OLEH : Riga F. Asril
Kecintaan kepada Al-Quran adalah alasan Ihsan Nuzula mengabdikan diri sepenuhnya untuk menciptakan generasi muda yang Qur’ani. Sejak 2012 ia mulai merintis sebuah lembaga pendidikan khusus, untuk menampung dan membimbing anak-remaja agar lancar dan fasih membaca Kalam Ilahi.
Tujuh tahun berjalan, tempat yang semula hanya pondok sederhana untuk belajar irama, tajwid, dan murattal itu, kemudian berkembang menjadi sekolah formal. Tepat pada tahun 2019, sekolah itu resmi berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Limapuluh Kota dan diberi nama SMP Qur’an (SMPQ) Al Zamriyah Boarding School.
“Setelah saya menjadi juara pada cabang tilawah MTQ Nasional Ke-24 di Ambon tahun 2012, saya wujudkan niat saya untuk membuka sebuah pondok yang khusus untuk mengajarkan anak-anak bagaimana seni membaca Al-Qur’an,” kata Ihsan kepada Haluan, Kamis (28/1/2021).
Setelah resmi menjadi sekolah formal, Ihsan pun menyulap dua rumah milik keluarga di Jorong Balai Rupih, Nagari Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, sebagai tempat belajar sekaligus asrama bagi para santri. “Satu rumah untuk santri putra, dan satu lagi untuk santri putri. Alhamdulillah sekarang sudah punya tiga kelas. Total santri kami sekarang 85 orang. Kelas 1 dan kelas 2,” kata Ihsan lagi.
Ihsan menuturkan, hal lain yang menguatkan tekadnya mendirikan sekolah khusus belajar Al-Qur’an adalah kesulitan daerah dalam menemukan qori dan qori’ah untuk digabungkan ke dalam kafilah pada setiap pelaksaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) berbagai tingkatan, yang berlangsung nyaris setiap tahun.
“Oleh karena itu saya berpikir, memang harus disediakan wadah untuk memberikan pembinaan khusus. Jadi, nanti saat ada MTQ, permasalahan mengenai siapa yang akan diutus, itu tidak ada lagi. Santri yang sudah dibina bisa langsung disalurkan ke daerah-daerah untuk ikut MTQ,” kata Ihsan lagi.
SMPQ Al Zamriyah, kata Ihsan, menyediakan kurikulum khusus musabaqah untuk menyiapkan santri yang dapat diutus ke seluruh cabang perlombaan seni membaca dan menulis Al-Qur’an, termasuk ke seluruh cabang yang diperlombakan pada MTQ. Proses pembelajaran sendiri diampu oleh orang-orang yang telah mahir di cabang masing-masing.
“Progamnya disusun sedemikian rupa. Selesai Salat Subuh, santri masuk kelas tahfiz sampai pukul 06.30 WIB. Kemudian dari 07.30 sampai 10.00, masih lanjut program Al-Qur’an. Lalu pada pukul 10.00 hingga 13.00 WIB, santri masuk kelas untuk program sekolah formal. Kemudian dari siang hingga malam, akan dibimbing dengan program kurikulum musabaqah lagi,” ujarnya merincikan.
Program santri, kata Ihsan, didominasi dengan pemahaman Qur’an. Sementara itu, untuk pendidikan formal yang diajarkan hanya pelajaran yang terkait dengan Ujian Nasional (UN) seperti, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Kewarganegaraan, dan Seni Budaya.
“Kami mengarahkan santri sesuai dengan potensi masing-masing. Sebagian ada yang fokus ke tahfiz, ada yang tilawah, fahmil Qur’an, dakwah, kaligrafi, dan lainnya, sesuai dengan bakat santri. Oleh karena itu, pada dua bulan pertama seluruh santri kami ikutkan seluruh kegiatan untuk melihat dan menyaring potensi. Setelah itu, mereka dibagi ke cabang yang sesuai,” katanya lagi.
Meski baru berjalan dua tahun, kata Ihsan, para santrinya sudah menorehkan banyak prestasi. Terbaru, santri SMPQ Al Zamriyah menjadi harapan 1 pada tahfiz 5 juz dan harapan 2 pada cabang tilawah saat helat MTQ pelajar tingkat Internasional yang berlansung di Insan Cendekia Boarding School (ICBS) Oktober 2020 lalu.
“Sebelum itu, ada santri yang meraih harapan 2 cabang tahfiz 5 Juz pada MTQ ASEAN yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Parabek. Lalu, pada MTQ antar pelajar se-Sumatra, santri kami berhasil juara 1. Alhamdulillah dua tahun berjalan, sudah banyak prestasi yang diperoleh santri,” tuturnya.
