OLEH : FAJRIATUL FUADI
Enam bocah laki-laki bermain riang di lantai lima Tempat Evakuasi Sementara (TES/selter) Ulak Karang, sekitar 500 meter dari tepi pantai. Hari itu, Rabu (18/11/2020) sekitar pukul 11.30 WIB. Haluan bertandang ke selter berdaya tampung empat ribu orang itu untuk melihat kondisi terkini bangunan. Mengingat, gempa bumi cukup sering terjadi dalam sepekan terakhir.
Saat mengetes kelistrikan selter dari salah satu lubang colokan listrik, setelah sekitar 10 menit memperhatikan sekelompok anak-anak itu bermain, tiba-tiba gempa datang lagi. Meski hanya sebentar, getarannya terasa cukup kuat. Namun, karena tengah asik bermain dan berlari, anak-anak itu tak ikut merasakan.
“Ada apa, pak?” tanyanya kepada Haluan. Setelah dijelaskan bahwa baru saja terjadi gempa, anak-anak itu lantas turun hingga ke lantai satu. Lalu berpencar ke arah berbeda-beda. Agaknya, mereka pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu, informasi cepat di situs BMKG menunjukkan gempa barusan berkekuatan 5,3 Skalarichter (SR) dengan episentrum perairan Pesisir Selatan (Pessel).
Setidaknya, tindakan anak-anak itu cukup untuk mewakili prinsip anak-anak lainnya di kawasan itu terhadap gempa. Yaitu, berlari ke rumah dan bergabung dengan keluarga. Padahal, saat gempa terjadi, mereka tengah di selter, tempat khusus evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi berkekuatan besar atau bahkan menimbulkan tsunami.
Salah seorang warga setempat, Aris (57) kepada Haluan mengaku selama tinggal di kawasan tersebut, ia tetap menjaga kewaspadaan. Saat gempa terjadi, ia langsung membuka kunci rumah dan membuka pagar, serta bersiap-siap dengan dokumen-dokumen penting yang telah disatukan dalam sebuah tas, jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
“Warga di sini sebagian besar sudah paham soal jalur evakuasi. Gedung selter juga dekat dengan permukiman. Bagi saya, yang penting berusaha dulu menyelamatkan diri jika gempa besar terjadi, apalagi tsunami. Di balik itu, takdir Allah juga tak bisa dilawan. Jadi, selain berlari, tetap pasrah dan berdoa agar selamat,” kata Aris.
Beralih dari Ulak Karang, Yen (40), salah seorang warga Kelurahan Air Tawar yang juga masuk dalam zona merah gempa dan tsunami mengatakan, kewaspadaan tetap menjadi hal yang dijaga. Meski pun selama ini ia mengaku tidak pernah mengikuti kegiatan simulasi bencana yang digelar BPBD atau aparatur lain di kawasan itu.
“Ya, nasib tinggal di tepi pantai, kalau memang tsunami tempat kita paling dulu kena. Kalau untuk jalur evakuasi saya tahu, tapi simulasi memang belum pernah ikut. Paling, kalau terjadi gempa besar dan informasi tsunami, kita bisa lari ke Gedung Basko atau Gedung Kampus UNP. Itu yang tinggi dan terdekat,” kata Yen, Kamis (19/11).
Sementara itu, Andri (30), warga Purus Pantai Padang menilai, meski pun rambu petunjuk jalur evakuasi tsunami tersedia, dalam kondisi darurat masyarakat tentu tidak terlalu memperhatikan rambu tersebut. “Kalau kejadian, yang penting itu lari jauh ke tempat yang tinggi untuk menyelamatkan diri. Itu saja yang penting,” ujar Andri.
Hal yang paling mengkhawatirkan, sambung Andri, justru perihal sirine tsunami yang sudah cukup lama tak terdengar dalam uji coba. “Saya tidak tahu sirine itu dites sekali berapa hari. Tapi rasanya sudah lama tidak dihidupkan. Nanti takutnya, saat dibutuhkan malah ndak berfungsi,” katanya lagi.
Sikap Pemerintah
Rentetan gempa dalam sepekan terakhir cukup menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga. Terlebih setiap gempa terjadi, isu potensi gempa besar Mentawai Megathrust selalu menjadi arah perbincangan. Menyikapi hal ini, aparatur pemerintahan mengaku terus melakukan sosialisasi di tengah warga, dan melengkapi sarana-prasarana mitigasi bencana.
