JAKARTA, hantaran.co — Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR-RI telah menimbulkan dinamika, polemik bahkan gelombang disinformasi di masyarakat.
Kondisi ini sangat kontraproduktif terhadap penuntasan berbagai masalah mendesak bangsa, seperti pengendalian Covid-19, penanganan masalah sosial ikutan dan pemulihan ekonomi yang melambat akibat pandemi Covid-19. Bahwa penyusunan legislasi nasional wajib mengedepankan transparansi dan akuntabilitas serta menjaga ruang partisipasi publik dalam proses pembuatannya.
Termasuk penyusunan UU Cipta Kerja yang luas mengatur sektor publik, mulai dari perijinan, tenaga kerja, lingkungan hingga investasi. “Badan Publik penyusun UU, dalam hal ini pemerintah dan DPR, wajib menjamin pemenuhan hak publik akses informasi yang sudah dijamin oleh konstitusi dan Undang-undang,” ujar Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat, Gede Nasrayana, pada pers relises KI Pusat, Selasa (13/10/2020).
Menurut lembaga pengawal keterbukaan informasi publik di republik ini, pada Pasal 28 f UUDNRI 1945 mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk pengembangan pribadi lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
“UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) di pasal 14 ayat (1) juga menegaskan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya,”terang Gede Narayana”.
Demikian pula kata Gede pada Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan “Setiap orang berhak untuk menyatakan pendapat, hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk cetakan, karya seni, atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya”
“Kewajiban membuka dan memudahkan hak akses informasi publik ini secara tegas dan rinci telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Pasal 7 tentang Kewajiban Badan Publik,” ujarnya.
Inti dari UU 14 Tahun 2008 itu, yakni, (1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya ke Pemohon Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. (3) Untuk melaksanakan kewajiban itu, Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
Adapun informasi terkait regulasi dan/atau pembuatan regulasi dijelaskan secara lebih rinci dalam Pasal 11 Perki Nomor 1 Tahun 2010 tentang Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala. Pada huruf f dinyatakan :
“informasi tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak yang dikeluarkan oleh Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas, daftar rancangan dan tahap pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang sedang dalam proses pembuatan. Daftar Peraturan Perundang-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang telah disahkan atau ditetapkan.
Komisi Informasi Pusat memandang perlu menyampaikan tanggapan dan pandangan terkait UU Cipta Kerja untuk memberikan kepastian transparansi dan pemenuhan hak publik atas informasi. Pertama. Meminta DPR RI dan Pemerintah dalam setiap pembuatan legislasi dan kebijakan publik wajib membuka akses informasi publik untuk menjamin transparansi, partisipasi dan peran aktif masyarakat agar terwujud akuntabilitas proses dan produk legislasi serta kebijakan.
Kedua. KI Pusat mendorong agar DPR membuka dan mempermudah akses informasi publik dengan menambah akses (diluar yang sudah tersedia) untuk mengoptimalkan hak publik atas informasi terhadap proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan draf RUU Cipta Kerja.
Ketiga. KI Pusat mendorong Presiden/ Pemerintah membuka ruang partisipasi masyarakat pasca pengesahan RUU Cipta Kerja di DPR dengan membuka dan mempermudah akses masukan dari masyarakat pada kanal-kanal layanan informasi publik yang tersedia.
Keempat. Pemerintah wajib mensosialisasikan draft final UU Cipta Kerja secara benar, tepat dan tidak menyesatkan melalui kanal layanan maupun saluran informasi yang tersedia. Lima. Menghimbau masyarakat untuk mengakses informasi dari sumber-sumber resmi yang kredibel dan akurat dalam mendapatkan informasi terkait UU Cipta Kerja.
Enam. Bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi dan kritik terhadap isi UU Cipta Kerja agar menyampaikannya secara bertanggungjawab melalui akses publik yang tersedia. Tujuh. Bahwa ruang partisipasi publik masih tetap terbuka dan tidak tertutup pasca disahkannya UU Cipta Kerja baik melalui proses legal konstitusi maupun perbaikan kebijakan publik. (*)
Relis/hantaran.co