Laporan : Riga Firdaus Asril
Berawal dari keprihatinan melihat banyak anak putus sekolah karena faktor ekonomi, serta makin sempitnya ruang bagi anak untuk saling berinteraksi, Dedi Setiawan bersama rekannya menggagas Posko Ilmu di Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Wadah itu kemudian menjadi tempat bagi anak-anak untuk belajar dan bermain.
Posko Ilmu berdiri di salah satu bangunan sederhana di samping lapangan dan bekas pasar. Bangunan yang sebelumnya merupakan pos pemuda itu disulap menjadi ruang belajar yang telah diaktifkan sejak 13 April 2021 lalu. Meski berukuran relatif sempit, 3 x 5 meter, bangunan itu dapat menampung kurang lebih 50 anak.
“Selain tempat belajar bagi anak-anak, Posko Ilmu juga jadi perpustakaan umum bagi masyarakat sekitar,” kata Dedi saat menerima kunjungan Haluan, Jumat (25/6).
Dedi bercerita, kisah pendirian Pokso Ilmu berawal dari putus sekolahnya enam anak-anak setempat lantaran kesulitan biaya. Salah satu di antara enam anak tersebut adalah saudarasaya sendiri. Menyikapi itu, ia pun menyampaikan niat membangun pusat belajar bagi anak kepada tokoh masyarakat dan karang taruna setempat.
Gayung bersambut, niat Dedi dan rekan-rekannya disambut positif masyarakat. Renovasi ala kadar terhadap bekas bangunan pos pemuda pun mulai dilakukan hingga bisa digunakan sebagai tempat bagi anak-anak untuk belajar dan berinteraksi satu sama lain. Ia mengakui, swadaya para pemuda untuk bergotong royong adalah kekuatan utama Posko Ilmu.
“Memperbaiki bangunan ini dengan gotong royong saja. Apa yang bisa diambil dari alam, itu dimaksimalkan, seperti pasir dan kerikil di sungai untuk bahan tambahan memperbaiki lantai,” ujar Dedi.
Dedi mengaku sangat terharu menyaksikan perkembangan dampak dari Posko Ilmu. Sebab, dari hari ke hari anak-anak yang berkegiatan di Posko Ilmu menunjukkan peningkatan kapasitas pengetahuan. Sehingga, para relawan pun terpancing dan terus bersemangat dalam memberikan bimbingan.
Sumber kekuatan lain, kata Dedi, adalah dukungan orang tua dari anak-anak yang belajar di Posko Ilmu. Terlebih di tengah penerapan sekolah dari rumah karena pandemi Covid-19, di mana orang tua merasa sangat terbantun dengan kehadiran Posko Ilmu, yang menjaga agar anak-anak tetap saling berinteraksi.
Namun tak sebatas anak dan remaja, Dedi mengatakan bahwa Posko Ilmu terbuka bagi umum. Artinya, siapa pun yang punya keinginan untuk belajar membaca dan menulis, bisa berkunjung ke Posko Ilmu dan menjalani pembimbingan secara cuma-cuma. Bahkan, untuk mengusir kejenuhan, Dedi dan pengelola lain juga menyiapkan selingan aktivitas lain selain belajar secara formal.
“Kegiatan diselang-selingi dengan berolahraga atau bermain permainan-permainan tradisional. Di depan posko ini kan ada lapangan yang bisa kami gunakan setiap saat untuk bermain. Sebab faktanya, anak-anak sekrang memang sangat kurang sekali waktu untuk berinteraksi satu sama lain, karena ruang bermain yang makin sempit dan pengaruh gadget serta game online,” kata Dedi lagi.
Menurut Dedi, sejauh ini bukan hanya anak-anak yang beraktivitas di Posko Ilmu. Akan tetapi juga datang dari kalangan remaja bahkan dewasa. Salah satunya perempuan berumur 16 tahun yang tiada lain adalah saudara dari Dedi sendiri selaku pendiri Posko Ilmu.
Kalangan Dewasa
Bukan hanya anak-anak dan remaja, peserta didik di Posko Ilmu bahkan juga datang dari kalangan orang dewasa. Contohnya, Yani T Wulandari (34), yang mengaku tertarik bergabung ke Posko Ilmu karena belum bisa membaca dan menulis. “Saya sekolah hanya sampai kelas 1 SD,” kata Yani kepada Haluan.
Selama satu bulan pertama bergabung di Posko Ilmu, Yani mengaku sempat minder karena tergabung bersama anak-anak yang usianya terpaut jauh dari dirinya. Namun, rasa minder itu tetap ia lawan demi keinginan kuat agar bisa membaca dan menulis.
“Niat awal saya ingin belajar. Jadi, apa pun yang dikatakan orang, saya tidak pedulu dan tidak akan saya dengarkan. Pembimbing di sini juga sangat terbuka dan mampu membuat kondisi belajar yang nyaman bagi saya yang sudah dewasa ini,” katanya lagi.
Yani berharap, agar Posko Ilmu ke depan terus aktif, sehingga bisa menjadi tempat belajar bagi siapa saja yang tidak memiliki akses belajar ke sekolah umum, dan tanpa harus mengeluarkan biaya.
Efek Positif Kuliah Daring
Dedi Setiawan selaku penggagas Posko Ilmu saat ini tercatat sebagai Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas. Ia mengaku, pendirian Posko Ilmu juga dilatarbelakangi banyaknya kekosongan waktu karena lebih kurang sudah setahun menjalani kuliah dalam jaringan (daring). Posko Ilmu, kata Dedi, adalah ruang bagi dirinya dan relawan lain untuk mengabdi bagi kampung.
“Banyak waktu yang luang, sehingga apa salahnya dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Saat ini, ada delapan relawan yang aktif membimbing. Meski karena kesibukan yang lain tidak semuanya bisa datang setiap hari. Namun, setidaknya dua orang pembimbing selalu ada setiap hari,” ucap Dedi.
Pengembangan ke depan, Dedi dan rekan-rekannya berencana menggelar program khusus pada Sabtu dan Minggu dengan memberikan mata pelajaran mengaji dan aktivitas luar ruangan. Kedua aktivitas itu diakuinya sangat penting dalam periodesasi tumbuh kembang dan interaksi seorang anak. (*)