PADANG, hantaran.co — Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbar Ade Edward juga mengatakan, prinsip dasarnya bahwa bencana alam akan berulang (siklik) di tempat yang sama. Peneliti memperkirakan, Mentawai Megatrust siklus 200 tahunnya terjadi tepat pada 1997.
“Jejak terakhirnya 1797. Namun selanjutnya bisa jadi 190 tahun kemudian, 225 tahun, atau 235 tahun, dan lain-lain. Intinya para ahli sudah memprediksi periode ulangan, tapi waktu persisnya tidak diketahui,” jelasnya.
Ade menerangkan, energi di Mentawai Megatrust menumpuk seperti tabungan, dan energi yang dilepaskan bisa saja mencapai 8.9 hingga 9 skalarichter (SR). “Zona nya sudah diketahui. Skenarionya juga sudah diketahui, tapi yang tidak bisa diketahui itu saatnya,” ucap Ade lagi.
Oleh sebab itu, sambung Ade, mitigasi terhadap bencana tersebut tetap sangat penting dilakukan meski pun di tengah pandemi Covid-19. Edukasi kepada masyarakat yang berbasiskan pada kearifan lokal dan berdasar fakta empiris perlu dilakukan dari waktu ke waktu.
“Yang lebih diperlukan adalah, bagaimana masyarakat mengenali gempa yang dirasakan, sehingga tidak termakan informasi hoaks. Dengan dasar mengerti saat merasakan gempa itulah, masyarakat bisa mengambil keputusan untuk evakuasi. Ini peringatan dini yg paling efektif,” kata Ade lagi. (*)
Yesi/Ishaq/hantaran.co