BeritaFokusNasionalPadangSumbarviral

Komisi VIII DPR Soroti Transisi Penyelenggaraan Haji ke BPH

9
×

Komisi VIII DPR Soroti Transisi Penyelenggaraan Haji ke BPH

Sebarkan artikel ini

Jakarta, hantaran.co – Komisi VIII DPR RI memberikan perhatian serius terhadap proses transisi penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada Badan Pengelola Haji (BPH). Transisi ini dinilai sebagai momentum penting dalam reformasi tata kelola haji menuju sistem yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Lisda Hendrajoni, menyatakan bahwa perubahan tersebut bukan sekadar peralihan kelembagaan, tetapi merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas layanan kepada jutaan jemaah Indonesia setiap tahunnya.

“Transisi ini bukan hanya soal struktur, tapi tentang bagaimana pelayanan terhadap jemaah dapat ditingkatkan. Profesionalisme dan efisiensi harus menjadi kata kunci dalam pengelolaan haji ke depan,” ujar Lisda di Gedung DPR RI, Sabtu (26/7/2025).

Selama ini, kata dia, penyelenggaraan ibadah haji sepenuhnya berada di bawah wewenang Kemenag. Namun, melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dibentuklah BPH sebagai lembaga independen yang bertugas mengelola keuangan dan operasional haji secara profesional.

Lisda menegaskan bahwa pemisahan peran antara Kemenag sebagai regulator dan BPH sebagai operator merupakan model tata kelola yang sehat, sebagaimana telah diterapkan di berbagai sektor pelayanan publik.

Politisi Nasdem asal Sumbar itu menyatakan dukungannya terhadap proses transisi, namun menekankan bahwa sejumlah prasyarat penting harus dipenuhi sebelum pelimpahan wewenang dilakukan sepenuhnya.

“Di antaranya adalah kesiapan kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) BPH, jaminan bahwa pelayanan kepada jemaah tidak terganggu selama masa transisi, serta kesiapan administrasi dan sistem operasional yang tertib dan terkoordinasi,” jelasnya.

Lisda juga mencermati sejumlah tantangan utama dalam proses transisi, antara lain harmonisasi peran antara Kemenag dan BPH, kejelasan struktur operasional BPH, kepastian hukum dalam pelimpahan tugas, serta integrasi sistem teknologi informasi dan logistik.

“Kami akan terus mengevaluasi kesiapan di semua aspek. Jangan sampai transisi ini justru menimbulkan kerumitan baru di lapangan,” katanya.

Ia menambahkan, DPR RI akan menjalankan fungsi pengawasan secara ketat, termasuk memanggil pihak-pihak terkait guna mendalami kesiapan teknis dan regulasi.

“Jika BPH belum siap menjalankan tugas operasional, maka transisi tidak boleh dipaksakan. Keselamatan, kenyamanan, dan kepastian layanan jemaah harus menjadi prioritas,” ucapnya lagi.

Lebih lanjut, Lisda berharap BPH mampu bekerja secara profesional dan transparan. Pengelolaan keuangan haji, termasuk pemanfaatan nilai manfaat, diharapkan dapat memberikan kemaslahatan yang optimal bagi seluruh jemaah.

DPR RI, kata Lisda, juga mendorong keterlibatan publik dan lembaga pengawas independen dalam mengawal kinerja BPH ke depan.

“Kami memahami keresahan para calon jemaah. DPR berkomitmen agar perubahan ini tidak merugikan jemaah. Haji adalah ibadah yang sangat sakral dan harus ditangani dengan penuh tanggung jawab,” pungkasnya.