Pesisir Selatan – Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Yuliwarman, S.Pd, angkat bicara terkait polemik Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025 yang menjadi sorotan sejumlah orang tua calon siswa. Ia menegaskan bahwa seluruh proses seleksi dilaksanakan secara sistematis, transparan, dan mengikuti petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah.
“Perlu ditegaskan, yang bekerja dalam sistem penerimaan ini adalah komputer, bukan sekolah yang memilih. Jadi tidak bisa dimanipulasi,” ujar Yuliwarman kepada wartawan, Jumat (18/7/2025).
Pernyataan ini disampaikan menyusul aksi damai yang digelar sejumlah orang tua calon siswa pada Sabtu (12/7/2025). Aksi tersebut mempertanyakan hasil seleksi jalur domisili, di mana sejumlah calon siswa yang tinggal dekat sekolah banyak yang tidak diterima.
Yuliwarman menjelaskan, pada SPMB 2025 terdapat tiga jalur penerimaan siswa baru, yaitu jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur domisili, masing-masing memiliki kuota minimal 30 persen dari total daya tampung sekolah.
Jalur afirmasi ditujukan bagi siswa dari keluarga tidak mampu atau penyandang disabilitas, dengan bukti kepemilikan KIP, KKS, atau surat keterangan tidak mampu dari instansi resmi.
Jalur prestasi diperuntukkan bagi siswa dengan pencapaian akademik atau non-akademik, seperti juara lomba, sertifikat keahlian, hingga nilai rapor yang tinggi.
Jalur domisili mengacu pada wilayah administratif sesuai alamat Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan minimal satu tahun sebelum pendaftaran, atau surat keterangan domisili dari nagari.
“Jalur afirmasi dan prestasi berjalan sesuai juknis dan tidak ada masalah. Tapi memang terjadi penumpukan pendaftar di jalur domisili,” jelasnya.
Ia menyebut, SMAN 1 Sutera memiliki daya tampung 432 siswa. Setelah dikurangi tiga siswa yang tinggal kelas, tersedia 429 kursi untuk siswa baru. Dari jumlah itu, sebanyak 169 kursi dialokasikan untuk jalur domisili. Namun, jumlah pendaftar jalur ini mencapai 305 orang.
“Sebanyak 136 orang tidak lolos dan diseleksi secara sistem berdasarkan nilai. Jika nilainya tidak mencukupi, maka mereka gugur. Ini murni hasil seleksi komputer, bukan keputusan sepihak sekolah,” kata Yuliwarman.
Ia menambahkan, cakupan wilayah domisili untuk SMAN 1 Sutera meliputi Nagari Koto Taratak hingga Sungai Sirah, serta Langgai sampai Surantih.
Merespons keresahan orang tua, pihak sekolah telah memfasilitasi pertemuan antara perwakilan wali murid, wali nagari, komite sekolah, dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Wilayah VII Sumatera Barat di Painan.
“Kami membuka ruang dialog dan Kacabdin juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi serta Gubernur. Bahkan jika perlu, masalah ini akan diteruskan ke kementerian terkait,” ujar Yuliwarman.
Menurutnya, polemik ini terjadi seiring perubahan kebijakan nasional. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengubah sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Jalur zonasi yang sebelumnya berdasarkan jarak, kini digantikan dengan jalur domisili berdasarkan wilayah administratif.
Perbedaannya, sistem zonasi menilai jarak rumah ke sekolah, sedangkan sistem domisili menilai alamat sesuai KK atau surat keterangan domisili yang sah. Pemerintah daerah juga diwajibkan melakukan pemetaan wilayah dan sosialisasi minimal satu bulan sebelum pendaftaran dibuka.
Langkah ini bertujuan menciptakan pemerataan akses pendidikan, khususnya bagi siswa yang tinggal di wilayah perbatasan administratif, yang sebelumnya tidak terakomodasi dengan baik dalam sistem zonasi.
“Kami berharap masyarakat memahami bahwa sistem ini dirancang untuk adil dan transparan. Sekolah hanya menjalankan aturan yang sudah ditetapkan,” pungkas Yuliwarman.