JAKARTA, hantaran.co — Tenaga Ahli Jaksa Agung, Andi Hamzah, mengatakan wewenang jaksa dalam usulan revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 hanya melakukan penyelidikan dan penyidikan pada tindak pidana tertentu. Ia mengatakan, jaksa hanya bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan pada tindak pidana khusus.
Dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU Kejaksaan disebutkan, jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan. Kemudian fungsi penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dan pengacara negara serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
“Jaksa silakan (penyelidikan dan penyidikan) tapi terbatas, misalnya kasus korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pelanggaran HAM termasuk tindak pidana ekonomi khusus,” kata Andi Hamzah dikutip dari Republika.co.id Selasa (29/9/2020).
Menurutnya, polisi tetap tidak hilang fungsi dan wewenangnya sebagai penyelidik dan penyidik suatu perkara pidana umum. Karena, ada Undang-undang lain juga mengatur pegawai negeri sipil (PNS) bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan yakni Undang-Undang Kepabeanan.
“Polisi silakan menyidik, jaksa juga kan penyidik. Penyelundupan itu sekarang hanya bea cukai yang bisa menyidik. UU Kepabeanan itu jaksa dan polisi tidak bisa menyidik, begitu bunyi UU Kepabeanan,” jelasnya.
Oleh karena, Andi Hamzah mengingatkan kembali wewenang jaksa untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam revisi Undang-Undang Kejaksaan. Memang, kata dia, tidak ada negara di dunia penyidik itu tunggal. Namun, kewenangan jaksa dalam penyelidikan dan penyidikan itu terbatas.
“Nah terbatas. Kalau Belanda tidak terbatas karena membatasi diri sendiri. Belanda bisa menyidik semua tindak pidana, begitu juga Jepang. Seluruh Eropa jaksa bisa menyidik, kecuali Inggris. Tapi memang dia tidak menyidik pencurian, itu memang polisi,” ucapnya. (*)
Republika.co.id/hantaran.co