Camat Padang Utara Fajar Sukma menyebutkan, pemerintah di kecamatannya terus berupaya memberikan keterangan valis kepada warga usai gempa terjadi. Cara paling cepat dan efektif dilakukan salah satunya adalah memberikan informasi soal gempa dan potensi lanjutannya melalui grup Whatsapp Kelurahan dan Kelompok Siaga Bencana (KSB).
“Di grup itu ada perwakilan RW, RT, kelurahan, dan lain-lain. Ada juga perwakilan warga. Terlebih di tengah pandemi ini, aplikasi WA itu memang diberdayakan betul untuk menyebar informasi, termasuk soal gempa,” kata Fajar kepada Haluan, Minggu (22/11/2020).
Selain KSB, sambung Fajar, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan memberdayakan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), petugas RT/RW, serta kelurahan. Salah satu penekanan dalam sosialisasi adalah memberi tahu warga bahwa potensi gempa dan tsunami bersifat prediksi, sehingga informasi yang bersiliweran perlu dikonfirmasi oleh pihak berkompeten di pemerintahan.
“Namun ya kembali lagi, terjadi dan tidak terjadi gempa dan tsunami itu memang semuanya takdir Allah. Selain usaha, kita berdoa dan berharap agar tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan itu,” kata Fajar.
Di sisi lain, Fajar menilai kapasitas warga untuk menjadi masyarakat sadar bencana memang mesti terus ditingkatkan. Misal saat gempa berkekuatan besar terjadi, warga tidak boleh telat mematikan listrik, kompor gas, dan keluar dari rumah untuk segere mengevakuasi diri ke tempat yang lebih aman di ketinggian.
“Jalur evakuasi di kecamatan ini sudah ada. Padang Utara sendiri sudah jelas jalur evakuasinya ke arah gunung Pangilun. Di lapangan itu nanti juga tergantung instruksi BPBD. Namun hal yang perlu diingat jika memang perlu evakuasi di tengah pandemi Covid-19, adalah tetap melaksanakan protokol kesehatan seperti memakai masker,” katanya lagi.
Hal senada disampaikan Sekretaris Lurah Air Tawar Barat Hartati. Menurutnya, informasi tentang jalur evakuasi dan ketersediaan selter telah disosialisasikan jauh-jauh hari kepada masyarakat di kelurahan tersebut. Selain itu, Kelompok Siaga Bencana (KSB) Air Tawar juga siap siaga menyikapi segala kemungkinan yang bisa terjadi.
“Untuk di Air Tawar, pilihan evakuasi itu bisa ke selter bangunan di Kampus UNP. Itu sudah kesepakatan dengan pihak kampus jika sewaktu-waktu keadaan darurat terjadi. Selain itu, pelatihan-pelatihan terkait mitigasi bencana juga sudah sering dilakukan bersama warga,” ucapnya.
Kepala BPBD Kota Padang Barlius menyatakan bahwa di beberapa titik di Kota Padang sudah terdapat palang berisi petunjuk jalur evakuasi. Ia pun meminta warga untuk tidak langsung panik saat gempa terjadi
“Pertama yang harus dilakukan, jangan panik. Tenangkan diri sehingga tahu ke mana harus menyelamatkan diri. Kemudian di beberapa titik juga ada palang jalur evakuasi. Sehingga jika terjadi gempa yang berpotensi tsunami, masyarakat sudah tahu harus kemana,” katanya, Rabu (18/11).
Palang jalur evakuasi sendiri, katanya, telah dibangun sejak 2017 dan ditempatkan di banyak titik keramaian sehingga mudah dijangkau masyarakat. Barlius melanjutkan, sebelumnya juga dilakukan beberapa agenda simulasi evakuasi bersama warga. Namun karena Covid-19, kegiatan itu belum dapat dilanjutkan pada tahun ini. Barlius berharap, dengan adanya palang petunjuk dan simulasi yang dilakukan, masyarakat dapat melakukan upaya penyelamatan saat gempa berpotensi tsunami terjadi. Kemudian, ia juga berpesan agar masyarakat menyiapkan tas khusus berisi surat-surat penting serta alat pendukung lainnya saat melakukan pengungsian. (*)