AGAM, hantaran.Co–Ninik Mamak di Nagari Lasi, Kecamatan Cadung Kabupaten Agam, mencanangkan larangan menembak atau memikat burung yang terancam punah di wilayah nagari Lasi.
Keputusan ini bukan sekadar peraturan baru, melainkan manifestasi kegelisahan para tetua adat atas kian langkanya populasi satwa bersayap di Nagari Lasi.
Ketua KAN Lasi, AKBP Dr. Jamalul Ihsan MM. Datuak Sati, mengatakan pencanangan itu merupakan tindak lanjut dari Kesepakatan Buek Arek Nagari Lasi yang telah disepakati pada 4 Oktober lalu.
Menurutnya, musyawarah tersebut untuk memastikan kelestarian alam yang mencakup tanaman, binatang, dan sumber daya alam lainya, ada tiga pilar utama kesepakatan yang di lahirkan diantaranya.
Pelarangan total perburuan burung, dilarang memikat, menembak, dan berburu semua jenis burung yang ada di nagari.
Pengendalian penebangan pohon yaitu larangan menebang pohon di kawasan “bateh labuh pancang” tanpa izin dari Niniak Mamak (tetua adat). Izin hanya diberikan dengan syarat penggantian pohon dan harus dipastikan tidak merusak lingkungan.
Kemudian wajib tanam pohon bagi calon pengantin. Setiap anak kemenakan yang akan menikah diwajibkan menanam dua pokok kayu. Program ini disebut sebagai “kacio keluarga”
Dijelaskanya, pelestarian alam di Nagari Lasi telah dilakukan secara turun-temurun, bahkan oleh pendahulu mereka dengan cara-cara yang berbau mistik.
“Dahulu orang tua kita mengajarkan cara melestarikan alam itu berbau mistis. Misalnya jika murai berkicau di siang hari, bertanda ini, dan ini mistiknya,” ujar AKBP Dr. Jamalul Ihsan MM. Datuak Sati usai pencanangan, pelarangan berburu burung, Minggu (19/10/2025).
Namun cara seperti itu tidak dipercaya lagi oleh anak kemenakan, karena anak-anak sudah banyak yang pintar dan sekolah tinggi, sehingga mereka berburu burung-burung itu tidak takut lagi mistiknya.
“Karena itu cara melestarikan alam itu kita robah polanya dengan memberikan edukasi kepada mereka bahwa burung itu bukan karena mistiknya, tapi karena lingkungan, karena dengan adanya butung itu kelestarian bisa terpelihara termasuk, tanaman, binatang dan yang lainya. Inilah yang kita tanamkan kepada anak anak itu sejak dini, sehingga generasi berikutnya masih bisa melihat burung terbang di alam,” tegas Datuak Sati.
Bagi yang melanggar larangan berburu, menembak, atau mamikek, sanksi adat yang berat telah menanti. Datuak Sati berharap larangan ini diteruskan kepada anak dan kemenakan mereka agar kelestarian alam Lasi tetap terjaga.
Pencangan pelarangan memikek, memburu burung di nagari lasi itu mendapat dukungan dan apresiasi dari pemerintah dan akademisi diantaranya diungkapkan oleh
Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 BKSDA Sumbar, Antonius Vevri yang turut hadir langsung dalam kegiatan itu.
Menurutnya, pencanangan itu adalah hal yang layak ditiru oleh wilayah lain demi pelestarian lingkungan, terutama di kawasan sekitar Gunung Marapi.
Senada, Pemkab Agam melalui Staf Ahli, Taslim, menyatakan apresiasi dan dukungan penuh terhadap gerakan ini, yang diyakini akan memberikan dampak positif besar bagi ekosistem lokal.
Sementara pakar lingkungan hidup UNP, Prof Indang Dewata juga memberikan apresiasi yang tinggi terhadap inisiatif yang muncul dari masyarakat adat nagari lasi dalam menangani isu bencana dan konservasi
Inisiatif ini berfokus pada penggunaan kearifan lokal (local wisdom) sebagai satu solusi utama.
Pakar tersebut menilai ide ini sebagai yang pertama di Sumatera Barat dan ia berharap langkah ini dapat di adopsi oleh wali wali nagari lain di wilayah ini.
Acara pencanangan ini juga semakin meriah dengan kehadiran perwakilan Dinas Kehutanan, Akademisi UNP Prof Indang Dewata, serta Camat dan Wali Nagari Kecamatan Canduang.
Pada Pencangan itu turut dilakukan pelepasan secara resmi ratusan burung berbagai jenis, pembagian bibit tanaman kepada masyarakat serta penyerahan mobil ambulance dari Kerapatan Adat Nagari kepada pemerintah nagari.