Politik

Kisruh DPRD Kabupaten Solok Berlanjut

6
×

Kisruh DPRD Kabupaten Solok Berlanjut

Sebarkan artikel ini
Gerindra
Sekretaris DPD Gerindra Sumbar, Evi Yandri, didampingi Dodi Hendra, sejumlah pengurus DPD Gerindra Sumbar, dan pengurus DPC Gerindra Kabupaten Solok mengatakan, pihaknya akan melaporkan 22 orang anggota DPRD Kabupaten Solok yang terdiri dari anggota Fraksi Demokrat, PAN, Golkar, PKS, dan PDIP-Hanura. IST

Eksekusi atas keputusan BK terkait pemberhentian anggota mau pun pimpinan di DPRD, tergantung pada paripurna. Ketentuan itu ada dalam PP 12 tahun 2018, terutama pada Pasal 36, 37, dan 57.

Dr. Azmi Fendri

PAKAR HTN UNAND

 

PADANG, hantaran.co — Gerindra Kabupaten Solok menyatakan akan melaporkan 22 anggota DPRD Kabupaten Solok yang mengajukan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Dodi Hendra selaku Ketua DPRD, yang diikuti terbitnya keputusan Badan Kehormatan (BK) DPRD terkait pemberhentian Dodi Hendra dari jabatannya. Menanggapi itu, BK memastikan bahwa keputusan pemberhentian Dodi Hendra telah bersifat final dan mengikat.

Sekretaris DPD Gerindra Sumbar, Evi Yandri, didampingi Dodi Hendra, sejumlah pengurus DPD Gerindra Sumbar, dan pengurus DPC Gerindra Kabupaten Solok mengatakan, pihaknya akan melaporkan 22 orang anggota DPRD Kabupaten Solok yang terdiri dari anggota Fraksi Demokrat, PAN, Golkar, PKS, dan PDIP-Hanura.

“Laporan setelah adanya pengajuan mosi tak percaya terhadap Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra. Selain itu, juga akan membuat laporan ke kepolisian terkait pengrusakan aset negara saat kericuhan di Kantor DPRD Kabupaten Solok beberapa waktu yang lalu,” ujar Evi Yandri dalam jumpa pers di Kantor DPD Gerindra Sumbar, Rabu (25/8/2021).

Evi Yandri menyebutkan, putusan BK DPRD Kabupaten Solok yang mencopot Dodi Hendra dari jabatannya sebagai Ketua DPRD telah menyalahi aturan yang berlaku. Terutama sekali ketentuan dalam Peraturan DPRD Kabupaten Solok Nomor 3 tentang Tata Beracara Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Badan Kehormatan.

“Setelah kami membaca dan mempelajari Putusan BK DPRD Kabupaten Solok Nomor 189/14/BK/DPRD/2021 tanggal 18 Agustus 2021, yang ditandatangani oleh Pimpinan DPRD Kabupaten Solok atas nama Ivon Munir dan Lucki Efendi, maka kami menyatakan bahwa putusan itu menyalahi, melanggar, dan bertentangan dengan Peraturan DPRD Kabupaten Solok,” ucap Evi Yandri.

Evi Yandri merincikan, bahwa pada putusan BK tersebut tidak terdapat amar putusan yang menyatakan bahwa Dodi Hendra sebagai teradu, dan telah terbukti melakukan pelanggaran. Padahal sebagaimana aturan Pasal 19 ayat (3) Peraturan DPRD Kabupaten Solok Nomor 2 Tahun 2019, telah diatur terkait sanksi tentang Kode Etik DPRD Kabupaten Solok dan perihal menjatuhkan sanksi.

“Oleh karena tidak ada amar Putusan BK, sebagaimana dimaksud dalam aturan, maka secara hukum putusan itu tidak memiliki kekuatan eksekusi (noneksekutorial), dan tidak dapat ditindaklanjuti, sehingga saudara Dodi Hendra tetap menjabat Ketua DPRD Kabupaten Solok dengan hak dan kewenangan yang melekat,” tuturnya lagi.

Sementara itu, Kuasa Hukum Ketua DPRD Kabupaten Solok, Vino Oktavia menjelaskan, pihaknya akan mengambil langkah hukum dengan menyurati BK DPRD Kabupaten Solok, yang dinilai telah mengeluarkan putusan yang meresahkan, melakukan pencemaran nama baik, dan menyebabkan terjadinya kericuhan saat paripurna pembahasan RPJMD.

“Sudah banyak hal yang tidak prosedural, sehingga kami perlu mengambil langkah hukum, ” ucap Vino.

Sementara itu, Dodi Hendra sendiri menjelaskan bahwa hingga saat ini dirinya masih menggunakan fasilitas negara selaku Ketua DPRD Kabupaten Solok. “Meski pun sudah terjadi perlakuan pengebirian terhadap saya, yang jelas sampai sekarang saya masih menggunakan fasilitas sebagai Ketua DPRD,” kata Dodi.

BK DPRD : Silakan Melaporkan

Terkait rencana pelaporan oleh pihak DPC Gerindra Kabupaten Solok tersebut, Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Solok Dian Anggraini mengatakan, bahwa amar putusan BK telah disampaikan oleh pihaknya kepada ketua fraksi di DPRD. Sehingga, meski pun terdapat masalah administrasi, maka putusan tetap tak dapat dibatalkan.

Dian mengatakan, BK DPRD mempersilakan jika ada pihak yang berpendapat bahwa putusan tersebut cacat prosedural. Ia menilai pendapat itu sebagai bagian dari cara berdemokrasi. “Silakan saja. Bahkan kalau ada yang ingin melapor ke PTUN, silakan. Tetapi ingat, putusan BK tidak bisa di-PTUN-kan atau digugat, karena sifatnya final dan mengikat,” tuturnya.

Selain itu menurut Dian, rencana untuk melaporkan 22 anggota DPRD Kabupaten Solok sebagai intrik untuk menggiring opini, sehingga pihaknya pun tidak akan mempersoalkan. Menurutnya proses yang terpenting untuk dinantikan adalah penerapan yang akan berlangsung saat paripurna.

“Lembaga DPRD ini lembaga kesepakatan, maka di situlah nantinya ada kesepakatan itu,” ucapnya menutup.

Final dan Mengikat

Sementara itu, Pakar Hukum Administrasi Negara (HAN) Universitas Andalas (Unand) Azmi Fendri menilai, keputusan BK dan DPRD seyogyanya memang tidak bisa dibawa ke ranah PTUN atau pun digugat. Sebab, keputusan yang dikeluarkan oleh BK telah berdasarkan pada hasil pemeriksaan, sehingga prinsipnya telah bersifat mengikat.

Azmi juga menjelaskan, bahwa dalam proses pemberhentian anggota DPRD mau pun pimpinan DPRD, maka putusan BK memang tidak bersifat eksekutorial. Sebab, keputusan final nantinya akan ditetapkan pada saat sidang paripurna berlangsung.

“Paripurnalah yang menentukan nantinya bahwa keputusan BK bisa dieksekusi. Sebab, ketentuan yang diatur dalam PP 12 tahun 2018, terutama pada Pasal 36, 37, dan 57, disebutkan bahwa keputusan BK terkait pemberhentian tetap anggota dewan harus diputus dalam sidang paripurna,” katanya. (*)

Fardi/Rivo/hantaran.co