SENGKETA PHP PADA PILGUB SUMBAR, KPU Sumbar Bantah Dalil Pemohon

Sidang

Kuasa hukum KPU Sumbar Sudi Prayitno, saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan PHP Kepala Daerah Provinsi Sumatera Barat, Senin (1/2/2021) di Ruang Sidang MK. IST/MKRI/IFA.

PADANG, hantaran.co — KPU Sumbar meminta MK menolak permohonan Paslon Mulyadi-Ali Mukhni dan Nasrul Abit-Indra Catri atas gugatan Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) pada Pilgub Sumbar. Sementara itu, Paslon Mahyeldi-Audy Joynaldi menilai dalil-dalil yang diajukan pemohon dalam gugatan ini sebagai klaim sepihak dan tidak berdasarkan hukum.

Permintaan itu disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar dalam sidang lanjutan gugatan PHP Pilgub Sumbar di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/2/2021). Sidang sendiri beragendakan mendengar jawaban dari KPU Sumbar selaku termohon, serta jawaban Paslon Gubernur-Wakil Gubernur Sumbar Nomor Urut 4 Mahyeldi-Audy dan Bawaslu Sumbar selaku pihak terkait.

Sudi Prayitno selaku kuasa hukum KPU Sumbar menyebutkan, pemohon perkara Nomor 129/PHP.GUB-XIX/2021 dari Paslon Gubernur dan Wagub Sumbar Mulyadi-Ali Mukhni (Mualim) tidak menjelaskan pokok tuntutan yang diinginkan. Selain itu, ia menilai Mualim tidak menguraikan dalil-dalil yang menjadi dasar permohonan.

“Selain itu, tuntutan pemohon untuk pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS juga tidak didukung alasan-alasan yang bisa menjadi dasar itu dilakukan. Selain itu, selama proses Pilgub Sumbar sejak persiapan hingga penyelenggaraan, tidak satu pun pelaksanaan yang berimplikasi terhadap perbedaan perolehan suara para Paslon,” kata Sudi.

Ada pun dalil tentang penetapan status pemohon (dalam hal ini Mulyadi) sebagai tersangka yang disebut terburu-buru dan dipaksakan oleh Bawaslu, sehingga dinilai mempengaruhi preferensi pemilih pada helat Pilgub Sumbar, dan kemudian disebut merugikan Mualim sebagai peserta, dinilai Sudi sebagai hal yang tidak benar dan tidak beralasan.

Sudi menegaskan, bahwa elektabilitas Paslon pada Pilkada tidak dipengaruhi oleh status tersangka seseorang. Sebab faktanya, kata Sudi, terdapat salah seorang calon pada Pilkada Kabupaten di Sumbar, yang bahkan berstatus bekas terdakwa. Namun, elektabilitas yang memang tinggi tetap membuat yang bersangkutan meraih suara terbanyak.

“Selain itu, ada calon pada Pilkada Kabupaten Solok Tahun 2015 lalu, yang juga berstatus bekas terpidana. Pada Pilbup setelah itu, KPU Kabupaten Solok menetapkan yang bersangkutan sebagai calon peraih suara terbanyak,” katanya lagi.

Kemudian, kata Sudi, terkait pemberitaan media yang dinilai Mulaim merugikan pihaknya, seharusnya dapat disikapi dengan penggunaan hak jawab yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur hak untuk memberikan tanggapan atau sanggahan pemberitaan, untuk menyampaikan fakta atas pemberitaan yang dinilai merugikan.

“KPU Sumbar meminta MK untuk mengabulkan seluruh eksepsi termohon. Kemudian, termohon meminta seluruh permohonan pemohon terkait pokok perkara ditolak, serta menyatakan keputusan KPU Sumbar Tahun 2020 tentang hasil perolehan suara Pilgub Sumbar benar dan berlaku,” katanya.

Tanggapi Dalil NA-IC

Sementara itu, untuk Pemohon Perkara Nomor 128/PHP.GUB-XIX/2021 atas nama Nasrul Abit-Indra Catri (NA-IC), Kuasa Hukum KPU Sumbar, Sudi Prayitno, menilai MK tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan PHP yang diajukan pempohon. Sebab, dalil permohonan pemohon hanya merupakan pelanggaran pemilihan yang menjadi kewenangan Bawaslu.

“Khususnya pelanggaran administrasi pemilihan dan tindak pidana pemilihan terkait pelanggaran sumbangan dana kampanye, ketidakwenangan tim pemeriksa kesehatan, proses pemungutan suara, dan proses hasil rekapitulasi perhitungan di tingkat provinsi yang sepenuhnya kewenangan Bawaslu untuk menangani,” ujar Sudi.

Sudi menambahkan, NA-IC tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan PHP karena selisih perolehan suara antara paslon peraih suara terbanyak dengan NA-IC berjarak 47.784 suara dari total suara sah sebanyak 2.241.292 suara. “Jumlah itu berada di atas ambang batas perbedaan yang diperbolehkan undang-undang, yaitu 1,5 persen dikali 2.241.292 suara, atau 33.620 suara,” kata Sudi.

