Berita

Pemusnahan Ganja 40 Kilogram dan Sabu 84 Kilogram di Sumbar: Polisi Ungkap Jaringan Narkoba Besar, Masyarakat Diminta Waspada

117
×

Pemusnahan Ganja 40 Kilogram dan Sabu 84 Kilogram di Sumbar: Polisi Ungkap Jaringan Narkoba Besar, Masyarakat Diminta Waspada

Sebarkan artikel ini
Pemusnahan Narkoba/isr
Pemusnahan Narkoba/isr

PADANG, HANTARAN.CO — Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Sumatera Barat memusnahkan barang bukti narkotika jenis ganja seberat 40,09 kilogram dan sabu-sabu seberat 84,8 gram hasil pengungkapan kasus selama bulan September 2025.

Pemusnahan dilakukan pada Selasa (7/10/25) pagi di halaman Mapolda Sumbar, disaksikan oleh unsur Forkopimda dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumbar.

Direktur Reserse Narkoba Polda Sumbar Kombes Pol Weddy Mahadi mengatakan, pemusnahan ini merupakan tindak lanjut dari kasus yang telah memperoleh surat penetapan pemusnahan barang bukti dari pengadilan.

Ia menjelaskan, kejahatan narkoba merupakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yang memerlukan sinergi lintas sektor dalam penanganannya.

“Alhamdulillah, atas sinergi dan kerja sama yang kita lakukan dengan semua pihak, pemberantasan secara komprehensif dapat terus kita lakukan,” ujar Weddy.

Barang bukti ganja yang dimusnahkan berasal dari hasil tangkapan pada 13 September 2025 di Jalan Gelugur, Nagari Padang Gelugur, Kabupaten Pasaman. Dari tangan tersangka bernama Fajri, petugas mengamankan 40,09 kilogram ganja siap edar.

Sementara itu, sabu-sabu seberat 94,82 gram disita dari hasil penangkapan di jalan lintas Padang–Painan, kawasan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang. Kasus ini berhasil diungkap berkat koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antara kepolisian dengan masyarakat.

Menurut Weddy, kedua kasus tersebut menunjukkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menekan peredaran gelap narkoba di Sumatera Barat.


“Informasi yang masuk dari masyarakat sangat membantu kami dalam menindak para pelaku peredaran gelap narkoba,” katanya.

Sepanjang bulan September 2025, Ditresnarkoba Polda Sumbar mencatat sebanyak 14 kasus dengan 19 tersangka yang berhasil diamankan. Dari pengungkapan tersebut, total barang bukti yang disita mencapai 641,156 gram sabu, 48.159,52 gram ganja, dan 1.411 butir pil ekstasi.

Sejumlah kasus menonjol berhasil diungkap, di antaranya penangkapan Davi Alfarellino dan Rahman di Kota Padang dengan barang bukti 480 gram ganja, serta penangkapan Fajrul Imam Yuza di parkiran Paradise B&B Padang dengan 441 butir pil ekstasi.

Dalam kesempatan yang sama, Kabid Berantas BNNP Sumbar Kombes Pol Ferry Herlambang menyampaikan apresiasi terhadap kinerja Polda Sumbar yang dinilai berhasil mengungkap kasus besar. Ia menyebut keberhasilan ini merupakan langkah nyata dalam menyelamatkan masyarakat Sumbar dari ancaman narkoba.

“Kami mengapresiasi Polda Sumbar. Ini tangkapan luar biasa. Paling tidak kita telah bersama-sama menyelamatkan masyarakat Sumbar dari penyakit kecanduan narkoba. Karena beberapa orang yang direhabilitasi pun tidak akan bisa kembali normal seratus persen,” ujarnya.

Ferry menjelaskan, berdasarkan laporan Drug Report BNN, tingkat prevalensi penyalahgunaan narkoba di Sumatera Barat mencapai 1,1 persen dari jumlah penduduk. Artinya, sekitar 70 ribu warga Sumbar telah terdampak narkoba dalam berbagai bentuk.

“Untuk itu, kami mengajak semua pihak untuk terus bekerja sama dan berkolaborasi. Mari kita cegah peredaran gelap, tangkap para bandar, dan rehabilitasi para pengguna serta pecandu agar mereka bisa kembali produktif,” tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat, Brigjen Pol Ricky Yanuarfi telah mengungkapkan fakta mencengangkan terkait peredaran narkoba di Ranah Minang.


