PADANG, HANTARAN.CO — Penerapan minus growth menjadi jawaban atas berbagai dilema pengadaan pegawai
di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) dalam beberapa tahun terakhir. Keterbatasan serta sejumlah kebijakan pembatasan anggaran memaksa Pemprov untuk menahan
pengusulan pengadaan CPNS untuk tahun depan.
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumbar, total jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif di lingkungan Pemprov Sumbar saat ini mencapai 20.247 orang, yang terdiri dari 361 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), 14.807 Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan 5.579 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dilihat dari sebaran usia, BKD memprediksi, dalam lima tahun ke depan, rata-rata ada sekitar 700-an ASN Pemprov Sumbar yang akan pensiun pertahun. Menghadapi potensi 700-an ASN pensiun per tahun ini, Kepala BKD Sumbar, Fitriati mengaku pihaknya telah menerapkan strategi minus growth. Minus growth atau pertumbuhan
negatif terjadi ketika jumlah total pegawai atau ukuran suatu entitas mengalami penurunan. Dalam konteks kepegawaian, ini berarti jumlah ASN baru yang direkrut lebih sedikit daripada jumlah ASN yang pensiun atau berhenti, sehingga menyebabkan total pegawai berkurang.
Penerapan strategi minus growth ini, menurut Fitriati, tak terlepas dari kondisi keuangan daerah yang sudah tak mampu lagi menopang jumlah pegawai jika sistem perekrutan masih menggunakan skema zero growth, yang berarti jumlah pegawai yang direkrut sama dengan jumlah pegawai yang pensiun. Dengan ini, tahun depan Pemprov Sumbar berkemungkinan besar tidak akan mengusulkan penambahan pegawai baru. “Kalau dibilang sama sekali tidak akan mengusulkan, tidak benar juga ya. Karena begini, kebijakan rekrutmen ASN
itu kan adanya di (pemerintah) pusat. Jika pusat tahun depan misalnya kembali membuka rekrutmen CPNS, kami mau tidak mau tentu harus mengikuti. Kan tidak mungkin juga, seluruh provinsi mengusulkan, hanya Sumbar saja yang tidak. Kan tidak bisa begitu. Tapi kalau memang harus mengusulkan, mungkin jumlah formasinya yang kami sesuaikan. Berapa mampunya keuangan daerah, ya cuma segitu yang diusulkan,” katanya Rabu (8/10/25).
Fitriati mengungkapkan bahwa saat ini secara keseluruhan jumlah pegawai yang dimiliki Pemprov sudah terbilang mencukupi. Sekalipun ada ratusan pegawai yang pensiun, jumlah tersebut bisa ditutupi dengan pegawai yang ada saat ini. Apalagi baru-baru ini Pemprov Sumbar juga telah mengajukan sebanyak 4.703 formasi
PPPK paruh waktu. Berdasarkan data BKD Sumbar, dari total 20.247 orang ASN yang dimiliki Pemprov, sebanyak 14.219 orang di antaranya berdinas di Dinas Pendidikan (Disdik), di mana hampirsepertiganya merupakan guru PPPK. “Kita yang banyak itu kan guru. Kalaupun ada yang pensiun, saya rasa jumlah guru PPPK yang baru direkrut dalam beberapa tahun terakhir masih bisa menutupi,” katanya. Di samping keterbatasan anggaran daerah, alasan lain yang melandasi penerapan minus growth di lingkungan Pemprov Sumbar adalah adanya
kebijakan pembatasan belanja pegawai yang akan mulai diberlakukan pada 2027 mendatang.
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), belanja pegawai di daerah ditetapkan maksimal 30 persen dari pagu APBD. Aturan ini akan mulai efektif berlaku pada 2027 mendatang. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumbar, Rosail Akhyari P. mengatakan, saat ini alokasi belanja pegawai Pemprov Sumbar tercatat sebesar 34 persen dari total pagu APBD 2025, yang artinya melewati ambang batas 30 persen seperti yang ditetapkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022. “Sebenarnya, dua atau tiga tahun yang lalu, angkanya masih di bawah 30 persen. Sekitar 24-26 persen. Tapi karena pusat kemudian membuka rekrutmen PPPK besar-besaran,
tentu banyak pegawai baru yang masuk. Otomatis belanja pegawai pun ikut naik, karena jumlahnya bertambah,” katanya. Kendati demikian, melihat tren pensiun pegawai di lingkungan Pemprov Sumbar, ia yakin target belanja pegawai sebesar 30 persen tersebut bisa dicapai pada 2027 mendatang.
Tentunya dengan catatan tidak ada lagi perekrutan baru lagi. “Jadi memang, dari yang saya dengar, tidak ada pengusulan baru. Untuk ‘menambal’ kekosongan yang ditinggalkan oleh pegawai yang pensiun, cukup dengan memberdayakan PPPK yang sudah ada sekarang,” katanya.
Minta Pusat Tanggung Gaji ASN
Sebelumnya, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengusulkan agar pemerintah pusat mengambil alih pembayaran gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah, menyusul rencana pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat pada tahun anggaran 2026.
Menurutnya, usulan ini bukan sekadar respons administratif, melainkan bentuk kepedulian dan tanggung jawab kepala daerah untuk menjaga keberlanjutan pembangunan serta pelayanan publik di tengah berkurangnya dana transfer dari pusat. “Kalau dana TKD ini terus berkurang, tentu akan berdampak besar bagi penyelenggaraan
pemerintahan. Karena itu, kami mengusulkan agar pusat bisa mengambil alih pembayaran gaji ASN, termasuk PPPK, agar daerah tetap fokus membangun dan melayani masyarakat,” ujar Mahyeldi saat pertemuan dengan Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, bersama Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Jakarta, Selasa (7/10).
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, alokasi TKD tahun 2026 diproyeksikan sebesar Rp650 triliun, atau jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari Rp950 triliun. Khusus untuk wilayah Sumbar, total pengurangan TKD diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun. Sementara untuk Pemprov Sumbar sendiri, pemotongan tersebut mencapai sekitar Rp533 miliar. Sementara itu, belanja pegawai daerah yang sebagian besar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional mencapai Rp373,8 triliun. Kondisi ini, menurut Mahyeldi, memperkuat alasan perlunya keterlibatan pemerintah pusat dalam menanggung beban gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Mahyeldi menilai, angka-angka tersebut bukan sekadar data fiskal, melainkan cerminan tantangan besar yang menuntut inovasi dan solidaritas antar pemangku kepentingan didaerah.
“Kita tidak boleh menyerah pada keterbatasan. Justru di saat seperti ini semangat membangun harus semakin menyala. Jika pusat mengambil alih beban gaji ASN, maka ruang fiskal daerah bisa difokuskan untuk pelayanan
publik dan penguatan ekonomi rakyat,”ujarnya. (h/dan)