Model Pembelajaran Kiner untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah

Mahasiswa

Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNP Ridha Mulyani, IST

Ridha Mulyani

Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNP  
Pembelajaran Abad-21 ditandai dengan Student Center Learning (SCL) dengan empat keterampilan yang dikembangkan, yaitu Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity and Innovation. Empat keterampilan yang dikembangkan tersebut, tenaga pendidik dituntut sebagai fasilitator yang memberikan pengajaran menarik. Dalam Permendikbud No. 103 tahun 2014 disebutkan bahwa peserta didik (mahasiswa) adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan· Artinya mahasiswa tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh tenaga pendidik melainkan juga dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, mahasiswa dituntut untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya sehingga benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuannya. Mahasiswa perlu difasilitasi untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.

Salah satu mata kuliah yang menuntut mahasiswa memiliki kemampuan di atas adalah Hukum Agraria. Seiring perkembangan abad 21 sekarang ini, mahasiswa perlu dibekali kemampuan softskill dan hardskill dalam menghadapi berbagai pengaruh perkembangan yang menyebabkan berubahnya pola kehidupan termasuk ketersediaan sumber-sumber agraria. Terutama di era revolusi industri 4.0, diperlukan kemampuan mahasiswa yang adaptif terhadap perkembangan jaman, khususnya agar memiliki keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta kemampuan kognitif yang baik.  Mata Kuliah Hukum Agraria ini memiliki ruang lingkup yang cukup luas, salah satunya adalah bumi, dimana bumi dalam Undang Undang Pokok Agraria (Pasal 4 UUPA) merupakan permukaan bumi yang disebut dengan tanah. Tanah sebagai sumber agraria yang paling penting, menjadi sumber produksi yang sangat dibutuhkan sehingga ada banyak kepentingan yang membutuhkannya. Perkembangan penduduk dan kebutuhan yang menyertainya semakin tidak sebanding dengan luasan tanah yang tidak pernah bertambah.

Konflik bidang pertanahan dalam penyelesainnya membutuhkan kemampuan analisis dan daya pikir kritis yang tepat, karena masalah tanah sangat berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar manusia sebagai salah satu pelaku dari kehidupan ini. Selain itu, adanya aturan yang berlaku di masyarakat lokal mengenai tanah atau adanya sistem adat dalam pengaturan hak kepemilikan tanah, serta pertarungan kepentingan dan relasi kuasa hukum yang tidak berimbang, yaitu antara hukum negara yang dalam hal ini direpresentasiken oleh kebijakan dan legalitas, misalnya Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah ataupun Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah dan legalisasi dokumen lain yang dikeluarkan oleh pemerintah di satu sisi, dengan hukum masyarakat di sisi lain, dimana masyarakat juga memiliki keabsahan historis-sosiologis atas penguasaan dan penggunaan atas tanah menjadi konflik tanah semakin sulit untuk di atasi.

Persoalan krusial yang masih perlu dihadapi oleh pendidikan tinggi hukum setelah diberlakukannya Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 adalah bagaimana menenterjemahkan standar kualifikasi tersebut ke dalam instrumen pembelajaran yang dapat merealisasikan tuntutan kualifikasi lulusan tersebut. Dari SKKNI tersebut, maka capaian Mata Kuliah Hukum Agraria ini agar mahasiswa memiliki pengetahuan tentang hukum pertanahan, keterampilan (skill) menganalisa permasalahan pertanahan, berpartisipasi sebagai warga negara (civic partisipation) dalam bidang pertanahan, serta memiliki kemampuan dalam membantu masyarakat dalam penyelesaian persoalan dibidang pertanahan. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa yang telah lulus mata kuliah ini memiliki kemampuan dalam menganalis permasalahan dan memberikan solusi bidang pertanahan terutama dalam status hukum, pemegang haknya dan hak pihak lain yang membebaninya.