Menurutnya, dari 262 orang pecandu narkoba yang menjalani rawat inap dalam lima tahun terakhir di RSJ HB Saanin Padang, 40 bahkan telah di antaranya dinyatakan mengalami gangguan jiwa permanen akibat kerusakan otak karena penggunaan narkotika.

“Ini bukti nyata. Narkotika bukan hanya merusak fisik, tapi menghancurkan jiwa dan pikiran. Banyak dari mereka yang tidak akan pernah kembali normal,” ujarnya Senin (6/10)

Brigjen Ricky menyebut, efek paling menakutkan dari narkoba adalah kegilaan. Pengguna yang sudah parah cenderung kehilangan kendali diri, mengalami gangguan mental berat, bahkan agresif sehingga membutuhkan obat penenang seumur hidup.

“Mereka tidak akan pernah dinyatakan benar-benar pulih. Kalaupun pulih, belum tentu sembuh. Karena sebagian besar akhirnya relapse, kembali menggunakan,” tegasnya.

Merujuk hasil riset Badan Narkotika Nasional (BNN), dari10 pengguna narkotika, 8 di antaranya akan kembali relapse atau kambuh. Inilah yang membuat rehabilitasi pasca-rawat menjadi krusial.

“Pasca rehabilitasi sangat penting untuk mengontrol agar mereka tidak relapse. Tapi ini tidak bisa BNN kerja sendiri. Harus ada kolaborasi — dengan Balai Latihan Kerja, perusahaan, dan lembaga sosial untuk membantu mereka kembali diterima di masyarakat,” tutur Brigjen Ricky.

Sayangnya, tantangan sosial masih besar. Banyak pecandu yang kehilangan kepercayaan diri dan kesempatan kerja. Dunia pendidikan dan industri masih menutup pintu bagi mereka.

“Coba saja, perguruan tinggi mana atau perusahaan mana yang mau terima mantan pecandu jadi security? Hampir tak ada. Ini masalah sosial yang berat,” ucapnya.

Saat ini, di Sumatera Barat hanya ada satu fasilitas rehabilitasi gratis, yakni di RSJ HB Saanin Padang.
Sementara BNN sendiri memiliki beberapa pusat rehabilitasi nasional di Lido (Jawa Barat), Batam, Lampung, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Namun, akses ke fasilitas tersebut masih terkendala stigma sosial.


“Masih banyak keluarga yang malu melapor. Mereka anggap anaknya pecandu itu aib, menurunkan kehormatan keluarga. Akhirnya disembunyikan. Padahal, aib yang disembunyikan justru jadi bencana,” kata Ricky.

Meski begitu, ia bersyukur karena dalam satu setengah tahun terakhir kesadaran masyarakat mulai tumbuh.
“Sudah mulai banyak yang lapor diri, walau belum signifikan. Tapi ini langkah maju,” ujarnya optimistis.

Lebih jauh, Brigjen Ricky mengungkap perubahan besar dalam peta peredaran narkoba di Ranah Minang.
“Kalau dulu Sumbar hanya daerah transit, sekarang sudah jadi daerah tujuan. Bahkan sudah jadi gudang,” ungkapnya.

Ia mencontohkan penangkapan besar baru-baru ini. Dimana 50 kilogram ganja dan sabu-sabu yang diamankan tim BNN, dengan 10 kilogram di antaranya untuk pasar Sumba, sementara sisanya hendak dikirim ke Sumatera Selatan.

“Ini menunjukkan pasar Sumbar sudah tumbuh. Artinya, tingkat permintaan pengguna juga meningkat,” terangnya.

Menariknya, menurut Ricky, fenomena narkotika di Sumbar tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi ekonomi.

“Ekonomi boleh sulit, tapi kalau sudah kecanduan, orang akan tetap cari. Mereka jual apa saja — kompor, motor, bahkan barang rumah tangga — demi beli sabu,” ujarnya.

Mayoritas pengguna berasal dari kalangan ekonomi bawah dan marginal terutama pengguna ganja. Sementara pengguna sabu, berasal dari kelompok ekonomi sedikit lebih tinggi, meski kini sabu pun dijual dengan paket hemat.

“Sabu sekarang ada yang dijual Rp50.000 per paket, cukup untuk tiga kali sedot. Bayangkan, murah, tapi mematikan,” katanya.

BNNP Sumbar akan terus fokus mengejar bandar, kurir, dan jaringan pengedaran besar. Sementara pecandu tetap diarahkan ke rehabilitasi.

“Penyalahguna tetap kita upayakan rehabilitasi. Tapi bandar dan pengedar akan kita kejar habis. Tidak ada kompromi,” tegasnya. (h/fzi)