Politik

Program Simamak Terbentur Pergub Hidayat Pertanyakan Keberpihakan Gubernur Terhadap Pelaku Usaha Kecil

4
×

Program Simamak Terbentur Pergub Hidayat Pertanyakan Keberpihakan Gubernur Terhadap Pelaku Usaha Kecil

Sebarkan artikel ini
Penyaluran
Ketua Badan Pembuatan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Sumatera Barat, Hidayat. IST

PADANG, hantaran.co — Anggota DPRD Sumbar, Hidayat menyorot kinerja Pemerintah Provinsi Sumbar yang tak kunjung merealisasikan program penyaluran kredit tanpa agunan dan berbunga rendah untuk pelaku usaha super mikro yang tahun 2020 lalu telah disepakati bersama. Penyaluran kredit tanpa agunan, serta berbunga rendah ini dinamakan Simamak, dan merupakan gagasan DPRD melalui Komisi III.

Hidayat kepada Haluan, Minggu (20/2) menyampaikan, setelah resmi disepakati pada tahun 2020, tahun 2021 dianggarkan sebesar Rp3,9 miliar untuk program simamak ini. Namun karena terbentur dengan Pergub yang tak kunjung dikeluarkan, hingga sekarang program itu juga tak kunjung berjalan.

“Kemarin itu sudah dianggarkan sekitar Rp3,9 miliar, tapi tak terlaksana sampai sekarang, karena Pergubnya tak dikeluarkan Pemprov. Kalau seperti ini, saya meragukan kepedulian gubernur dan wakil gubernur untuk pelaku usaha kecil menengah ini,” ujarnya.

Sekaitan hal ini, Hidayat menyesalkan apa yang terjadi, karena pada masa kampanye atau saat menyusun visi-misi, kepala daerah telah komit menjadikan program untuk usaha kecil menengah sebagai prioritas. Namun faktanya, pada tatanan kebijakan, tak ada keberpihakan yang ditunjukkan.

“Sejak diujung-ujung jabatan Irwan Prayitno ini sudah kami dorong. Tapi sudah setahun pula Mahyeldi menjabat Gubernur Sumbar masih tidak direalisasikan. Sementara yang Rp3,9 miliar itu bisa menyasar lebih kurang 27 ribu pelaku usaha super mikro, dengan nilai pinjaman satu sampai lima juta,” ucap anggota Komisi III DPRD Sumbar tersebut.

Ia menambahkan, skema program tersebut adalah pelaku usaha meminjam modal usaha pada Bank Nagari dengan bunga pasar. Namun sebagian besar bunganya disubsidi oleh APBD, Dalam hal ini, telah disepakati bahwa peminjam hanya dikenakan bunga dua persen setahun.

Ada dua sasaran yang diharapkan dengan program Simamak ini. Pertama, pelaku usaha mikro mendapatkan pembiayaan dari bank dengan bunga sangat kecil. Kemudian juga mengedukasi bagaimana pelaku usaha yang selama ini malas atau belum berpengalaman berurusan dengan bank menjadi ramah dengan fasilitas pembiayaan bank.

“Kita berharap bila usahanya berkembang dan ingin modal lebih besar, bank sudah memiliki rekam jejak transaksi keuangan dan kepatuhan debitur membayar kewajibannya sehingga lebih mudah mendapatkan modal selanjutnya. Namun, sayang setelah dikonfirmasi ke Pemprov, program ini belum terlaksana karena terbentur Pergub. Padahal Bank Nagari sudah siap melaksanakan melalui program Simamak tersebut,” jelasnya.

Hidayat menyebutkan, sampai hari ini, permodalan dan perizinan masih menjadi problem utama bagi sebagian besar pelaku usaha super mikro dan mikro di daerah. Hal ini juga terungkap saat reses perorangan yang ia laksanakan di Kota Padang, Kamis (17/2) lalu.

Pada kegiatan yang dihadiri ratusan pelaku usaha super mikro dan mikro di Kota Padang tersebut, ia mendapatkan informasi bahwa khusus pelaku usaha super mikro dengan omzet rata-rata ratusan ribu sampai dua jutaan per hari, masih cenderung mamanfaatkan jasa renternir mendapat pembiayaan untuk modal usaha.
Menurutnya, meminjam kepada renternir ini sangat membebani para pelaku usaha super mikro dan mikro, karena bunganya yang tinggi, yakni hingga mencapai 10 persen seminggu.

“Membayangkan bunga yang tinggi hingga 10 persen seminggu, ya jelas keuntungan usaha bisa tersedot habis hanya untuk membayar kewajiban utang berbunga besar tersebut. Ada yang jualan ikan keliling meminjam modal Rp500 ribu dengan omzet lebih kurang Rp700 ribu. Ini kondisi bila semua ikan terjual habis, maka keuntungan Rp200 ribu harus dibagi ke rentenir sebesar Rp50 ribu, tambah nilai utang pokok Rp500 ribu. Bagaimana bila ikan tidak habis. Artinya, kualitas ekonominya sulit berkembang. Ini satu contoh kecil yang dialami pelaku usaha super mikro,” katanya.

Hidayat melanjutkan, sesungguhnya tidak ada alasan mendasar kenapa pergub ini tidak terbit, jika ada kemauan. Hal ini, menurutnya, soal komitmen gubernur saja apakah betul-betul berpihak kepada pelaku usaha kecil atau tidak.

“Saya sudah suarakan pada berbagai kesempatan resmi di DPRD, namun demikianlah faktanya. Bahwa sampai hari ini komitmen itu tidak konkret,” ucap Hidayat.

Sementara itu, pada kesempatan reses yang dilaksanakan Hidayat, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DMPTSP) Sumbar, Widya Sari menyampaikan tata cara dan syarat pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB).

“DMPTS siap memfasilitasi dan membantu pengurusan NIB melalui system OSS. Sebab, dengan telah memiliki NIB maka para pelaku usaha akan terdata dan memiliki peluang mendapatkan akses pembinaan berupa pelatihan pelatihan dan fasilitas lainnya dari pemerintah, termasuk memudahkan untuk mendapatkan akses permodalan melalui perbankan. NIB ini akan memudahkan untuk pengembangan usaha,” katanya.

NIB, kata dia, merupakan wujud legalitas bagi pemilik usaha. Untuk pengambangan usaha dan mendapatkan permodalan oleh OJK pelaku usaha tersebut wajib memiliki NIB.

Sementara, Kabid Perizinan dan Kelembagaan Koperasi Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Sainida Agustin menjelaskan, terkait NIB, Dinas Koperasi dan UMKM, sudah memiliki program pendataan di delapan kabupaten dan satu kota se-Sumbar yang dimulai April sampai Agustus 2022.

“Khusus Kota Padang jumlahnya 71 ribu. Silakan mendaftar, kami akan melayani sepenuh hati. Akan lebih efektif bila pengajuan permohonan perizinan dilakukan melalui suatu kelembagaan,” ucapnya. (*)

Leni/hantaran.co