Pada pembelajaran berbasis masalah (PBL) terdapat sintaks pembelajaran yang dapat digunakan untuk menstimulus keterampilan berpikir, terutama berpikir kritis. Pembelajaran berbasis masalah ini diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. PBL cocok diterapkan di Perguruan Tinggi karena PBL berbasis pada masalah, melibatkan aktivitas berpikir untuk memcahkan masalah, dan berkorelasi dengan fungsi kognitif mahasiswa. Model pembelajaran dengan PBL ini membutuhkan banyak materi dan membuat mahasiswa membutuhkan banyak sumber buku teks untuk belajar dan mencari informasi. Di sisi lain, dari temuan awal diketahui bahwa mahasiswa masih kurang terbiasa menyelesaikan permasalahan dan sering mengalami kesulitan dalam menemukan solusi dari konfik yang ada pada pembelajaran hukum agraria.  Oleh karena itu perlu adanya reinforcement pemikiran untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta pengetahuan (kognitif) dan tuntutan pembaharuan pembelajaran sebagai mahasiswa calon hakim, praktisi, legal darafter, advokad dan sebagainya, seharusnya menguasai mata kuliah hukum agrarian.

Dari hasil studi literatur yang telah dilakukan disimpulkan bahwa mahasiswa perlu mengenali dan menyelesaikan masalah dosen dapat mengarahkan mahasiswa untuk membaca literatur (reading literature), proses membaca akan mengembangkan pengetahuan mahasiswa, sehingga mahasiswa berpotensi untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah dalam pembelajaran.  (Bahri & Idris, 2018 dan Bustami, 2020; Corebima dan Bahri, 2011; Khairil 2009; Dengan dengan mengintegrasikan kegiatan Reading, Questioning, Answering (RQA) dalam langkah pembelajaran berbasis masalah berpeluang untuk memudahkan mahasiswa untuk melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu model pembelajaran yang diharapkan mampu mengatasi kukurangan PBL ini adalah model pembelajaran Reading Questioning and Aswering (RQA). RQA merupakan model yang baru dikembangkan atas dasar kenyataan bahwa hampir semua mahasiswa tidak membaca maeteri kuliah perkuliahan, yang berakibat strategi perkuliahan yang dirancang sulit atau tidak terlaksana pada akhirnya pemahaman terhadap materi perkuliahan menjadi rendah. RQA diharapkan mampu mengatasi kekurangan PBL. PBL yang berbasiskan pada RQA diharapkan mahasiswa lebih banyak membaca dan mencari informasi.

Dalam kehidupan sehari-hari, mahasiswa cenderung menimbulkan sikap dan perilaku yang berorientasi pada kepentingan diri sendiri dan menjadi kurang peka terhadap lingkungan sosialnya. Dalam pemahaman konflik, model pembelajaran resolusi konflik adalah hal yang di butuhkan. Model resolusi konflik merupakan kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam menyikapi dan memecahkan serta mengambil tindakan terhadap berbagai fenomena dan masalah-masalah sosial budaya yang terjadi di lingkungan masyarakatnya (lokal, regional, nasional dan internasional) dengan bersandar pada nilai-nilai agama, sosial dan budaya masyarakat dimana mereka hidup dan berkembang. Melalui model resolusi konflik, diharapkan mahasiswa dapat memahami konflik dengan lebih baik, mampu mengendalikan emosi, dan mempunyai keterampilan untuk memecahkan konflik secara konstruktif. serta dapat berkontribusi dalam menyelesaikan konflik yang berkembang dalam masyarakat.

