PADANG, hantaran.co — Sejumlah pekerjaan masih menunggu Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Barat (Sumbar) Mahyeldi-Audy Joinaldy, usai melewati 100 hari pertama masa kerja. Mulai dari tantangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang wajib dipacu di tengah pandemi Covid-19 yang belum terkendali, hingga isu lain dari sektor pendidikan, agama dan kebudayaan, hingga hukum dan korupsi.
Saat peluncuran buku 100 Hari Kerja Mahyeldi-Audy di Auditorium Gubernuran Sumbar, Minggu (6/6/2021), Gubernur Mahyeldi mengatakan, sejak dirinya bersama Audy Joinaldy ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, maka sejak itu pula pengabdian dimulai dan satu per satu janji berusaha ditunaikan.
“Ini merupakan bagian dari tanggung jawab yang telah diikrarkan dan disaksikan langsung oleh masyarakat Sumbar Tantangan pengabdian 100 hari sangat berat. Apalagi di masa pandemi Covid-19. Meski demikian, dalam menghadapi kondisi sulit, semua pihak tidak boleh pesimis. Di saat pertumbuhan ekonomi mangalami perlambatan, Sumbar harus bergerak lebih cepat, gesit, dan responsif,” katanya.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Univeritas Andalas (Unand), Defriman Djafri menyatakan, bahwa pandemi memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Terutama dalam menentukan prioritas pemerintah terkait pemulihan ekonomi atau penanganan pandemi.
“Memang, dengan kondisi sekarang menjalankan pembangunan dan ekonomi dalam kondisi pandemi tidak mudah, terkadang kondisi sulit seperti ini mengharuskan untuk memilih mau fokus ke penanganan pandemi atau tetap mengurus ekonomi dan pembangunan. Bagaimana pun menjadi pertanyaan kita, ekonomi seperti apa yang bisa berjalan kalau masyarakatnya sakit?” ujar Defriman kepada Haluan, Minggu (6/6).
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Sumbar itu berpendapat, kesehatan dan keselamatan masyarakat lebih penting dan harus dikedepankan oleh pemerintah. Sebab menurutnya, human capital is more important than the economic growth (modal manusia lebih penting daripada pertumbuhan ekonomi).
Defriman menambahkan, keseriusan pemerintah daerah dalam pengendalian pandemi Covid-19 menjadi kunci untuk mengakselerasikan target pembangunan daerah. Sebab, yang akan menjadi acuan bagi sektor lain bisa berjalan adalah penanganan pandemi Covid-19 yang sudah bisa mulai dikendalikan pemerintah.
“Proses adaptasi dan pola perilaku baru yang belum terbentuk di tengah masyarakat dalam menghadapi pandemi ini menjadi PR berat pemerintah untuk berpikir, bagaimana upaya-upaya atau program-program serta inovasi untuk bisa diwujudkan ke depan,” katanya.
Pemerintah sambung Defriman, mesti menyadari tantangan lain dari belum terkendalinya Covid-19 adalah missinformasi dan disinformasi yang diterima masyarakat, sehingga pengendalian dan penanganan menjadi di Sumbar belum cukup maksimal. Hal ini jadi persoalan yang seharusnya bisa dijawab oleh pemerintah dengan terus melakukan edukasi dan meminimalisir misinforimasi terkait Covid-19 di tengah masyarakat.
Mengejar Pertumbuhan Ekonomi
Dalam pertumbuhan ekonomi daerah, Direktur SDGs Unand Prof. Elfindri menilai Sumbar perlu menyusun berbagai skema investasi, terutama di sektor-sektor potensial, seperti pertanian dan pariwisata. Hal ini bisa menjadi pemicu untuk pemulihan ekonomi Sumbar masih mengalami resesi.
“Dalam jangka panjang mesti ada investasi untuk mendukung sektor potensial Sumbar seperti pertanian dengan merintis industri pupuk dan pakan ternak, termasuk produksi untuk peralatan pertanian. Sebab, sektor ini bisa diprioritaskan untuk pasar Sumatra, yang selama ini masih tergantung pada produksi daerah lain di luar Sumatra,” ujar Elfindri kepada Haluan, Minggu (6/6/2021).
Sementara untuk sektor pariwisata, sambung Elfindri, masih bisa diupayakan dengan ketentuan-ketentuan yang ketat dan selektif dalam mengakomodasi perjalanan bagi masyarakat yang sudah bosan di rumah. Misalnya, dengan merancang program perjalanan wisata yang ramah Covid-19, seperti green tourism, yang dimotori oleh para pegiat wisata.
Menurut Elfindri, berkaca pada pertumbuhan ekonomi Sumbar pada kuartal I yang berada minus 0,16 sebagian besar memang disebabkan lumpuhnya sektor pariwisata Sumbar akibat adanya ketentuan pembatasan kegiatan selama pandemi Covid-19. Padahal, katanya, sebelum pandemi pertumbuhan ekonomi Sumbar diterget dapat mencapai 7 persen.
Pakar Ekonomi itu mengatakan, sebelum pandemi terjadi, capaian pertumbuhan ekonomi Sumbar mendekati atau berada sedikit di atas capaian ekonomi nasional, yang disokong dari sektor pariwisata, remittances (pembayaran atau pengiriman uang) sebagai sumber investasi dan konsumsi, serta dampak dari pengeluaran pemerintah government expenditures, serta investasi dari pihak swasta. Termasuk juga peranan dari mobilitas barang dan pergerakkan orang. Sehingga sumbangan sektor transportasi dan perdagangan cukup berdampak tinggi pada pertumbuhan ekonomi Sumbar prapandemi.