Saat ini, Ihsan dibantu oleh 21 guru dan pembimbing. SMPQ Al Zamriyah juga telah membuka penerimaan santri baru dan hanya menyediakan kuota bagi 25 putra dan 25 putri. Pembatasan kuota, kata Ihsan, di samping karena terbatasnya tenaga pengajar dan ruangan kelas, juga bertujuan agar pembinaan santri dapat lebih fokus.
“Saat ini, santri-santri di sini berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari Jambi, Bengkulu, Riau, tapi yang paling banyak memang dari Sumbar sendiri,” katanya.
Tengah Proses Pembangunan
Di samping terus meningkatkan kualitas, SMPQ Al Zamriyah juga terus berbenah dan meningkatkan sarana prasarana (sarpras). Saat ini, tengah berjalan pembangunan satu gedung baru yang terdiri dari delapan kelas, dan ditarget rampung sebelum Juli 2021. Setelah itu, pembangunan akan dilanjutkan dengan tambahan satu gedung lagi serta satu unit musala.
“Pembangunan tahap dua ini masih dalam proses pengumpulan dana. Kami hanya mengandalkan swadaya, uang pembangunan santri, dan donasi berbagai pihak. Sebab hingga kini kami tidak memperoleh bantuan dari pemerintah,” katanya.
Donasi pembangunan, kata Ihsan, salah satunya bersumber dari Indonesian Islamic Association Australia. Sementara itu untuk lahan, pada tahap pertama telah diperoleh dari wakaf seorang penguasaha di Jakarta, yang mewakafkan tanah seluas 700 meter persegi di mana gedung sekolah telah berdiri di atasnya.
“Sementara untuk pembangunan tahap dua ini, kami masih berusaha melakukan pembebasan lahan. Luasnya 4 ribu meter persegi. Jaraknya tidak begitu jauh dari lokasi sekolah yang sekarang. Kami sedang usahakan. Termasuk menyiapkan proposal ke lembaga pembinaan Qur’an di Jakarta dan Arab Saudi. Sebelumnya, kami bisa dapat bantuan dari Australia karena setiap Ramadan saya diminta jadi imam di salah satu masjid di sana,” kata Ihsan.
Pembangunan tahap dua, kata Ihsan lagi, membutuhkan dana setidaknya Rp1 miliar. Ihsan menyadari, untuk mencukupi pembiayaan tersebut, pihaknya tak bisa bergantung pada uang pembangunan dari santri dan penghasilan pribadinya yang lain. Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah daerah, khususnya di Sumbar, ikut serta dalam pembangunan tersebut.
“Mohon maaf bukan bermaksud apa-apa, sebelumnya saya sudah empat kali mewakili Indonesia ke ajang MTQ Internasional, tapi tidak ada yang dapat bantuan dari pemerintah, termasuk dari Pemda di Sumbar. Terakhir saat mewakili Indonesia ke Bahrain, saya dapatnya dari Baznas Sumbar. Siapa tahu, lewat pendirian SMP Qur’an ini, Pemda sudah mau ikut serta,” ucapnya.
Ihsan sempat merincikan, setelah juara 1 pada cabang Tilawah Remaja di MTQ Nasional di Ambon pada tahun 2012, Ihsan berulang kali mewakili Indonesia di ajang Internasional, dan berhasil menggondol prestasi ke Tanah Air. Seperti, Harapan 1 MTQ Internasional di Kuwait pada 2013, Juara 3 pada MTQ Internasional di Malaysia 2014, Harapan 2 di Iran pada 2017, dan Juara Umum bersama tiga rekannya saat MTQ Internasional di Bahrain tahun 2018.
“Harapan kami, agar Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) terus kokoh, tentu perlu dukungan dari pemerintah. Paling tidak, lembaga yang fokus di bidang Al-Qur’an bisa mendapat perhatian lewat anggaran pembinaan. Sebab selama ini, untuk seni dan olahraga ada anggaran khususnya,” kata Ihsan membandingkan.
Dengan adanya tempat pendidikan dan pembinaan Al-Qur’an seperti SMPQ Al Zamriyah yang ia rintis, Ihsan juga berkeinginan untuk membantu Pemda dalam upaya menjaga dan membentengi anak-anak muda dengan Al-Qur’an.
“Sekarang, sarananya suda ada. Pemerintah hanya perlu memberikan sedikit perhatian. Sediakan beasiswa untuk anak-anak yang berprestasi di bidang Al-Qur’an, sehingga memotivasi anak-anak lain untuk belajar Al-Qur’an. Saya rasa itu tidak sulit,” katanya menutup. (*)
Komentar