Minta Dicabut, Anggota DPR Nilai SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah Bisa Picu Kontroversi

Legislator

Anggota DPR RI. IST

JAKARTA, hantaran.co- Anggota DPR RI Fraksi PAN, Guspardi Gaus, menyayangkan dan mengkritisi SKB 3 mentri. Menurutnya keputusan yang mengatur tentang penggunaan seragam sekolah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah (Pemda)  tidak bijak dan berpotensi memicu kontroversi.

Menurutnya, masih banyak persoalan dunia pendidikan yang lebih esensi untuk diprioritaskan. Seperti pembelajaran daring (jarak jauh) akibat Covid-19 untuk murid-murid di daerah terpencil dan tertinggal yang tidak ada aliran listrik dan jaringan internetnya.

“Persoalan ini harus segera di tuntaskan. Ini justru keluar SKB 3 mentri, saat masih banyak sekolah yang belum menyelenggarakan belajar tatap muka, ujar Guspardi, Sabtu (6/2/2021)

Ia menambahkan, kebijakan yang diterbitkan bersama oleh Mendikbud, Menag dan Mendagri disebabkan satu kasus merupakan sikap pemerintah yang “gagal paham” dalam menyikapi persoalan dan sangat berlebihan.

Sementara itu kasus (SMKN 2 Padang l, red) yang terjadi di bumi minang Sumbar yang menganut filosofi ‘Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” itu telah di selesaikan Pemda Sumbar dengan aman dan damai. “Apalagi SKB ini diberlakukan di seluruh daerah di Indonesia. Tentu hal ini kurang bijak dan tidak adil serta dapat memicu kontroversi,” ujar Mantan Akademisi UIN Imam Bonjol Padang ini

Guspardi menilai bahwa aturan dalam SKB ini malah salah kaprah dan berpotensi dapat menimbulkan permasalan baru karena “membebaskan” para peserta didik yang notabene belum dewasa itu, untuk “boleh memilih” seragam dan atribut tanpa atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Hal ini dikhawatirkan akan menggiring dan mendorong para peserta didik berfikir liberal. Padahal cita-cita pendidikan nasional itu adalah, menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Pertanyaannya bagaimana akhlaq mulia para peserta didik dapat tercapai jika para siswa bebas memilih pakaiannya,” tutur politisi PAN itu.

Anggota Komisi II DPR RI ini juga menegaskan, SKB ini juga telah mengkebiri semangat otonomi daerah No 32 /2004 dan diamandemen dengan UU No 12/2008.

Kewenangan pengaturan dan tata cara berpakaian di sekolah ini harusnya cukup diatur oleh pemerintah daerah bukan oleh pemerintah pusat. Karena pemerintah daerah yang lebih memahami kebergaman adat budaya dan kearifan lokal di masing-masing daerahnya. Yang  tidak boleh itu adalah pemaksaan bagi siswa yang berlainan keyakinan untuk memakai atribut tertentu di luar keyakinan agama yang dianutnya.

Sebab UU tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan bahwa otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri demi kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di samping itu, SKB yang di maksudkan mengatur cara berpakaian mulai jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Dimana pada rentang usia tersebut adalah masa pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sementara siswa-siswa menganut agama beragam mulai Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

“Justru diusia inilah harus ditanamkan dan dituntun para siswa agar tidak boleh melanggar cara berpakaian yang diajarkan agama. Hendaknya para siswa diwajibkan untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama sesuai keyakinan masing-masing, bukan malah membebaskan,” tegas anggota Baleg

Menurut Guspardi, semestinya SKB 3 mentri ini dibatalkan saja guna menghindari kontroversi di kemudian hari. “Lebih baik kita ciptakan kesejukan dan ketenteraman di masyarakat yang sudah sulit akibat wabah Covid-19. Jangan ditambahi lagi beban. Mari kita jaga kerukunan dan harmoni kehidupan antarumat beragama, karena kita semua bersaudara,Sebagai informasi, pemerintah diwakili tiga menteri yakni, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim; Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian; dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan SKB tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut di sekolah. Salah satu poin dalam SKB tersebut, melarang Pemda atau sekolah mengkhususkan seragam dan atribut dengan keagamaan tertentu. (*)

Exit mobile version