PADANG, hantaran.co — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumbar masih menunggu tindak lanjut Pemprov Sumbar atas rekomendasi terkait dugaan penyimpangan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp4,9 miliar. Rekomendasi berupa pengembalian uang ke kas daerah serta sanksi bagi pejabat terkait harus dieksekusi paling 29 Februari 2021.
Kepala BPK Wilayah Sumbar, Yusnadewi, menyebutkan, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2020, ditemukan adanya penggelembungan anggaran untuk pembelian hand sanitizer pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar senilai Rp4,9 miliar.
Temuan tersebut, ujarnya, berawal dari kecurigaan tim audit BPK atas transasksi tunai sebesar Rp49 miliar yang dilakukan oleh BPBD Sumbar. Hal ini lantaran transaksi tunai sangat rentan terhadap tindak penyelewengan. Terlebih, Pemprov Sumbar semestinya sudah memiliki sistem pembayaran nontunai.
“Seharusnya seluruh transaksi di Pemprov Sumbar sudah nontunai. Lalu, tiba-tiba ada transaksi tunai sebesar Rp49 miliar. Makanya kami curiga. Akhirnya, setelah diperiksa, ditemukan pemahalan harga pembelian hand sanitizer sebesar Rp4,9 miliar,” ujarnya saat Media Whorkshop Hasil Pemeriksaan BPK Sumbar Semester II 2020, Kamis (25/2/2021).
Atas temuan tersebut, BPK memberikan rekomendasi berupa pengembalian uang sebesar Rp4,9 miliar ke kas daerah dan pemberian sanksi kepada pejabat terkait pada 29 Desember 2020 lalu. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, instansi terkait mesti menindaklanjuti hasil temuan tersebut selambat-lambatnya 60 hari sejak laporan diterima.
Menindaklanjuti rekomendasi itu, kata Yusnadewi, BPBD Sumbar sudah mengembalikan kelebihan anggaran tersebut sebesar Rp1,1 miliar. “Jadi masih tersisa sekitar Rp3,8 miliar. Memang, secara aturan, instansi bersangkutan tidak harus langsung melunasi. Biarpun begitu, kami tetap berharap, seluruhnya berjumlah Rp4,9 miliar itu dikembalikan sebelum 29 Februari,” katanya lagi.
Kendati demikian, ia memastikan bahwa kasus ini tidak hanya akan berakhir sampai kelebihan anggaran tersebut dikembalikan ke kas daerah. Ia menyebutkan, pihaknya telah mengirimkan laporan ke BPK untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Ia juga mengatakan, temuan ini masih harus didalami, karena menurutnya potensi-potensi penyelewengan lainnya masih terbuka lebar. “Ini kan baru dari hasil pemeriksaan intern saja. Untuk pemeriksaan lebih lanjut nanti akan kami dalami Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Bisa jadi akan ada temuan-temuan lain nya,” ujarnya.
Di samping itu, ia tidak menampik bahwa kasus mark up hand sanitizer ini bisa berujung pada tindak pidana. Ia melihat ada indikasi-indikasi kea rah sana. Hanya saja, hal ini tentu mesti ditindaklanjuti dengan pemeriksaan investigasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH).”Karena tentu APH yang lebih berwenang untuk itu,” ucapnya.
Hasil Konsultasi
Sebelumnya, berdasarkan hasil konsultasi Panitia Khusus (Pansus) terkait Penanganan Covid-19 DPRD Sumbar ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Senin 22 Februari, diperoleh gambaran bahwa temuan memahalkan harga dalam pengadaan sejumlah barang cukup ditindaklanjuti dengan pengembalian.
Wakil Ketua DPRD Sumbar, Irsyad Safar, yang juga penanggung jawab (Pj) Pansus Pembahasan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Atas Kepatuhan Penanganan Covid-19 di Sumbar mengatakan, ketiadaan aturan detail sebagai acuan dalam pengadaan menjadi landasan langkah pengembalian dapat dilakukan.
“Dari konsultasi ke BNPB diperoleh gambaran, karena Covid-19 adalah pandemi baru, maka ini masuk kategori bencana nonalam yang tidak hanya terjadi Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Sehingga, terkait pengelolaan dan penanganan dampaknya, belum ada acuan detail. Lalu, jika terjadi pemahalan harga dan sebagainya, menurut BNPB dikembalikan saja. Tidak ada masalah,” ujar Irsyad.
Irsyad menuturkan, dalam penanganan Covid-19, meski belum ada acuan yang detail, selama ini pemerintah tetap menanggapi situasi yang ada dengan melakukan hal terbaik seoptimal mungkin. Seperti, tidak boleh ada satu kasus positif pun yang tak tertangani dengan maksimal.
Ia menambahkan, pengayaan-pengayaan yang diperoleh saat melakukan konsultasi ke BNPB, juga akan menjadi bahan masukan atas rekomendasi yang nantinya akan disampaikan Pansus melalui rapat paripurna di DPRD. “Sesuai jadwal, Jumat (26/2/2021) akan diparipurnakan,” ucapnya lagi.
Sebelumnya, untuk menindaklanjuti LHP BPK kepada DPRD Sumbar terkait indikasi temuan sekitar Rp150 miliar dalam pengadaan barang yang diduga tak sesuai ketentuan, DPRD Kemudian membentuk Pansus pada Rabu (17/2). Ketua DPRD Provinsi Sumbar Supardi menjelaskan, DPRD menerima LHP dari BPK pada 29 Desember 2020.
“Dalam LHP Kepatuhan, BPK menyimpulkan beberapa hal. Di antaranya ada indikasi memahalkan harga dalam pengadaan cairan pembersih tangan (handsanitizer) dan transaksi pembayaran kepada penyedia barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan, sehingga berpotensi menyebabkan penyalahgunaan,” kata Supardi saat itu.
Sebelumnya kepada Haluan, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sumbar Erman Rahman menyebutkan, memang ditemukan pengadaan barang terkait Covid-19 yang kemahalan senilai Rp4,9 miliar, tetapi sejumlah urang tersebut telah dikembalikan oleh pihak penyedia, sesuai dengan pakta integritas yang berlaku antara BPBD Sumbar dengan penyedia.
Menurut Erman, pengadaan sejumlah barang dalam rangka penanganan Covid-19 di Sumbar pada awal pandemi memang berlangsung dalam situasi extraordinary atau luar biasa. Sehingga wajar terjadi pemahalan harga untuk beberapa item barang sulit diperoleh di pasaran.
“Situasinya saat itu awal pandemi, dan extraordinary. Pengadaannya pakai pola pengadaan khusus. Pre order (PO) darurat, tetapi bisa dipertanggungjawabkan, yang penting ada ketersediaan logistik bagi tenaga medis dan masyarakat seperti, baju hazmat, masker, dan handsanitaizer. Dalam situasi saat itu, tentu keselamatan warga diutamakan,” kata Erman.
Namun begitu, kata Erman lagi, berdasarkan pakta integritas yang terjalin antara pihak penyedia dengan BPBD Sumbar, maka temuan kemalanan harga tersebut bersedia dikembalikan oleh pihak penyedia.
“Alhamdulillah ini sudah dilakukan oleh penyedia. Mereka paham dengan kondisi bahwa terjadi kemahalan harga, dan bersedia mengembalikan Rp4,9 miliar,” katanya lagi. (*)
Hamdani/hantaran.co