NasionalPolitikSumbar

Lisda Hendrajoni Audiensi Bersama Filantropi Indonesia, Ini Pembahasannya

9
×

Lisda Hendrajoni Audiensi Bersama Filantropi Indonesia, Ini Pembahasannya

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, hantaran.co – Anggota DPR RI Lisda Hendrajoni audiensi bersama Filantropi Indonesia di ruang rapat Fraksi Partai NasDem, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Pada kesempatan itu, Filantropi Indonesia menyampaikan usulan terkait revisi UU No.9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang yang dinilai sudah usang.

Diketahui, perhimpunan Filantropi Indonesia adalah lembaga nirlaba dan mandiri yang dimaksudkan untuk memajukan filantropi di Indonesia agar bisa berkontribusi dalam pencapaian keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan. Dalam kunjungannya kali ini, mereka membawa naskah akademik dan draf yang diberi nama RUU Penyelenggaraan Sumbangan untuk merevisi UU No.9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai NasDem, Lisda Hendrajoni yang menerima audiensi tersebut menyambut baik dan mengapresiasi upaya pembaruan dasar hukum yang dilakukan Filantropi Indonesia.

“Terkait hal ini, kami akui juga menemukan banyak permasalahan di lapangan. Memang perlu penyesuaian menyangkut perubahan zaman, era, pembaruan teknologi yang memang harus disesuaikan sebagaimana mestinya, termasuk pengumpulan sumbangan ini,” ujar Lisda melalui keterangan resminya yang diterima hantaran.co jaringan Haluan, Rabu (14/9/2022).

Lisda mengatakan, usulan tersebut bakal disampaikan kepada Komisi VIII DPR, Fraksi Partai NasDem DPR, dan Badan Legislasi DPR untuk segera ditindaklanjuti.

“Mereka menyampaikan naskah akademik dan draf RUU tentang Penyelenggaraan Sumbangan. Ini adalah UU lama yang ingin diperbarui. Kalau dilihat dari tahunnya saja itu zaman dulu, dan sekarang tentu sangat jauh berbeda, apalagi sekarang zamannya sudah digitalisasi,” ucap politisi asal Sumbar ini.

Srikandi NasDem itu menyebut, ada beberapa hal yang sudah tidak relevan dan perlu diperbarui dalam UU Pengumpulan Uang atau Barang. Diantaranya terkait perizinan untuk penggalangan dana yang hanya diberi batas waktu selama tiga bulan. Selain itu juga terkait perizinan yang hanya berlaku di satu daerah, dan jika pengumpulan dananya melingkupi nasional harus meminta izin ke Pemerintah Pusat.

“Kalau sekarang kan bisa secara digital, dan memungkinkan untuk mengumpulkan sumbangan dengan sangat luas, bahkan hingga luar negeri. UU yang lama ini izinnya terbagi-bagi. Kalau di kabupaten izinnya di kabupaten, kalau ingin menjangkau nasional harus lapor dulu ke Pusat. Perizinannya susah,” tutur Lisda.

Selain itu, kata Lisda, Filantropi Indonesia juga menyampaikan terkait dana operasional untuk penyaluran sumbangan yang harus disediakan donatur. Dalam UU yang dipakai saat ini, lembaga filantropi memakai 10 persen dana yang dikumpulkan untuk operasional.

“Misalnya kita dapat bantuan, tapi untuk operasional tidak dikasih. Disini mereka berharap, setiap bantuan harus ada dana operasionalnya sendiri, khusunya untuk hibah. Kalau yang sekarang kan dipotong 10 persen. Tapi mereka berharap aturan ke depan itu pihak pemberi tidak boleh menyusahkan orang yang menerima atau menyalurkan,” katanya menjelaskan.

hantaran/*