Model yang dihasilkan dari kombinasi model PBL, RQA, dan resolusi konflik dengan menggunakan pendekatan sosial budaya masyarakat dan agama, maka dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan mahasiswa dalam menganalisa masalahan pertanahan sehingga konflik dapat dihindari. Melalui kombinasi PBL, RQA dan resolusi konflik diharapkan mahasiswa bisa berfikir secara kritis dan mampu memecahkan masalah dalam pertanahan (agraria) dengan Model yang penulis beri nama Konflik, Investigasai, Negoisasi dan Resolusi (KINER).  Konflik yang dimaksudkan adalah bagian dari model PBL, yakni adanya masalah nyata yakni masalah atau konflik agraria, sedangkan Investigasi juga adalah bagian dari model PBL itu sendiri, sedangkan Negosasi adalah bagian dari model Resolusi Konflik dan Resolusi adalah hasil dari pemecahan masalah atau kesepakatan yang diperoleh untuk penyelesaian konflik agraria. Sedangakan model RQA, tercakup didalam Model KINER itu sendiri. Dengan Model KINER konflik bisa terselesaikan. Oleh karena itu, telah dilaksanakan penelitian pengembangan Model Pembelajaran Berbasis KINER (Konflik, Investigasi Negosiasi dan Resolusi) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah. Pengembangan model pembelajaran berbasis konflik ini sangat penting dilakukan, karena sampai saat ini belum ada model pembelajaran yang berbasis konflik atau solusi normatif yang berperspektif sosio-kultural untuk menyelesaikan konflik agraria. Diharapkan dengan penggunaan model ini, mahasiswa dalam menganalisis dan penyelesaian konflik agraria tidak hanya menggunakan instrument hukum negara yang legalistik-positivistik tetapi juga melakukan pendekatan terhadap aturan yang terdapat pada masyarakat lokal (Sholahudin, 2017), sehingga tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau research and development (R & D) yang mengadopsi langkah-langkah pengembangan dari model ADDIE. ADDIE merupakan akronim dari tahapan proses pengembangan yang meliputi: analyze, design, develop. implement, evaluate. Penelitian pengembangan model pembelajaran KINER memiliki sistem pendukung model berupa buku dosen (RPS, SAP dan instrumen penilaian), dan buku mahasiswa untuk pembelajaran mata kuliah Hukum Agraria di tingkat perguruan tinggi yang valid, praktis dan efektif. Hasil pengembangan model berbasis KINER untuk pembelajaran Hukum Agraria di Universitas dengan enam komponen model pembelajaran yang terdiri dari sintaks (Konflik, Investigasi, Negosiasi dan Resolusi), sistem sosial (mahasiswa melakukan kolaborasi dalam pemecahan konflik; dosen memiliki peran sebagai fasilitator, motivator, pembimbing dan reflektor; dan Mahasiswa berperan aktif dalam pembelajaran), prinsip reaksi (dosen bersinergi memfasilitasi kebutuhan mahasiswa; dosen mendampingi mahasiswa untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah; dosen menjaga komitmen mahasiswa dalam memecahkan masalah), sistem pendukung (buku dosen; buku mahasiswa; instrumen penilaian dampak instuksional dan pengiring), dampak intruksional (Keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah; Hasil belajar berupa kemampuan kognetif), dan dampak pengiring (keterampilan komunikasi dan keterampilan kolaborasi).

Model pembelajaran berbasis KINER telah memenuhi kriteria yang valid dan praktis untuk pembelajaran mata kuliah Hukum Agraria. Karakteristik kevalidan model ditinjau dari beberapa aspek yaitu aspek isi konstruksi/kegrafikaan dan bahasa buku model pembelajaran KINER, buku dosen dan buku mahasiswa instrumen penilaian dampak instruksional dan pengiring serta soal tes pengetahuan mahasiswa. Prototype model pembelajaran berbasis KINER beserta buku dosen dan buku mahasiswa secara umum memiliki praktikalitas yang baik, hal ini menggambarkan bahwa model dapat terlaksana dengan baik dalam pembelajaran normal. Secara keseluruhan model pembelajaran berbasis KINER dapat dinyatakan bermanfaat dalam pembelajaran mudah diterapkan dan memiliki daya tarik yang baik. Efektivitas model pembelajaran berbasis KINER yang dikembangkan untuk pembelajaran mata kuliah Hukum Agraria terbukti dan teruji mampu membangun keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta meningkatkan hasli belajar mahasiswa berupa kemampuan kognetif. Tingkat efektivitas diperoleh dengan membandingkan pencapaian keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah serta meningkatkan hasil belajar mahasiswa berupa kemampuan kognetif antara model pembelajaran berbasis KINER dengan model konvensional.

Artikel ini dari disertasi mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNP Ridha Mulyani, dengan Promotor 1) Prof. Dr. Sufyarma Marsidin, M.Pd. dan Co-promotor 2) Dr. Ahmad Kosasih, M.Ag. (*)

Exit mobile version