Melirik Usaha Ikan Asap Si Pujuk Farm, Raup Untung Rp100 Jutaan

ikan asap si pujuk farm

IKAN ASAP - Pemilik usaha ikan asap tengah menyusun ikan di atas rak di kediamanya di kawasan Ikua Koto, Kota Tangah, Padang, Selasa (2/2). Ia mengaku, masa pandemi Covid-19 tidak berpengaruh terhadap usahanya, bahkan mengalami peningkatan dari segi penjualan. TIO FURQAN

Laporan: Fardianto

“Jangan berhenti ketika lelah, dan berhentilah ketika semua sudah selesai” itulah kata-kata dari seorang pengusaha Ikan Asap Si Pujuk Farm, di Koto Panjang, Kelurahan Ikua Koto, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.

Awalnya banyak pemilik warung atau tempat usaha yang menganggap remeh bisnis ikan asap atau yang dikenal dengan ikan salai, bahkan sampai ada yang menertawakannya.

“Dulu saya diketawain sama orang-orang menjual ikan asap. Saat awal jualan ikan asap ini juga tidak laku, bahkan sebulan sampai dua bulan memang tidak ada satupun yang membeli,” ujar pemilik Ikan Asap Si Pujuk Farm, Yoserizal Anwar (44) kepada Hantaran.co, Selasa (2/2).

Namun, usaha yang sudah berdiri satu setengah tahun itu, kini terus mengalami peningkatan seiring makin digemarinya ikan tersebut oleh masyarakat dari berbagai kalangan.

Meskipun dimasa pandemi Covid-19, ia mengaku tidak berdampak terhadapnya, bahkan meningkat. Hal itu dibuktikan dari hasil empat bulan terakhir usaha ikan asap yang mengalami perkembangan cukup pesat, karena setiap bulan empat ton ikan, yang biasanya hanya 2 ton ikan.

Dikatakannya, ikan asap sendiri dikemas dalam tiga ukuran kemasan. Ukuran pertama yakni 100 gram dengan harga jual Rp10 ribu, kemasan kedua berukuran 200 gram dengan harga Rp24 ribu, dan kemasan ketiga yang di kemas dengan bentuk kotak dan dijual dengan harga Rp.30 ribu per kotak dengan ukuran 250 gram.

“Alhamdulillah, dalam sebulan saya menerima penghasilan sekitar Rp120 jutaan, dengan menghabiskan 4 ton ikan,” ujarnya.

Menurutnya, meningkat penjualan dimasa pandemi Covid-19 karena saat ini orang lebih senang menerima barang dari rumah, dan salah satu caranya dengan menjual dagangan dengan online.

“Kami tidak hanya memasarkan di tempat bazar dan warung saja. Untuk itu kita melakukan penjualan dengan online seperti di Instagram, Facebook dan YouTube, dan membangun jejaring dengan pelaku usaha,” ujarnya.

Yoserizal menjelaskan, awal memiliki ide untuk membuat olahan ikan ketika dirinya mulai berhenti bekerja menjadi konsultan perikanan di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kemudian mulai merintis usaha peternakan ikan lele dan patin bekerjasama dengan kedua kakaknya.

Dikatakannya, awal proses pembuatan produk ikan asap diawali dengan proses penangkapan ikan yang berada di kolam ikan Si Pujuk Farm di halamannya yang luas dan memiliki 61 kolam ikan.

Setelah itu, ikan yang terdiri dari ikan lele dan patin itu dibelah dan dibersihkan. Kemudian proses pembersihan ikan harus dipastikan bersih dan tidak ada kotoran yang menempel di ikan tersebut. Lalu, dilanjutkan dengan menyusun ikan-ikan yang sudah dibelah di rak-rak.

“Lalu setelah disusun rapi, rak-rak itu kemudian dimasukkan dalam tempat pengasapan khusus dimana dalam satu tempat itu bisa menampung sebanyak 10 rak, dan di bawah rak ada tempurung kelapa yang dibakar. Proses pengasapan ikan sampai menjadi ikan asap membutuhkan waktu selama 10 jam,” ujarnya lagi.

Lebih jauh dijelaskannya, ikan asap yang sudah masak tersebut, lalu dibungkus dengan packaging yang menarik sehingga terkesan lebih modern dan kekinian.

