Padang,hantaran.Co–Sebagai daerah dengan potensi bencana yang tinggi, mulai dari bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor hingga gempa dan tsunami, Sumatera Barat (Sumbar) perlu terus memperkuat sistem mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Sayangnya, sejumlah faktor seperti ketersediaan shelter dan Early Warning System (EWS) hingga kini masih menjadi persoalan.
Hal ini terungkap saat Apel Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana 2025 yang digelar Polda Sumbar di Lapangan Imam Bonjol Padang, Selasa (4/11/2025). Apel yang dipimpin Kapolda Sumbar, Irjen Pol Gatot Tri Suryanta itu diikuti ribuan personel dari berbagai unsur, mulai dari pemerintah daerah (pemda), BPBD, TNI/Polri, hingga masyarakat sipil.
Konsolidasi akbar insan kebencanaan lintas instansi ini diselenggarakan satu hari sebelum digelarnya pelaksanaan Simulasi Tsunami Drill secara massal di Kota Padang yang melibatkan lebih dari 250 ribu warga dari 58 kelurahan pada Rabu (5/11/2025) siang.
Latihan besar ini bakal menjadi simulasi evakuasi tsunami terbesar yang pernah dilakukan di Sumbar, dengan fokus pada pengujian sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS), kesiapan shelter, serta koordinasi antarinstansi.
Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir mengatakan, kegiatan simulasi tsunami ini dirancang menyerupai kondisi darurat sebenarnya agar masyarakat memahami langkah penyelamatan secara tepat dan tidak panik saat bencana datang.
“Kita tidak pernah tahu kapan bencana terjadi. Tapi dengan simulasi ini, masyarakat akan tahu jalur evakuasi dan apa yang harus dilakukan saat mendengar peringatan tsunami,” ujar Maigus.
Ia mengatakan, simulasi akan dilaksanakan serentak pada pukul 10.00–11.00 WIB. Pada jadwal yang telah ditentukan dan disosialisasikan itu seluruh kawasan zona merah tsunami akan dikosongkan selama satu jam. Adapun pesertanya terdiri dari warga pesisir, pelajar, serta komunitas masyarakat di sepanjang jalur rawan tsunami.
“Belajar dari pengalaman sebelumnya, banyak warga yang berusaha menyelamatkan diri dengan mobil, sehingga menimbulkan kemacetan di jalur evakuasi. Besok (hari ini, red) kami latih masyarakat agar berjalan kaki menuju shelter atau titik aman yang sudah disiapkan,” katanya.
Maigus menambahkan, kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Pemko Padang, BPBD, Polda Sumbar, TNI, dan lembaga pendidikan. Ia berharap, simulasi tersebut bukan sekadar kegiatan simbolis, tetapi benar-benar membangun budaya siaga bencana di Kota Padang.
EWS dan Shelter Butuh Penambahan
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Era Sukma Munaf menegaskan bahwa kesiapsiagaan tidak hanya bergantung pada latihan, tetapi juga pada ketersediaan infrastruktur kebencanaan yang memadai.
Era menyebutkan, Sumbar adalah salah satu daerah “etalase bencana” di Indonesia, karena memiliki risiko tinggi terhadap gempa, tsunami, banjir, dan longsor.
“Oleh karena itu, seluruh komponen pemerintah, masyarakat, LSM, hingga TNI/Polri harus siap. Kami akan terus memperkuat infrastruktur kebencanaan seperti shelter, rambu evakuasi, dan sistem peringatan dini tsunami,” kata Era.
Ia menjelaskan, Kota Padang saat ini memiliki 10 shelter tsunami yang tersebar di sejumlah titik strategis, seperti di Kantor Gubernur Sumbar, Kantor Dinas PU Sumbar, serta sejumlah shelter yang telah dibangun di beberapa lokasi lainnya. Namun, ia menekankan bahwa penyediaan shelter tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
“Kami mendorong agar pihak swasta juga menyiapkan shelter di bangunan mereka masing-masing. Kesiapsiagaan harus menjadi tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Era juga menyinggung kesiapan perangkat EWS di sepanjang pantai barat Sumatera. Saat ini, terdapat 77 unit EWS aktif di Sumbar, yang terdiri dari 37 unit milik provinsi dan sisanya dikelola kabupaten/kota.
“Semua EWS di Padang berfungsi baik, tapi jumlahnya belum cukup. Kami sedang mengkaji tambahan kebutuhan di sepanjang garis pantai, mulai dari Air Bangis hingga Lunang Silaut,” katanya.
Kajian tersebut dilakukan dengan memperhatikan jangkauan sinyal dan cakupan wilayah agar sistem peringatan dini benar-benar efektif memberi waktu bagi masyarakat untuk evakuasi. “Kita tidak bisa mencegah bencana, tapi bisa memastikan masyarakat tahu bagaimana menyelamatkan diri. Itulah esensi kesiapsiagaan,” katanya.
Sinergi Antar-instansi adalah Kunci
Sementara itu, Kapolda Sumbar, Irjen Pol Gatot Tri Suryanta menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menghadapi ancaman bencana di daerah yang memiliki topografi kompleks seperti Sumbar. Kesiapsiagaan bukan hanya tugas BPBD, tapi juga bagian dari tanggung jawab aparat keamanan.
“Kemampuan bergerak dalam satu kesatuan, dari perencanaan hingga respons lapangan, harus matang. Kita harus melakukan pemetaan potensi bencana dan memperkuat respons cepat terhadap aduan masyarakat,” ujar Irjen Gatot.
Kapolda juga meminta jajarannya di wilayah untuk aktif memberikan edukasi kebencanaan kepada masyarakat, terutama di wilayah rawan longsor dan banjir. Menurutnya, kesiapsiagaan masyarakat menjadi benteng pertama dalam mitigasi risiko.
“Belajar dari pengalaman masa lalu, kita tahu betapa besar dampak bencana di Sumbar. Oleh sebab itu, seluruh personel TNI/Polri, BPBD, dan pemda harus terlatih dan siap bergerak kapan pun. Ketika bencana terjadi, yang utama adalah masyarakat aman dan selamat,” ujarnya.
Selain kesiapan internal, Gatot menyoroti pentingnya pengawasan di jalur transportasi rawan longsor. Ia mengingatkan dinas perhubungan dan aparat kepolisian untuk meningkatkan kewaspadaan dan memastikan arus lalu lintas tetap aman saat kondisi cuaca ekstrem.






