Pesisir Selatan – Program kesehatan gratis bagi masyarakat miskin melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Kabupaten Pesisir Selatan, mendapat sorotan tajam di kalangan masyarakat setempat.
Pasalnya, program pemerintah daerah yang dikenal dengan BPJS Pasisia Rancak dengan sasaran masyarakat kurang mampu di daerah itu, sudah banyak yang di off kan alias tidak diaktifkan lagi oleh BPJS dengan asumsi 6 bulan tidak menggunakannya di usia produktif.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pesisir Selatan, Dani Sopian, sangat menyayangkan kebijakan Pemkab Pessel yang menonaktifkan kartu BPJS bagi masyarakat miskin tersebut.
“Dengan menonaktifkan kartu BPJS tersebut, tentunya akan menjadi beban bagi masyarakat kurang mampu di Pessel. Sebab, mereka akan terkendala biaya ketika berobat. Ditambah lagi, tunggakan BPJS yang berlalu itu informasinya dibebankan secara mandiri kepada mereka,” kata Dani dikutip keterangannya, Selasa (15/10).
Terkait kondisi tersebut, ia pun mengaku sudah sering mendapatkan laporan dari masyarakat pemegang kartu BPJS Pasisia Rancak, perihal kartu mereka sudah tidak aktif lagi karena sudah diputuskan pembayarannya oleh Pemkab Pessel.
“Sebagian dari mereka mengaku dengan terpaksa mengaktifkan kembali kartu BPJS nya secara mandiri. Sebab, tidak ada solusi lain lagi untuk biaya berobat. Namun yang lebih miris lagi, ternyata tunggakan yang harus mereka lunasi ada yang sudah sampai 24 bulan dengan pembayaran Rp 35 ribu per bulan. Ini jelas sangat memberatkan bagi masyarakat miskin,” ucapnya lagi.
Dani menyebut, masyarakat miskin yang terjebak tunggakan BPJS Pasisia Rancak diperkirakan sudah mencapai ribuan orang. Bahkan, diperkirakan angka tersebut terus bertambah hingga saat ini.
“Tentunya kondisi seperti ini tidak bisa kita biarkan. Pemkab Pessel mesti bertanggung jawab, agar tidak melukai hati masyarakat miskin di daerah ini,” ujar Dani.
Ia mengatakan, saat ini kondisi masyarakat Pesisir Selatan sudah sangat terpuruk dengan ekonomi yang terus saja merosot. Menurutnya, jika BPJS gratis akan menjadi hutang masyarakat miskin dikemudian hari, maka sebaiknya tidak usah saja masyarakat didaftarkan sebagai peserta penerima BPJS gratis Pasisia Rancak.
“Karena ini akan menjadi jebakan bagi masyarakat dikemudian hari. Saat ini, untuk makan saja mereka sudah susah, ditambah lagi harus membayar tunggakan BPJS secara mandiri,” kata Dani.
Namun demikian, karena sudah terlanjur maka harus ada solusi konkret dari Pemkab Pessel agar beban tersebut tidak berkepanjangan bagi masyarakat miskin.
“Sebab, kita tidak bisa memastikan kapan kita sakit. Dari itu, sangat perlu kita bekali masyarakat miskin di Pessel dengan kartu BPJS gratis ini. Tujuannya, agar dapat meringankan beban mereka sebagai masyarakat kurang mampu,” ucapnya lagi.
Ia pun berharap, kedepan tidak ada lagi kasus serupa seperti yang dialami Sefya Ramadani, yang merupakan anak dari keluarga miskin penderita kanker payudara yang terlantar selama satu bulan di Pesisir Selatan.
“Pemkab Pessel harus segera menyelesaikan tunggakan iuran kepesertaan BPJS yang ditanggung oleh APBD maupun sharing provinsi. Sebab, yang terjebak dengan tunggakan ini adalah masyarakat miskin,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Kesehatan, Zaidina Umur, melalui Pejabat Fungsional Seleksi Rujukan dan Jaminan Kesehatan, Zaldi, pada Dinas Kesehatan Pessel, mengatakan, bahwa entitas kepesertaan JKKS per Oktober 2024 di Pesisir Selatan sebanyak 83.000 peserta.
“Itu adalah jumlah yang sudah aktif dan fix kepesertaannya. Insya Allah akan ada penambahan kepesertaan sekitar 3 ribu lagi di November 2024 nanti, yang sumber iurannya dari APBD sharing provinsi,” jelasnya.
Namun, ketika ditanya terkait berapa jumlah peserta BPJS yang sudah di off kan karena asumsi 6 bulan tidak menggunakan di usia produktif tersebut, dia tidak bisa menjelaskan lebih lanjut.
“Kita takut nanti salah menyampaikan datanya, nanti kita hitung dulu. Tidak sampai ribuan. Data pastinya nanti kita WA kan saja berapa jumlahnya,” katanya.