Pesisir Selatan, hantaran.co – Konsumen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Langkisau, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), menyampaikan kekecewaannya karena sudah puluhan tahun menjadi pelanggan, namun tidak pernah mendapatkan air yang bersih higienis dan berkualitas dari penyedia jasa.
Padahal untuk mendapatkan air yang bersih dan berkualitas untuk kesehatan merupakan hak yang harus dipenuhi oleh produsen, apalagi konsumennya merupakan langganan perusahaan plat merah milik pemerintah daerah sendiri.
“Sebagai pelanggan PDAM Tirta Langkisau, kami tentunya sangat kecewa dengan kualitas air yang dialirkan ke rumah-rumah warga. Sebab, air yang mengalir ke dalam bak penampungan air di rumah kami sering keruh berwarna kuning seperti tanah. Terutama sekali bila musim hujan datang,” ujar Yasni (51) seorang ibu rumah tangga di Nagari Painan Timur, Kecamatan IV Jurai, Rabu (27/3).
Ia mengaku sudah puluhan tahun menjadi pelanggan PDAM Tirta Langkisau, namun hingga saat ini kualitas airnya masih saja jauh dari harapan masyarakat.
“Semestinya pihak PDAM berupaya setiap tahun untuk meningkatkan kualitas airnya, karena sebagai pelanggan itu merupakan hak kami dari kewajiban yang dibayarkan setiap bulan,” katanya.
Keluhan yang sama juga disampaikan pelanggan lainnya Wati (47), ia berharap agar pihak terkait bisa memberikan sanksi dan teguran keras terhadap keluhan yang disampaikan oleh warga tersebut.
“Sebagai konsumen kami melihat pihak PDAM selalu melakukan perbaikan jaringan setiap tahunnya. Namun perbaikan kualitas air tidak juga kami rasakan manfaatnya. Bahkan semakin buruk dari tahun ke tahun. Apa perlu kami demo dulu, baru keluhan kami ini diperhatikan,” ujarnya.
Kondisi air tidak bersih tersebut, kata dia, bisa dilihat dan diamati secara langsung pada ujung kran air di rumah nya.
“Kalau hari hujan, air yang mengalir di saluran pipa saya pastikan akan berwarna kuning seperti tanah, bahkan juga diiringi oleh cacing. Itu menandakan bahwa air yang dialirkan ke rumah kami tanpa melalui proses pengelolaan melalui Water Treatment Plant (WTP). Sebab, jika diolah terlebih dahulu, maka tidak akan keruh seperti itu. Kadang-kadang oleh petugas cepat dimatikan alirannya, dengan maksud agar air keruh tidak sampai mengalir ke rumah-rumah warga. Akibatnya bisa pula kami seharian lebih tidak mendapatkan pasokan air dari PDAM,” ucapnya lagi.
Terkait keluhan masyarakat tersebut, Direktur PDAM Tirta Langkisau, Herman Budiarto, melalui Kepala Bagian (Kabag) Teknis, Hendra Azmi, mengakui bahwa setiap hari hujan jika petugas lupa mematikan kran, maka air yang mengalir akan keruh.
“Kondisi ini terjadi karena WTP sebagai filter penyaring air supaya jernih tidak mampu. Sebab, daya olah dengan jumlah konsumen yang akan dilayani jauh lebih besar. Di lapangan kemampuan olah WTP 50 liter per detik dan itu hanya mampu mengaliri 50 pelanggan, tidak 80 pelanggan sebagaimana mestinya,” katanya.
Namun hal tersebut disiasati agar air yang dialirkan ke konsumen tidak keruh saat musim hujan, maka petugas di lapangan segera melakukan penutupan jaringan.
“Tapi seringkali petugas di lapangan mengalami kealpaan atau lupa, sehingga membuat air menjadi keruh sampai ke rumah konsumen. Karena kealpaan ini sehingga mereka kita tegur,” ujarnya.
Ia menjelaskan, hingga kini jumlah pelanggan PDAM Tirta Langkisau ada sebanyak 26 ribu sambungan lebih.
Dari jumlah itu, kata dia, PDAM Tirta Langkisau mengalami kekurangan WTP sebesar 50 persen. Sebab, kebutuhan ideal dengan jumlah 26 ribu pelanggan itu setidaknya dibutuhkan WTP sebanyak 500 unit, namun yang ada saat ini baru sebanyak 290 unit.
“Dengan daya olah WTP hanya 50 liter per detik, maka setidaknya kita membutuhkan sebanyak 500 unit lebih WTP. Sementara yang ada saat ini baru sebanyak 290 unit. Untuk harga satu unit WTP ini mencapai miliaran rupiah, maka dari itu kita tidak sanggup membelinya dan sangat membutuhkan bantuan pusat,” ucapnya lagi.
Ia mengatakan, untuk unit Painan saat ini sudah memiliki WTP dengan kapasitas 80 liter per detik. Untuk tahun 2025, pihaknya sudah pula mengusulkan pembangunan WTP dengan kapasitas 50 liter per detik yang akan di tempatkan di Bukit Putus Painan.
“Sedangkan untuk Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan, pembangunan WTP dan reservoir 30 liter per detik sudah dilakukan sejak tahun 2021 dengan nilai Rp 17 miliar. Pengelolaan air di WTP itu menggunakan bahan kimia yang terdiri dari soda dan PAC,” tuturnya.