PADANG, hantaran.co — Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Pembangunan Perencanaan Nasional (Bappenas) mengakui pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia berdampak pada lambannya pelaksanaan program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Khusus di Sumbar, data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru turut mencatat jumlah penduduk miskin meningkat sejak wabah terjadi.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar menyebutkan, bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan pengentasan kemiskinan tersendat dan menyebabkan angka ketimpangan juga semakin meningkat. Di samping itu, sebanyak 4,6 juta orang kembali bekerja di sektor informal dengan produktivitas yang rendah.
“Kalau belajar dari krisis yang lalu, sebanyak 4,6 juta orang yang masuk ke sektor pertanian saat krisis 1998 dan membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk kembali ke tingkat sebelum krisis,” kata Amalia dikutip dari merdeka.com Rabu (4/8).
Menurut Amalia, untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkan tersebut, maka Indonesia perlu melakukan perubahan fundamental dengan melakukan desain ulang transformasi ekonomi yang harus dilaksanakan secara konsisten. Sehingga, target Indonesia menjadi negara maju pada 2045 bisa tercapai.
Selain itu, Amalia menambahkan, Indonesia bisa diperkirakan akan keluar dari perangkap pendapatan menengah atau middle income trap (MIT) pada 2036. Namun, hal tersebut bisa terjadi jika pandemi Covid-19 tidak terjadi pada 2020 lalu.
Sebelum pandemi Covid-19 menyebar di dunia, kata Amalia, Pemerintah Indonesia telah menyusun dokumen Visi Indonesia 2045, dengan salah satu target Indonesia keluar dari MIT pada 2036 sampai 2038, dengan catatan angka pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 5,7 persen per tahun sepanjang 2015 sampai 2045.
Namun, sambung Amalia, kondisi dunia mengalami perubahan yang cukup signifikan akibat dampak Covid-19 yang memberi tekanan luar biasa pada perekonomian. Hal ini juga berdampak pada sektor-sektor lainnya, seperti sosial dan lingkungan.
Amelia mengatakan, pandemi Covid-19 membuat Indonesia harus melakukan redesain transformasi ekonomi agar bisa kembali ke level pertumbuhan ekonomi yang direncanakan. Pandemi Covid-19 tidak hanya membuat pertumbuhan Indonesia pada 2020 terkontraksi, tetapi juga menurunkan tingkat kesejahteraan penduduk.
“Status Indonesia kembali menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah berdasarkan pengumuman Bank Dunia pada Juli 2021, di mana Indonesia pada tahun 2019 baru naik statusnya menjadi negara upper middle income,” katanya.
Kemiskinan Sumbar Meningkat
Sebelumnya, Kepala BPS Sumbar, Herum Fajarwati, mengatakan, jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK) di Sumbar mengalami penambahan sebanyak 5,88 ribu orang, yaitu dari 364,79 ribu pada September 2020 menjadi 370,67 ribu pada Maret 2021. Menurutnya, pandemi Covid-19 yang masih melanda hingga saat ini adalah salah satu penyebab.
“Pada September 2020 saat pandemi sudah berlangsung, kemiskinan di Sumbar mengalami kenaikan 6,56 persen, dan pada Maret 2021 ketika pandemi belum berakhir, kemiskinan juga mengalami kenaikan meski tidak terlalu besar, yaitu menjadi 6,63 persen,” ujar Herum.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS, sambungnya, jumlah penduduk miskin di Sumbar mengalami kenaikan sejak pandemi Covid-19 melanda pada awal tahun lalu. Pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Sumbar tercatat 6,28 persen atau 344,23 ribu orang, yang kemudian naik menjadi 364,79 ribu orang pada September 2020, dan kembali mengalami kenaikan pada Maret 2021 menjadi 370,67 ribu orang.
Namun demikian, secara umum dijelaskan Herum, bahwa pada periode Maret 2013 hingga Maret 2021, tingkat kemiskinan di Sumbar cenderung mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentasenya. Bahkan, angkanya dapat ditekan cukup signifikan dari 411,12 ribu jiwa pada Maret 2013, menjadi 370,67 ribu jiwa Maret 2021.
“Secara persentase, jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan dari 8,14 persen pada Maret 2013, menjadi 6,63 persen pada Maret 2021. Sejak 2016 kemiskinan di Sumbar cenderung menurun, dan kembali mengalami kenaikan karena pandemi,” ujarnya.
Kemiskinan di Kota
Pengamat menilai, masyarakat yang tinggal di perkotaan dinilai lebih rentan akan kemiskinan akibat krisis pandemi dibanding yang menetap di perdesaan. Di sisi lain, pengamat ekonomi menyoroti pola konsumsi masyarakat Sumbar yang masih tergantung pada produk dari luar daerah juga dapat meningkatkan angka kemiskinan di Sumbar.