Menurut Sudi, permohonan NA-IC juga tidak menguraikan secara jelas dasar pengajuan permohonan. Selain itu, juga terdapat ketidaksesuaian alasan, dan ketidaksesuaian antar-tuntutan, yaitu terkait permohonan yang hanya mengungkap berbagai dugaan pelanggaran pemilihan yang menjadi kewenangan Bawaslu.

“Tuntutan permohonan untuk dilakukan PSU di beberapa TPS juga tidak didukung alasan-alasan yang menjadi dasar itu dapat dilakukan, dan tuntutan pemohon agar mahkamah menetapkan pemohon sebagai pasangan calon peraih suara terbanyak di satu sisi, berlawanan dengan memerintahkan termohon untuk melakukan PSU di sejumlah TPS di sisi lain,” kata Sudi lagi.

Ada pun terkait dalil permohonan tentang PHP Pilgub Sumbar 2020 yang belum dapat dinyatakan sah karena paslon Mahyeldi Ansharullah-Audy Joinaldy diduga melakukan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan terkait sumbangan dana kampanye perorangan, dinilai Sudi juga tidak benar menurut hukum.

“Sebab, di samping tidak ditemukan kejanggalan dalam sumbangan dana kampanye berdasarkan hasil audit akuntan publik, dan disimpulkan pula itu telah sesuai dengan peraturan yang telah diatur dalam sumbangan kampanye,” ujarnya lagi.

Berikutnya, kata dia, dalil permohonan NA-IC tentang pemeriksaan kesehatan Paslon gubernur dan wakil gubernur yang diduga dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, juga dinilai tidak benar dan tidak beralasan. Sebab, pemeriksaan kesehatan telah dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh KPU Sumbar setelah berkoordinasi dengan BNN Sumbar, IDI Sumbar, dan HIMPSI Sumbar.

Kemudian, terkait dalil permohonan yang menyatakan KPU Sumbar telah melakukan pelanggaran tata cara dan prosedur dalam proses pemungutan suara di sejumlah TPS hingga rekapitulasi tingkat kecamatan di sejumlah daerah di Sumbar, serta tingkat kabupaten/kota, juga disebut tidak benar dan tidak beralasan menurut hukum.

“Oleh karena itu kami meminta MK mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnya. Serta menolak seluruhnya permohonan pemohon. Menyatakan benar dan tetap berlaku keputusan KPU Sumbar. Menetapkan perolehan hasil suara Pilgub Sumbar yang benar sesuai yang tertuang dalam keputusan KPU. Atau apabila MK berpendapat lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya,” kata Sudi menutup.

Sementara itu Ketua Bawaslu Sumbar Surya Efitrimen yang hadir sebagai pihak terkait dalam sidang tersebut, mengatakan bahwa pada 19-20 Desember 2020 Bawaslu telah melakukan pengawasan proses penetapan rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara Pilgub Sumbar 2020 yang dilakukan oleh KPU dan memperoleh salinan keputusan dari KPU Sumbar. 

Ada pun terkait dalil yang menyatakan penetapan Mulyadi sebagai tersangka, Surya menyebut pihaknya telah mengeluarkan surat perintah tugas penyidik kepada penyidik Mabes Polri yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu Pusat, untuk melakukan tugas pendampingan dalam rangka penyidikan tersebut.

“Sementara itu terkait dalil NA-IC tentang pemeriksaan kesehatan, Bawaslu telah melakukan pengawasan. Dalam pengawasan itu, ada satu paslon yang tidak dapat mengikuti pemeriksaan kesehatan karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan,” kata Surya.

Ada pun Paslon Nomor Urut 4 Mahyeldi -Audy Joinaldy selaku pihak terkait dalam dua gugatan tersebut juga meminta MK untuk menolak perkara Nomor 129/PHP.GUB-XIX/2021. Muhammad Taufik selaku kuasa hukum menyampaikan, bahwa pemohon tidak menguraikan kesalahan hasil penghitungan suara dan tidak mengungkapkan hasil penghitungan yang benar dari pemohon.

“Pada intinya, pemohon hanya meminta dilakukan PSU pada semua TPS di seluruh Sumbar, tetapi tidak menjelaskan bentuk kesalahan yang dilakukan pihak terkait mau pun KPU Sumbar dalam penghitungan suara di semua tingkat pemilihan. Jika itu terjadi, kesalahan harus dapat dibuktikan,” kata Taufik.

Selain itu, dalil-dalil yang dimohonkan terkait pihak terkait, disebut Taufik sebagai klaim sepihak yang tidak berdasarkan hukum. Sebaliknya, proses penetapan tersangka Mulyadi dinilai telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Sidang kedua itu sendiri dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Wahiduddin Adams. Hakim Anwar Usman pada akhir persidangan mengatakan hasil sidang dari dua perkara Pilgub Sumbar akan dilanjutkan pada rapat pleno Hakim MK.

“Sementara itu terkait hasil dan kelanjutan perkara, nanti kepaniteraan akan memberitahukan ke masing-masing pihak, kapan sidang berikutnya akan dilaksanakan. Dengan demikian sidang hari ini dinyatakan selesai,” katanya menutup. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version