“Capaian pertumbuhan ekonomi Sumbar sebelum pandemi mendekati atau berada sedikit di atas capaian ekonomi nasional, berada pada rentang 5-6 persen. Dengan berpedoman pada sumber pertumbuhan itu, saat menyusun atau pun memberikan kriteria bagi Gubernur Sumbar yang baru, kami sepakat untuk memasang pertumbuhan ekonomi bisa dicapai pada angka 7 persen,” katanya lagi.
Selain itu Elfindri menambahkan, Pemprov Sumbar juga harus memanfaatkan momentum kedatangan sejumlah menteri, termasuk Wakil Presiden Ma’aruf Amin yang melakukan kunjungan ke Sumbar dalam tahun ini. Seperti Menteri dan Wakil Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Parisiwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Perancanaan Pembangunan Nasional, Mentri Sosial, Menteri Kelautan dan Perikinan, Menko Politik, Hukum dan Keamanan.
“Sudah banyak menteri yang datang ke sini, ini harus dikawal dan ditindaklanjuti oleh operasi perangkat daerah terkait,” ujarnya.
Di samping, itu kata Elfindri, hal penting yang juga harus diperhatikan oleh gubernur dan wakil gubernur adalah memilih orang-orang yang benar-benar bekerja lillahita’ala. Sebab saat satuan tugas dibentuk, perlu diikuti dengan target berapa lama mereka menghasilkan sebuah tindakan atau terobosan.
“Mestinya tim ‘pacu kuda’ dikurangi, dan diganti dengan keterlibatan anak muda energik, untuk bersama-sama OPD terpilih bahu membahu melanjutkan skema investasi. Dengan kata lain, Sumbar baru akan mulai membaik, ketika sektor turismenya membaik, dan industri penunjang pertanian juga bisa terwujud,” katanya menutup.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Unand Aidinil Zetra kepada Haluan mengatakan, agenda-agenda besar yang telah dijanjikan Mahyeldi-Audy usai pelantikan memang tidak mungkin dapat dicapai dalam masa 100 hari. Terutama program terkait pembentukan regulasi yang harus disusun dan disahkan sesegera mungkin, seperti rancangan Perda RPJMD 2021-2026 dan revisi Perda Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasa Baru.
“Tentu diharapkan dalam waktu dekat RPJMD ini sudah disahkan. Karena akan menjadi acuan oleh semua OPD dalam mewujudkan program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar terpilih,” katanya, Minggu (6/6/2021).
Ada pun terkait revisi Perda AKB, sambung Aidinil, juga sudah mendesak untuk segera diajukan oleh Pemprov Sumbar. Sebab kondisi penularan di Sumbar yang saat ini mengalami lonjakan kasus. Di samping itu meningkatkan kepatuhan dan kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan juga masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Mahyeldi-Audy.
Aidinil memuji sejumlah gebrakan dan kebijakan yang telah diambil oleh Mahyeldi-Audy dalam 100 hari kerja ini untuk penanganan pandemi Covid-19. Seperti peluncuran 12 mobil swab PCR keliling, serta rencana penambahan laboratorium pemeriksaan Covid-19.
“Tentu target-target pembangunan daerah tidak tepat jika diukur hanya dalam 100 hari. Penguatan ekonomi dan pengembangan industri pariwisata membutuhkan waktu yang panjang dan keterlibatan berbagai unsur dengan dukungan program-program lintas sektoral,” ujarnya.
Menurut Aidinil, berbagai upaya telah dilakukan oleh gubernur dan wakil gubernur seperti meluncurkan aplikasi Kadai Rami (Rang Minang) dengan bekerja sama dengan MBizmarket. Serta kedatagan sejumlah menteri ke Sumbar yang telah menjanjikan sejumlah proyek dan dukungan untuk pembangunan daerah.
Isu Pemberantasan Korupsi
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Antikorupsi Sumatra Barat, mendorong adanya komitmen Pemprov Sumbar yang kongkrit dalam isu pemberantasan korupsi. Ditambah adanya temuan Badan Pemeriksaan Keuagan (BPK) Sumbar terkait penggunaan anggaran Covid-19 Sumbar yang tidak sesuai dengan ketentuan
“Pemprov mestinya membuat sebuah sistem pencegahan agar tidak terjadi korupsi dan hal ini pun sudah ada aturan di tingkat pusat lewat peraturan perundang-undangan, artinya pemerintah daerah tinggal menjalankan saja. Serta aspek penindakan, meskipun tidak pada ranah pidana, pada ranah administratif gubernur punya wewenang untuk menindak pihak-pihak yang terlibat dalam temuan BPK tadi ,” ujar anggota koalisi masyarakat antikorupsi, Chalres Simabura kepada Haluan, Minggu (6/6).
Peneliti Pusat Studi Konstitusi Andalas (Pusako) itu menilai, dengan kewenangan yang ada gubernur mestinya bisa mengeluarkan pernyataan dan tindakan tegas dalam menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Terlebih temuan kasus dan rekomendasi dari BPK-RI muncul ketika Mahyeldi-Audy telah dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur.
“Kalau di awal kepemimpinan sudah sudah menunjukkan performa seperti ini dalam ranah pencegahan korupsi, saya khawatir ini akan jadi beban bagi kepemimpinan Mahyeld-Audy ke depan. Dari beberapa parameter itu 100 hari kerja mereka tidak menunjukkan ketegasan dalam bersikap dan terkesan mengabaikan berbagai rekomendasi yang sudah diberikan,” katanya lagi. (*)
Riga/hantaran.co