Fokus

Sstttt…. KPK Soroti Soal Aset dan Mobil Dinas di Sumbar

11
×

Sstttt…. KPK Soroti Soal Aset dan Mobil Dinas di Sumbar

Sebarkan artikel ini
Dir Koordinasi Supervisi Wil 1 KPK RI, Gubernur Sumbar Mahyeldi, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dan Kajati Sumbar Anwarudin Sulistiyono, saat rakor program pemberantasan korupsi terintegrasi KPK bersama kepala daerah se-Sumbar, Kamis (18/3). IST/HUMASPROV

PADANG, HALUAN—Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) RI mengingatkan para kepala daerah di Sumbar, khususnya 12 kepala daerah yang baru dilantik tahun ini, untuk menjauhi segala tindakan yang dapat berujung pada jeratan kasus korupsi. Pasalnya, lembaga antirasuah itu telah menangkap 409 kepala daerah sejak Pilkada langsung berlaku di Indonesia.

Dalam kunjungannya ke Sumbar, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebutkan bahwa kepala daerah berpotensi melakukan tindakan korupsi karena faktor “mahalnya ongkos” yang dihabiskan saat mengikuti Pilkada. Korupsi sendiri bisa terjadi dalam bentuk penyalahgunaan wewenang demi mengembalikan “biaya modal” yang telah dikeluarkan.

“Biaya atau cost politic pada Pilkada itu sangat tinggi, sehingga sangat memungkinkan atau sangat berpotensi berujung praktik penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah,” kata Ghufron saat rapat koordinasi program pemberantasan korupsi terintegrasi KPK bersama kepala daerah se-Sumbar, Kamis (18/3).

Ghufron mengingatkan, agar kepala daerah di Sumbar senantiasa menjauh dari praktik penyalahgunaan wewenang, sehingga terlepas dari potensi masuk dalam daftar hitam korupsi. Terutama sekali, untuk 12 pasang kepala daerah yang baru dilantik setelah memenangkan proses Pilkada pada 2020 lalu.

Bagi KPK, kata Ghurforn, kepala daerah adalah mitra dalam mewujudkan tujuan bernegara, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan umum, serta menciptakan masyarakat yang adil makmur. Ia pun menegaskan, bahwa KPK akan terus mendukung dan mengawasi kepala daerah agar tujuan itu dapat tercapai.

“Kepala daerah adalah mitra KPK, karena kepala daerah adalah para pemilik wewenang publik, yang dipilih untuk mewujudkan tujuan bernegara,” katanya lagi.

Namun demikian, kata Ghufron, tugas dan fungsi kepala daerah bisa saja hancur karena tersandung kasus korupsi, dan dalam situasi tersebut pihak yang dirugikan adalah masyarakat.  Selain itu, korupsi juga akan merusak citra demokrasi, meruntuhkan hukum, menurunkan kualitas pembangunan berkelanjutan, dan menyebabkan praktik kejahatan lainnya ikut berkembang.

Ghufron juga mengatakan, bahwa berdasarkan catatan KPK, skor pencegahan korupsi atau Monitoring Control for Prevention (MCP) di Sumbar pada tahun 2020 adalah 71 persen. Angka itu turun dari tahun 2019 dengan skor 77 persen. Namun, kata Ghufron, raihan itu cukup baik karena Sumbar masih berada di atas rata-rata skor Nasional, yaitu 64 persen.

Dalam kesempatan itu, Ghufron juga menyoroti praktik pengelolaan aset daerah di Sumbar. Menurutnya, hingga 15 Februari 2021 lalu, dari total 19.847 bidang tanah milik daerah, baru 5.741 bidang yang memiliki sertifikat. Sementara sisanya sebanyak 14.106 bidang atau 71 persen belum bersertifikat.

“KPK juga menaruh perhatian pada penyelesaian aset Pemda yang bermasalah dengan pihak ketiga. Dalam catatan KPK, ada 21 aset dan 42 kendaraan dinas yang masih dalam penguasaan pihak lain yang tidak lagi berhak. Begitu juga dengan aset P3D dan Prasarana Sarana Utilitas Umum,” ucapnya lagi.

Monitor Dana Covid-19

Sementara itu, terkait isu potensi penyelewengan dana Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar dalam pengadaan handsinitizer, Ghufron mengakui bahwa KPK bisa berpeluang untuk turun langsung menangani kasus tersebut. Dengan catatan, dugaan itu terbukti sebagai tindak pidana korupsi, dan tidak sedang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) lain.

Ghufron menyebutkan, KPK juga sudah menerima laporan terkait dugaan penyelewengan dana Covid-19 di Sumbar yang mencapai Rp4,9 miliar itu. “Kami sudah terima laporannya. Tapi belum kami analisis lebih lanjut,” katanya.

Meski begitu, ia memastikan bahwa KPK akan memperlajari lebih lanjut laporan tersebut, untuk memastikan dugaan kasus yang dilaporkan itu, apakah termasuk tindak pidana korupsi atau tidak. Di samping itu, juga untuk memastikan apakah KPK memiliki kewenangan atau tidak dalam penanganan kasus tersebut.

“Jika dari analisis sementara, kasus ini terbukti sebagai tindak pidana korupsi, tetapi jika bukan wewenang KPK, maka kasus ini akan ke instansi yang lebih berwenang, seperti kepolisian atau kejaksaan,” ujarnya lagi.

Komitmen Gubernur

Di sisi lain, Gubernur Sumbar Mahyeldi menyatakan ikut mendukung langkah supervisi dan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi oleh KPK. Menurutnya, Sumbar selama ini sudah sejalan dengan visi KPK dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang bersih dan akuntabel.

Mahyeldi menyatakan, bahwa pemprov akan memberikan perhatian khusus pada sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) yang masuk dalam area intervensi pencegahan korupsi seperti, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Keuangan Daerah (Bakeuda), Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa, serta Inspektorat.

“Kegiatan dengan KPK ini bertujuan untuk mendorong pemda dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan agar lebih transparan dan akuntabel. Kami akan memberi perhatian khusus pada OPD yang masuk dalam area intervensi,” ujar Mahyeldi.

Mahyeldi juga menyebutkan, korupsi yang terjadi di pemerintahan akan menghambat pelaksanaan program pemerintahan serta berdampak besar bagi kelangsungan hidup masyarakat luas. Oleh karena itu, katanya, perlu upaya keras untuk mencegah dan memberantas korupsi secara bersama-sama.

“Kami mendukung sepenuhnya tim KPK dalam melakukan koordinasi, supervise, dan evaluasi terhadap sejauh mana program rencana aksi telah dilaksanakan. Kegiatan ini merupakan wujud pemerintah dalam memberantas korupsi di Sumbar,” katanya menutup. (*)

reporter: hamdani