019 yang telah lulus seleksi, Syafnirwan menyatakan bahwa saat ini proses pengangkatannya masih berlangsung. Saat ini, proses tersebut masih berada pada tahap verifikasi SK Pengangkatan Calon PPPK oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Kantor Regional XII Pekanbaru.
“Hasil verifikasi itu merupakan syarat diterbitkannya Nomor Induk PPPK (NIPPPK). Setelah hasil itu kami terima, barulah dibuat kontrak atau perjanjian kerja antara Pemprov Sumbar dengan PPPK,” katanya.
Selanjutnya, barulah diterbitkan SK Pengangkatan PPPK. Hal ini berbeda dengan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang harus menjalani masa percobaan selama satu tahun, sebelum menerima SK Pengangkatan ASN. “Kalau untuk PPPK, begitu sudah teken kontrak kerja, mereka sudah resmi menjadi PPPK. Statusnya sudah bukan calon lagi,” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, kontrak kerja tersebut berlaku selama lima tahun, dan akan dievaluasi setiap setahun sekali. Jika dalam evaluasi tahunan tersebut didapati kinerja PPPK bersangkutan tidak memuaskan, maka pemerintah daerah, dalam hal ini Pemprov Sumbar, dapat memilih untuk tidak memperpanjang kontrak PPPK bersangkutan. Pemerintah daerah bahkan dapat langsung memutus kontrak PPPK, sekalipun masa kerjanya belum mencapai lima tahun.
“Bisa saja. Kan evaluasinya tiap tahun. Kalau memang setelah dinilai ternyata kinerjanya buruk, bisa saja langsung diputus kontraknya. Dan pemerintah daerah punya hak untuk itu,” katanya.
Syafnirwan mengungkapkan bahwa hingga saat ini banyak terjadi salah persepsi, terutama sekali terkait status PPPK. Masih banyak, ucapnya, yang menganggap bahwa PPPK adalah tenaga honor atau tenaga kontrak biasa.
Padahal, status PPPK sama dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni pegawai negeri. PPPK adalah satu dari dua jenis pegawai pemerintah yang diakui oleh negara, sebagaimana yang disebutkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sayangnya, sampai saat ini masih banyak yang salah kaprah dengan status PPPK. Padahal, sebenarnya, mekanisme proses rekrutmen PPPK, mulai dari perencanaan, seleksi, hingga pengangkatan, bisa dikatakan hampir sama dengan CPNS,” katanya.
Akan tetapi, selain kontrak kerja, ada beberapa perbedaan mendasar antara ASN dan PPPK. Salah satunya, terkait usia. Untuk CPNS, usia dibatasi maksimal 35 tahun saat proses rekrutmen. Sedangkan untuk PPPK, batasan usianya adalah satu tahun menjelang batas usia pensiun dalam satu jabatan.
“Misalnya, kalau untuk guru, usia pensiunnya kan 60 tahun. Nah, pelamar yang berusia 58 masih bisa ikut seleksi. Di samping itu, PPPK tidak mendapatkan hak pensiun. Namun, untuk gaji dan tunjangan, tak jauh berbeda dari ASN,” katanya.
Kemudian, kesalahan persepsi yang juga banyak terjadi di tengah masyarakat adalah bahwa PPPK direkrut dari tenaga honorer. Menurut Syafnirwan, pelamar PPPK tidak harus seorang tenaga honorer. Siapapun, ucapnya, asal memenuhi kriteria boleh melamar sebagai PPPK.
Beda halnya dengan rekrutmen PPPK 2019, yang memang dikhususkan untuk tenaga honorer yang terdaftar dalam database. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan khusus dari pemerintah pusat. “Jadi, jangan salah persepsi. Rekrutmen PPPK yang dibuka tahun ini bukan hanya untuk tenaga honorer saja. Siapapun bisa ikut,” katanya.
Sementara itu, Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kemenpan-RB, Katmoko Ari Sambodo dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Senin (18/1/2021) memastikan formasi untuk seleksi 1 juta PPPK akan ditetapkan Maret 2021.
Jumlah formasi guru PPPK yang diajukan pemerintah daerah baru mencapai 489.664 atau kurang dari setengah target. Katmoko mengatakan masih ada lima pemerintah daerah yang belum mengajukan formasi, yakni Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat.
Sementara kesempatan mengajukan formasi sudah ditutup sejak 31 Desember 2020. Namun, Katmoko mengatakan masih ada sejumlah pemda yang bakal memperbaiki berkas dan dokumen pengajuan formasi. Provinsi yang belum mengajukan juga masih diberi kesempatan.
“Terdapat 58 pemda yang berkomitmen untuk segera melengkapi dokumen pengusulan dengan jumlah total usulan 64.262,” katanya.
Formasi tersebut diajukan oleh satu provinsi dan 57 kabupaten/kota dan masih perlu diperbaiki karena belum lengkap. Saat ini, katanya, Kemenpan-RB bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Kepegawaian Negara, dan pihak terkait sedang melakukan finalisasi perancangan sistem penerimaan dan soal ujian kompetensi seleksi PPPK.
Lebih lanjut, Katmoko menjelaskan seleksi PPPK tidak akan menggantikan skema perekrutan guru melalui seleksi CPNS ke depan seperti isu yang beredar.
Ia mengatakan pengangkatan hingga satu juga guru dengan skema PPPK merupakan upaya jangka pendek pemerintah untuk menyelesaikan perkara honorer dan mengisi kebutuhan guru.
“Pengadaan guru dengan skema CPNS tetap diperlukan untuk menjamin keberlanjutan program peningkatan kualitas pendidikan yang hanya dilakukan dalam jangka panjang,” katanya. (*)
Hamdani/hantaran.co