PADANG, hantaran.co — Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level IV hingga 2 Agustus mendatang dengan ketentuan pembatasan yang lebih longgar ketimbang penerapan PPKM Darurat. Keputusan itu diambil saat pembatasan ketat dinilai belum cukup efektif menekan laju penularan Covid-19.
Kepala Laboratorium Unand, Andani Eka Putra, kepada Haluan mengatakan, penanganan pandemi Covid-19 di Sumbar harus belajar banyak dari penerapan PPKM Darurat yang diberlakukan selama dua pekan, yang belum cukup efektif menekan laju kasus positif. Termasuk dalam meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menerapan protokol kesehatan.
Andani menilai, masih banyak warga yang hanya mematuhi menerapkan prokes saat petugas melakukan patrol. Namun setelah patroli usai, masyarakat kembali abai dalam menjalankan ketentuan prokes seperti memakai masker dan menghindari kerumunan. Selain itu, bahkan ada masyarakat yang memprotes pembatasan yang diberlakukan.
“Langkah paling bijak yang seharusnya diambil bukan dengan melakukan pembatasan aktivitas. Belajar dari PPKM Darurat yang diberlakukan di beberapa daerah di Sumbar, itu tidak efektif menekan masyarakat agar lebih disiplin menerapkan prokes. Langkah paling efektif adalah membuat komitmen dengan masyarakat, bahwa jika mereka ingin aktivitas ekonomi hidup, mereka harus berjanji menaati prokes dengan ketentuan jika ditemukan ada yang melanggar, maka usahanya akan ditutup dan diberi sanksi tegas,” kata Andani kepada Haluan, Minggu (25/7/2021).
Andani memisalkan efektivitas komitmen dengan masyarakat itu dengan kebijakan dalam percepatan vaksinansi, di mana pemerintah memberikan aturan wajib vaksin bagi pelaku perjalanan jauh, dan bagi warga yang ingin memperoleh beberapa layanan publik. Dampak dari kebijakan itu, masyarakat kemudian banyak yang ingin divaksin.
“Dengan cara seperti itu, bisa dilihat dampaknya, masyarakat saat ini berbondong-bondong menjalani vaksinasi. Ini cara yang paling memungkinkan yang harus diambil saat ini untuk menekan agar masyarakat lebih disiplin menjalankan prokes,” ujarnya.
Di samping itu, kata Andani, kondisi pandemi Covid-19 di Sumbar juga masih mengkhawatirkan, karena rasio penambahan kasus harian atau Positivity Rate (PR) yang terus mengalami peningkatan yang cukup sigifikan. Beberapa bulan yang lalu, PR Sumbar tercatat pada angka 12 persen atau 14 persen, tetapi saat ini meningkat hingga 40 persen.
“Saya mengatakan kondisi kita sangat sangat rawan. Angka positif kita terus mengalami kenaikan dari 12 persen naik menjadi 16 persen sampai hari ini 40 persen. Ini sangat mengkhawatirkan, dan bisa dibayangkan jika setiap hari ada 600 sampai 800 kasus positif. Sedangkan pasien sembuh hanya sekitar 200 kasus,” ujarnya.
Menurutnya, lonjakan pandemi yang melanda Pulau Jawa juga berpotensi dapat terjadi di Sumbar. Ia memisalkan, kondisi penularan di sejumlah daerah di Pulau Jawa yang terus meningkat, seperti di Surabaya di mana rumah sakit sudah penuh dan tidak bisa lagi menampung pasien, sehingga sebagian pasien Covid-19 terpaksa menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.
Terlebih, kata Andani, fenomena saat ini adalah banyaknya pasien isolasi mandiri di rumah yang kemudian meninggal dunia, karena tidak mendapatkan perawatan yang tepat selama menjalani isolasi. Kasus serupa itu, katanya, bahkan sudah terjadi di Kota Padang berdasarkan laporan dari warga.
“Banyak pasien yang isolasi di rumah sendiri karena rumah sakit penuh. Dan sekarang, sejak 1 Juni, ada 3 ribu orang yang isolasi mandiri itu meninggal di rumah. Ini risiko pandemi saat ini. Padahal, sekitar 95 persen dari 3 ribu orang itu bisa diselamatkan jika mendapatkan pertolongan cepat dan tepat,” ujarnya.
Belum lagi, kata Andani, kondisi rumah sakit di Sumbar tidak sesiap rumah sakit di Pulau Jawa yang memiliki alat dan fasilitas lebih lengkap. “Kalau terjadi ledakan kasus di Sumbar, kita tidak bisa apa-apa lagi. Fasilitas rumah sakit kita tidak selengkap di Jawa,” ujarnya. (*)
Riga/hantaran.co