PE Sumbar Kuartal III Diyakini Masih “Merah”

Pertumbuhan Ekonomi. Iustrasi

PADANG, hantaran.co—Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatat pertumbuhan ekonomi (PE) Sumbar pada Triwulan/Kuartal ke-II tahun 2020 terkontraksi pada level -4,91 persen (year on year/yoy). Diyakini, PE di Kuartal ke-III masih berada di “angka merah” karena situasi perekonomian yang masih dibayangi ketidakpastian di tengah pandemi.

Pengamat ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Economi Action (Econact) Indonesia, Ronny P Sasmita, melihat, pertumbuhan ekonomi untuk Kuartal ke-III tidak akan jauh berbeda dengan kuartal II. “Rasanya untuk Juli ke September 2020 ini juga tak terlalu berbeda dengan kuartal sebelumnya. Pertumbuhan masih di angka merah,” kata Ronny kepada Haluan, Minggu (11/10).

Menurutnya, dalam tiga bulan terakhir, secara nasional maupun lokal kondisi perekonomian masih dibayangi ketidakpastian. Terutama sekali soal ketidakpastian arah kebijakan makro nasional dan makro lokal, yang terombang ambing antara kebijakan pembatasan dan kebijakan pembukaan kembali di tengah wabah Covid-19 yang masih berlangsung.

Dalam kondisi seperti itu, menurut Ronny, kontribusi yang perlu ditingkatkan perannya adalah sektor belanja pemerintah. Kemudian, menjaga irama ekspor dari sektor pertanian yang selama ini memang telah menopang aktivitas ekspor Sumbar.

“Terutama sekali di CPO. Lalu, sektor pertanian yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi domestik Sumbar. Selain itu sektor yang positif seperti telekomunikasi dan informasi harus dijaga, di samping tetap berusaha mengangkat sektor-sektor yang benar-benar terpengaruh oleh pandemi dengan berbagai bauran dan kreativitas kebijakan,” katanya lagi.

Ronny menyebutkan, dibanding capaian nasional di kuartal ke-II yang minus sekitar 5,3 persen, PE Sumbar terhitung masih lebih baik. Namun, kontributor utama PE Sumbar tetap mengalami kontraksi, terutama di sektor konsumsi rumah tangga dan investasi.

“Tampaknya belanja pemerintah, baik yang dari pusat maupun dari daerah sendiri, memang kurang maksimal, sehingga tekanannya cukup terasa,” ucapnya.

Begitu pun dengan kontributor sektoral, terutama akomodasi, transportasi, dan industri, yang menurut Ronny ikut mengalami tekanan yang signifikan. Sehingga, tumpuan yang tersisa hanya dari sektor informasi, teknologi, serta sektor pertanian yang tidak terlalu terimbas oleh kebijakan.

BPS : Hampir Semua Terimbas

Sebelumnya, BPS mencatat PE Sumbar pada Kuartal ke-II tahun 2020 terkontraksi pada level -4,91 persen (year on year/yoy), yang terhitung turun ketimbang Kuartal ke-I yang tumbuh pada level 3,92 persen. Ada pun pada Kuartal ke-II di tahuan 2019, tercatat sebesar 5,05 persen.

Kepala BPS Sumbar Pitono sebelumnya menyebutkan, semua lapangan usaha mengalami kontraksi kecuali lima lapangan usaha. “Lima lapangan usaha itu antara lain bidang Informasi dan Komunikasi, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa Pendidikan, Real Estate, dan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan,” kata Pitono kepada Haluan.

Sementara itu dari sisi pengeluaran, komponen yang mengalami kontraksi terdalam adalah Komponen Impor Luar Negeri dengan angka -64,00 persen. Ia memastikan, bahwa Sumbar mengalami PE yang negatif karena terdimbas situasi pandemi Covid-19.

“Salah satunya Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 22 April hingga 7 Juni 2020 lalu. Itu sangat berandil pada perekonomian Sumbar,” katanya lagi.

Untuk saat ini kata Pitono, BPS tengah melaksanakan pengumpulan data Kuartal III (periode Juli-September) yang baru saja berakhir, yang datanya belum bisa dipublikasikan. Sedangkan untuk PE Kuartal ke-IV, baru akan dimulai pada Oktober hingga Desember nanti, sehingga datanya belum tersedia.

PE Nasional

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati telah merevisi proyeksi PE Nasional pada kuartal III 2020. Bendahara Negara itu mengatakan, pada kuartal III, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen. Menurutnya, PE Indonesia pada kuartal III akan berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.

Angka tersebut lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awalnya, yakni sebesar minus 2,1 persen hingga 0 persen. Ada pun secara keseluruhan, PE hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen. Sebelumnya, proyeksi Sri Mulyani berada di kisaran minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.

“Kementerian Keuangan merevisi forecast untuk September, sebelumnya untuk tahun ini minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen. Forecast terbaru September untuk 2020 di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual akhir September lalu.

Dengan revisi proyeksi PE yang cenderung negatif di akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan, PE juga bakal negatif pada kuartal III dan IV. Sebelumnya, Sri Mulyani selalu optimistis pada kuartal IV perekonomian masih bisa tumbuh positif. Meski demikian, pemerintah masih mengupayakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV mendatang bisa mendekati 0.

“Ini artinya, negatif teritori kemungkinan akan terjadi pada kuartal III dan juga masih akan berlangsung kuartal IV, yang kita upayakan untuk bisa dekati 0 atau positif,” katanya lagi.

Sri Mulyani pun merinci, berdasarkan komponen pendorong pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan negatif pada kuartal III, yaitu minus 3,0 persen hingga minus 1,5 persen. Sebelumnya pada kuartal II, konsumsi juga minus 5,6 persen. Hanya komponen konsumsi pemerintah yang diperkirakan masih positif 9,8 persen hingga 17 persen pada kuartal III.

Sebelumnya pada kuartal II, konsumsi pemerintah minus 6,9 persen. Investasi diperkirakan minus 8,5 persen hingga minus 6,6 persen pada kuartal III. Begitu juga dengan ekspor yang diperkirakan minus 13,9 persen hingga minus 8,7 persen. Impor juga diperkirakan minus 26,8 persen hingga minus 16 persen.(*)

Yesi/hantaran.co

Exit mobile version