PADANG, hantaran.co — Pakar Hukum Pidana Universitas Andalas (Unand)Prof. Elwi Danil menilai Aparat Penegak Hukum (APH) perlu lebih intens mengusut dugaan penyelewengan dana Covid-19 dalam pengadaan hand sanitizer oleh BPBD Sumbar. Menurutnya, laporan dari BPK sudah cukup untuk dijadikan alasan bagi APH untuk memproses lebih jauh.
Elwi menyebutkan, pengusutan kasus korupsi sebagai tindak pidana khusus harus diutamakan ketimbang tindak pidana lain. Sementara itu, KPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk memproses tindak pidana korupsi, sudah selayaknya bergerak cepat merespons dugaan kasus yang menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp4,9 miliar tersebut.
Laporan dari BPK, sambung Elwi, sudah cukup untuk dijadikan alasan baik bagi KPK, jaksa, mau pun kepolisian untuk mengusut dugaan penyelewengan tersebut. Sebab dikhawatirkan, jika aparat penegak hukum tidak “jemput bola”, maka akan ada kemungkinan penghilangan barang bukti oleh pihak-pihak terkait.
“Jika tiga lembaga penegak hukum itu menunggu waktu agar yang bersangkutan mengembalikan uang, bisa saja terjadi pada masa itu penghilangan alat bukti yang sangat berharga dalam penegakan hukum pidana,” kata Elwi kepada Haluan, Rabu (3/3/2021).
Selain itu kata Elwi, salah satu karakteristik korupsi adalah tidak dilakukan oleh pelaku tunggal, dan hampir selalu dilakukan berjemaah atau lebih satu orang. Sehingga, KPK sebagai lembaga khusus diyakini memiliki strategi untuk mengembangkan perkara itu.
Elwi menyebutkan, jika KPK masih belum terlibat dalam mengungkap kasus tersebut, maka masyarakat bisa membuat laporan ke KPK terkait dugaan temuan pemahalan hand sanitizer tersebut. Namun, harus berdasarkan informasi dan bukti yang kuat. “Masyarakat punya hak untuk melaporkan ke KPK agar bisa turun tangan untuk mengusut hingga tuntas kasus itu,” katanya.
Sementara itu, Perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil Wengki Purwanto mengatakan, temuan BPK tentang dugaan penyelewengan dana itu sangat menyayat hati masyarakat. Sebab, dugaan penyelewengan terjadi di tengah situasi sulit pandemi Covid-19. Oleh karena itu pihaknya turut mendesak aparat hukum agar mengusut kasus tersebut hingga tuntas.
“Kasus ini harus ditangani dan didalami secara profesional oleh aparat penegak hukum untuk mengungkap siapa saja yang terlibat. Pengungkapan aktor intelektual dalam kasus ini sangat penting, karena dalam kasus korupsi tidak mungkin hanya satu pihak yang bermain, tidak tertutup kemungkinan banyak pihak yang menikmati uang itu,” kata Wengki.
Menurut Wengki, Gubernur Mahyeldi yang baru menjabat juga harus mengevaluasi seluruh bawahannya yang diberi mandat dalam penanganan Covid-19 di Sumbar. Terutama dalam kasus ini, gubernur juga harus berani menindak bawahannya yang terindikasi terlibat dalam dugaan penyalahgunaan dana penanganan Covid-19 tersebut.
Wengki berpendapat, adanya kasus potensi penyelewengan dana Covid-19 menjadi bukti bahwa proses penanganan pandemi di Sumbar bermasalah. Sedangkan pihak yang dirugikan dalam kasus tersebut, tentunya masyarakat.
“Pidana korupsi itu akan memunculkan efek yang sistematis. Artinya dalam kasus ini mark up harga hand sanitizer itu akan membawa dampak berkurangnya penerima manfaat dari total dana yang sebenarnya, misalkan dari dana yang ada, bisa membantu lebih banyak orang, karena ada orang yang bermain seperti ini hanya sebagian yang menerima manfaat itu,” katanya lagi.
KPK Belum Turun
Terpisah, Kepada Satuan Tugas (Kasatgas) Pencegahan Wilayah II KPK Arief Nurcahyo kepada Haluan mengatakan, pihaknya belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut terkait temuan BPK soal dugaan penyelewengan dana penanganan Covid-19 di Sumbar tersebut.
“Kami kan belum ke Sumbar, belum kami kumpulkan informasi terkait hal itu. Nanti akan kami informasikan kapan akan turun ke Sumbar,” kata Arief lewat pesan tertulis kepada Haluan.
Sementara itu di sisi lain, baik Polda Sumbar mau pun Kejati Sumbar, mengaku telah mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan penyelewengan anggaran Covid-19 tersebut. Bahkan, Polda sendiri telah memanggil sejumlah pihak untuk diperiksa. Ada pun Kejati Sumbar masih menunggu sembari terus mempelajari data dan dokumen BPK. (*)
Riga/hantaran.co