Pakar Ekonomi Universitas Andalas (Unand) Prof. Dr. Elfindri, SE., MA mengatakan dampak pandemi Covid-19 ke sektor ekonomi akan lebih besar dirasakan oleh masyarakat di tinggal daerah perkotaan. Sebab proporsi masyarakat perkotaan yang bergantung kepada upah jauh lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat perdesaan.
“Terlebih di perkotaan sumber pendapatan itu tidak bisa dikombinasikan, sehingga banyak yang bergantung pada upah. Beda dengan masyarakat desa, yang masih bisa mengkombinasikan dari berbagai sumber, seperti keluarga petani, mereka bisa menambah pendapatan dengan berdagang atau usaha tambahan,” kata Elfindri, Jumat (16/7/2021).
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar terkait angka penduduk miskin di Sumbar periode September 2020 – Maret 2021 juga menunjukan hal yang saman, yaitu adanya lonjakan penduduk miskin yang lebih tinggi di perkotaan di banding perdesaan.
Peningkatan jumlah miskin di perkotaan tercatat sebanyak 4,27 ribu orang, dari 141,31 ribu penduduk pada September 2020, menjadi 145,58 ribu pada Maret 2021. Sementara daerah perdesaan, jumlah penduduk miskin naik sebesar 1,62 ribu orang, dari 223,47 ribu orang menjadi 225,09 ribu orang.
Menurut Elfindri pandemi Covid-19 cukup berdampak besar dalam pertambahan angka kemiskinan di Sumbar. Sehingga butuh kesadaraan bersama baik dari sisi pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan ini, terutama krisis ekonomi yang ikut terdampak dari pandemi tersebut.
Meski demikian kata Elfindri, pemerintah diminta untuk menyiapkan sejumlah langkah dalam mengatasi permasalahan ekonomi dan kemiskinan di tengah masyarakat, termasuk dengan membuka peluang kerja yang lebih luas kepada masyarakat. Tambahan lapangan kerja itu bisa terjadi oleh beberapa faktor pendorong, seperti investasi, inovasi, kebijakan mengenai upah minimum, dan perubahan pola konsumsi.
Elfindri menilai, selama ini konsumsi masyarakat Sumbar masih amat bergantung pada produk-produk dari luar Sumbar, atau pun dimpor dari luar negeri. Pemerintah daerah mestinya bisa mendorong terciptanya usaha untuk memproduksi bahan-bahan konsumsi harian masyarakat sebagai pengganti produk yang datang dari luar Sumbar.
“Mulai dari kecap, mie dan bahan makanan lain. Meskipun makin banyak konsumsi barang-barang itu di Sumbar tidak akan ada dampaknya bagi perluasan lapangan kerja. Sebab barang yang kita konsumsi itu berasal dari luar semua,” katanya.
Menurut Elfindri perlu adanya perubahan pola konsumsi tersebut sehingga masyarakat Sumbar bica mencintai produk asli daerah. Dan pemerintah yang harus menjembatani pengembanan produk asli Sumbar.
Sementara itu pakar sosiologi Universitas Andalas Prof. Dr. Afrizal, MA juga menyampaikan hal yang sama, bahwa, pemerintah daerah perlu memperhatikan lonjakan penduduk miskin yang lebih tinggi di perkotaan di banding perdesaan. Seperti temuan survei dari BPS Sumbar.
“Ini menunjukkan, secara ekonomi, penduduk perkotaan terdampak lebih buruk dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Sumber pendapatan penduduk perkotaan yang mengalami penurunan berkontribusi terhadap kenaikan jumlah orang miskin di kota,” katanya kepada Haluan, Jumat (16/7).
Menurut Afrizal, penduduk perkotaan yang rawan dengan kemiskinan saat pandemi ini bisa melanda para buruh, pegawai swasta, yang kehilangan pekerjaan atau mengalami PHK. Termasuk juga para pedagang kaki lima yang mengalami penurunan omzet secara drastis, bahkan banyak yang gulung tikar akibat pandemi.
Afrizal menilai kondisi ini akan terus terjadi selama pandemi Covid-19 belum berakhir atau terkendali. Ia pun mendorong agar pemerintah daerah untuk menyiapkan sejumlah langkah dalam menekan angka penduduk miskin.
“Lalu apa antisipasi yang harus dilakukan Pemda agar tidak terjadi penambahan penduduk miskin? Pemda mesti memberikan bantuan finansial untuk bertahan hidup dan memberikan atau menyediakan alternatif sumber pendapatan lain bagi masyarakat,” ujarnya. (*)
Taufiq/hantaran.co