JAKARTA – Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Nasdem, Lisda Hendrajoni, menyebut revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah merupakan peluang untuk membenahi kualitas pelayanan.
“Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 adalah kesempatan yang baik bagi kita semua, khususnya bagi Ditjen PHU selaku penyelenggaraan haji dan umrah. Tentunya banyak sekali hal-hal penting yang perlu menjadi catatan,” ujar Lisda saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Haji dan Umrah Komisi VIII bersama Dirjen PHU Kementerian Agama, Sestama BP Haji dan Deputi Kelembagaan Kemenpan-RB, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/2).
Pada kesempatan itu, Lisda menyampaikan sejumlah masalah klasik dalam penyelenggaraan haji yang kerap muncul dan hampir terjadi setiap tahun. Menurutnya, sangat penting dalam mengevaluasi kebijakan yang ada, terutama dalam hal pelaksanaan ibadah haji oleh Ditjen PHU.
“Kalau kita lihat, masalah-masalah yang terjadi terkait dengan penyelenggaraan haji setiap tahun hampir sama. Misalnya antrian kuota, pelayanan, masalah lansia, dan makanan. Setiap tahun, ini selalu terjadi dan berulang,” katanya.
Politisi asal Sumatera Barat itu menyebut, akan terjadi peralihan penyelenggara haji dari Ditjen PHU ke Badan Penyelenggara (BP) Haji. Hal itu menjadi catatan dalam melakukan evaluasi penyelenggaraan haji. Termasuk, peluang kemampuan BP Haji menangani penyelenggaraan ibadah haji agar lebih optimal.
“Kalau kita melihat nanti dengan adanya BP Haji, ya ke depan apakah ini memang terakhir dilaksanakan oleh Dirjen PHU atau kah memang perlu waktu untuk belajar, karena yang selama ini sudah berjalan setiap tahun saja masih banyak sekali kelemahan-kelemahannya,” ucapnya lagi.
Politisi asal Sumatera Barat itu menyebut, terdapat dinamika yang sangat cepat terjadi di Arab Saudi. Penyelenggaraan haji dinilai bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan sebagai sektor industri bisnis.
“Kalau kita melihat dinamika di Arab Saudi, ya cepat sekali perubahan-perubahan peraturan. Kemudian bagaimana mereka memandang ibadah itu bukan cuma sekadar kita datang ke sana untuk beribadah, tapi mereka sendiri menjadikan ini sebagai industri, sebagai bisnis untuk mendatangkan orang sebanyak-banyaknya ke negara mereka. Nah, ini juga harus menjadi perhatian kita bersama,” tuturnya.
Untuk itu, Lisda berharap ada perbaikan yang signifikan dalam penyelenggaraan ibadah haji agar tata kelola dan akuntabilitas penyelenggaraan dapat dipertanggungjawabkan ke publik. Sekaligus, meningkatkan kualitas pelayanan bagi para jemaah haji Indonesia agar semakin baik ke depan.