Produk ikan asap Si Pujuk Farm bisa ditemui di 300 warung bumbu masakan yang tersebar di beberapa lokasi seperti Kota Padang, Lubuk Alung, dan Lubuk Basung, Kabupaten Agam.

Tidak hanya di warung-warung bumbu masakan, produk ikan asap juga telah dipasarkan di sejumlah swalayan yang ada di Kota Padang, dan kebanyakan yang di swalayan, produk ikan asap dijadikan oleh-oleh khas dari Sumbar.

Yoserizal menyampaikan, perbedaan ikan asap dengan olahan ikan lainnya adalah terletak pada aroma khas dari proses pengasapan yang membuat sensasi rasa yang berbeda ketika memasak ikan asap tersebut dengan bahan makan lainnya.

“Kami gunakan bahan bakunya adalah tempurung dan sabut kelapa, sehingga aroma yang keluar dari ikan dan rasanya khas. Inilah yang membedakan Si Pujuk Farm dengan ikan asap lainnya,” ujarnya.

Selain itu dibandingkan dengan produk ikan asap lainnya, Si Pujuk Farm menggunakan ikan lele dan patin yang dipelihara atau diternak sendiri dibandingkan dengan ikan asap lain yang lebih memilih untuk menggunakan ikan yang dibeli di tempat lain.

“Ikan yang ada di kolam kami ini, mulai dari benih, kami beri makanan pelet, dan pada umur 1 bulan, kami berikan pelet yang dibuat sendiri dengan bahan alami seperti ampas tahu sehingga kualitasnya lebih baik. Kami tidak pernah berikan limbah seperti kulit ayam dan rayap, artinya ikan ini sehat dan bersih,” tuturnya.

Untuk ketahanan, sambung Yoserizal, produk ikan asap Si Pujuk Farm bisa bertahan selama 3 sampai 4 bulan. Jika ingin mengkonsumsi ikan asap, terlebih dahulu harus memasak baik dengan cara digoreng maupun langsung dimasukkan dalam gulai.

“Ikan asap ini bisa dimakan dengan campuran cabai merah dan hijau goreng, atau bahkan menjadi bahan utama pecel ikan asap,” ujarnya.

Pemasaran produk ikan asap Si Pujuk Farm tidak hanya di Kota Padang dan di sejumlah daerah di Provinsi Sumbar saja. Namun sudah merambah ke daerah lain seperti ke Ternate, Surabaya, dan ke Pulau Sulawesi, bahkan pernah dipasarkan ke negara Malaysia sebagai makanan oleh-oleh khas dari Sumbar.

Kedepan, sambung Yoserizal, ia berharap produk ikan asap Si Pujuk Farm miliknya bisa lebih dikenal oleh masyarakat sehingga ikan asap ini bisa menjadi salah satu makanan yang dicari ketika berkunjung ke Sumbar.

Keberadaan Si Pujuk Farm dengan produk ikan asap juga dirasakan manfaatnya oleh warga sekitar. Pasalnya, kebanyakan pekerja di Si Pujuk Farm adalah orang-orang yang berada di sekitar tempat produksi ikan asap tersebut.

Salah satu pekerja, Elmi (51) mengatakan, bekerja di Si Pujuk Farm untuk mengolah ikan asap sejak 1 tahun yang lalu. Sebelumnya, Elmi bekerja sebagai petani di sekitar Si Pujuk Farm.

“Dulu saya bekerja sebagai petani di sawah. Karena pendapatan dari bertani tidak cukup lantaran bekerja hanya 15 hari, sehingga memutuskan untuk bekerja di Si Pujuk Farm untuk mengolah ikan asap,” ujarnya.

Ia menuturkan, sejak bekerja di Si Pujuk Farm, ia berhasil menghidupi keluarga kecilnya apalagi saat ini dia bekerja sendiri untuk menghidupi keluarga.

“Alhamdulillah, saya bekerja setiap hari dan bisa menambah penghasilan. Apalagi bisa menyekolahkan anak saya sampai wisuda dan bahkan lulus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN),” ujarnya.

Perbaharui informasi Berita Sumbar hari ini dan Berita Padang hari ini di Hantaran.co

Exit mobile version