PADANG, hantaran.co — Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dinilai belum ampuh menekan penularan Covid-19 di Sumbar, sehingga wacana revisi terus berembus di tengah lonjakan kasus yang terjadi sejak April 2021. Namun di sisi lain, kalangan DPRD Sumbar menilai minimnya dampak Perda AKB disebabkan penerapan yang belum maksimal.
Pengamat Hukum Kesehatan dari Universitas Ekasakti (Unes) Padang, Firdaus Diezo, mengatakan, hampir setahun Perda AKB diberlakukan, masih belum berdampak masif pada terkendalinya pandemi Covid-19 di Sumbar. Terutama sekali dalam menekan jumlah penambahan kasus positif. Sebab faktanya, semakin terjadi peningkatan kasus yang signifikan di Sumbar.
“Setelah hampir satu tahun Perda berlaku, apakah berdampak pada penekanan penyebaran. Atau dalam menurunkan jumlah pelanggaran protokol kesehatan. Malah sebaliknya, angka penyebaran Covid-19 dan pelanggaran prokes semakin meningkat,” kata Firdaus kepada Haluan, Selasa (18/5/2021).
Menurut Firdaus, Perda AKB memang perlu segera direvisi, terutama sekali untuk tujuan memperberat sanksi bagi warga yang masih melanggar ketentuan protokol kesehatan. Sehingga, Perda benar-benar bisa memberikan efek jera dan seiring dengan itu meningkatkan kesadaraan dalam penerapan protokol kesehatan.
Selain itu, sambung Firdaus, Perda AKB mestinya juga mengatur sanksi yang tegas bagi pengelola pusat pembelanjaan, restoran, dan tempat hiburan lainnya, yang tidak menyediakan fasilitas penunjang pelaksanaan prokes, seperti penyediaan sarana pencuci tangan, memasang tanda untuk menjaga jarak, serta fasilitas pemeriksaan suhu tubuh.
“Padahal di tempat itu rawan terjadi kerumunan yang berpotensi menyebabkan penularan Covid-19. Bagi yang tidak menyediakan fasilitas itu, mesti ditindak tegas. Selama ini, itu yang jadi komplain masyarakat. Tempat ibadah wajib menerapkan prokes ketat, sementara fasilitas umum lain tidak diperhatikan,” ujarnya lagi.
Firdaus berharap, dengan direvisinya Perda AKB, maka pengawasan dan penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan ke depan bisa lebih menyeluruh. Sebab, penerapan hukum mesti dimulai dari subtansi hukum hukum yang jelas dan tegas, sehingga berlanjut menjadi budaya hukum di tengah masyarakat (law culture).
Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, menyatakan, Pemprov memang akan menyiapkan draf revisi atas Perda AKB tersebut. Sebab, Pemprov menyadari bahwa proses pembentukan Perda setahun yang lalu berlangsung dalam proses yang cepat, sehingga masih terdapat banyak kelemahan di dalamnya.
“Dalam perjalanan, Perda AKB ini tentu perlu direvisi. Penyempurnaan-penyempurnaan aturan itu hal yang wajar. Semakin banyak masukan, semakin banyak evaluasi, maka tentu akan semakin bagus Perda kita ini,” ujarnya.
DPRD : Penerapan Tak Maksimal
Namun demikian, setelah dua pekan wacana revisi muncul, usulan revisi Perda AKB hingga saat ini masih belum diterima oleh DPRD Sumbar. Di samping itu, revisi Perda AKB juga tidak masuk dalam program prioritas Rancangan Perda (Ranperda) di DPRD Sumbar untuk tahun 2021.
“Draf usulan revisi Perda AKB belum kami terima. Pada prinsipnya, DPRD tidak keberatan jika dilakukan revisi atau penyempurnaan. Selama Perda AKB ini belum terbukti memberikan efek jera atau membangun kedisipilinan di tengah masyarakat,” ujar anggota DPRD Sumbar dari Fraksi Partai Demokrat, Arkadius Datuak Intan Bano, Selasa (17/5).
Wakil Ketua Pansus Penyusunan Perda AKB setahun lalu itu menyebutkan, Pemprov Sumbar harus menyiapkan kajian dalam pengajuan revisi Perda AKB tersebut. Terutama sekali terkait pelaksanaan penerapan Perda di lapangan selama ini.
Arkadius menilai, penerapan Perda AKB sejauh ini belum dijalankan dengan optimal, mulai dari tahap sosialisasi Perda yang minim, lemahnya upaya mengedukasi masyarakat terkait prokes, hingga penegakan hukum seperti razia atau Operasi Yustisi. Sehingga, tentu saja berdampak pada hasil penanganan Covid-19 di Sumbar.
“Perda AKB kita ini pertama di Indonesia. Regulasi ini dilahirkan sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari penyebaran Covid-19. Hanya saja, sampai saat ini Pemprov Sumbar belum konsisten dalam penegakannya,” ujarnya lagi.
Sebelumnya, Polda Sumbar telah mengusulkan dilakukannya revisi atas Perda AKB tersebut. Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Satake Bayu Setianto menyatakan, poin utama dari usulan Polda adalah dari segi penindakan dan penegakan hukum. Menurutnya, hingga saat ini kesadaran masyarakat untuk taat protokol kesehatan masih rendah.
“Polda meminta agar Perda tentang AKB ini direvisi, terutama tentang sanksi hukumnya. Pasalnya, kesadaran masyarakat yang patuh dalam menjalankan protokol kesehatan masih lemah, seperti tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak,” ujar Satake lagi.
Polda Sumbar, kata Satake, sudah menyiapkan beberapa usulan untuk dimasukkan dalam poin revisi Perda AKB tersebut. Seperti, penindakan dalam bentuk sanksi yang diperberat menjadi Rp300 ribu-Rp500 ribu bagi yang melanggar. Sedangkan saat ini, pemberian sanksi dalam Pasal 92 ayat 2 diatur denda bagi perseorangan yang melanggar protokol kesehatan hanya sebesar Rp100 ribu.
Selain itu, sambung Satake, kepolisian juga mengusulkan adanya sanksi kurungan penjara minimal 2 hari hingga maksimal 7 hari bagi warga yang melanggar Perda AKB. Ia menilai dengan adanya sanksi yang lebih berat, maka akan dapat memberikan efek jera bagi masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan, sehingga pandemi Covid-19 bisa semakin terkendali. (*)
Leni/hantaran.co