MA Diminta Hormati Putusan KPU Bandar Lampung

Legislator

Anggota DPR RI, Guspardi Supardi. IST

JAKARTA, hantaran.co — Angggota DPR RI Fraksi PAN DPR RI, Guspardi Gaus, menyayangkan putusan Mahkamah Agung yang menganulir keputusan KPU Bandar Lampung SK No. 007/HK.03.01-Kpt/1871/KPU-Kota/1/2021 tentang Pembatalan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung,  Eva Dwiana dan Deddy Amarullah, pasangan nomor urut 03.

“Keputusan KPU Bandar Lampung itu sudah sesuai dengan rekomendasi Bawaslu Bandar Lampung. Dimana Bawaslu sudah yakin adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh paslon 03,” ujar Guspardi saat dimintai keterangan Minggu (14/2/2021).

Politisi PAN ini mengungkapkan bahwa fakta yang terungkap di persidangan Bawaslu Lampung, telah terbukti dan meyakinkan bahwa pasangan No 03 ini telah dibantu oleh Walikota Lampung yang merupakan suami dari Eva Dwiana karena telah mengarahkan dan bantuan Covid-19.

Wali Kota dan jajarannya telah membagikan Bansos Covid-19 berupa beras 5 Kg didanai APBD Kota Bandar Lampung kepada seluruh warga masyarakat secara merata. Dalam paket yang dibagikan tersebut juga disertai  pesan-pesan khusus untuk memilih pasangan calon nomor urut 03 dan ini jelas merugikan calon pasangan lain.

“Disinyalir juga  terjadi pengerahan ASN dari mulai camat, lurah, RT dan Linmas di 11 kecamatan se-Kota Bandar Lampung, dan pembagian uang kepada kader PKK menjelang hari pemilihan untuk memilih pasangan no 03. Berikutnya juga ASN merangkap sebagai KPPS, pemecatan RT dan Linmas dan penghentian bantuan beras bagi warga yang menolak memilih Paslon Nomor Urut 03. Ini kan memprihatinkan,” ujar Legislator Dapil Sumbar 2 ini.

Namun demikian, Guspardi menghormati seluruh upaya hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait selama masih dalam koridor ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sekalipun demikian, terkait sengketa pemilihan ini, Guspardi menilai bahwa peraturan MA  tersebut perlu ditinjau kembali. Dalam hal ini adalah Pasal 24 Peraturan MA Nomor 11 Tahun 2016 disebutkan, putusan sengketa pelanggaran administrasi pemilihan, bersifat final dan mengikat, serta tidak dapat diajukan peninjauan kembali.

“Ketentuan ini, menurut saya, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni misalnya, Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009, bahwa (1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. (2) Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali,” katanya.

Jika dikatakan Peraturan MA No. 11 Tahun 2016 itu pengecualian dalam arti lex specialis, imbuhnya, memang, dalam kamus hukum terdapat asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis, yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. Namun, yang perlu ditekankan salah satu prinsip lex specialis ini adalah ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan lex generalis. Artinya, undang-undang harus dengan undang-undang.

“Dengan demikian, tidak boleh ada peraturan turunan yang melanggar ketentuan undang-undang. Peraturan MA Nomor 11 Tahun 2016 ini menunjukkan adanya diskriminasi hukum,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut. (*)

Leni/hantaran.co

Exit mobile version