Keluh Kesah Pelaku UMKM Terdampak Pandemi Covid-19

UMKM

Pemprov Sumbar perlu menyiapkan langkah strategis untuk menanggulangi peningkatan angka pengangguran yang terjadi selama pandemi. Lewat penguatan UMKM sesegera mungkin, potensi penciptaan lapangan pekerjaan baru menjadi sangat mungkin terjadi. IST

PADANG, hantaran.co — Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret lalu memberikan dampak kepada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Padang.

Selain terkendala dalam distribusi dan pemasaran yang tersendat akibat melemahnya daya beli masyarakat. Pelaku UMKM juga mengeluhkan sulitnya akses permodalan untuk tetap bisa bertahan.

Salah seorang Pelaku UMKM yang memproduksi tempe lewat usaha rumahan yang beralamat di Jalan Wisma Tabing Indah Pilakut RT 004, RW 006, Kelurahan Gunung Sarik, Kecamatan Kuranji, Noferi Abdul Alim (25) kepada Haluan mengaku baru 3 bulan merintis usaha pengolahan kedelai menjadi tempe mentah. Modal awal usaha tersebut, Noferi hanya mengandalkan tabungan dan patungan sesama teman-teman sebayanya.

“Setelah modalnya terkumpul kami memberanikan diri untuk memulai. Di awal-awal dulu, kami sempat mengalami kegagalan produksi, namun seiring berjalannya waktu, produksi kami membaik, sekarang kami sudah bisa memproduksi 35 kilogram tempe dalam sehari. Saat ini kendala yang kami temui itu sulitnya distribusi dan akses pasar,” katanya, Kamis (12/11/2020).

Kendala itu, kata Noferi disebabkan pengetahuan yang masih minim terkait  promosi dan branding untuk tempe has produksinya. Selain itu Noferi juga membutuhkan modal untuk meningkatkan mutu produksi. Meskipun di satu sisi tidak menghadapi kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Namun, di sisi lain,  harga bahan baku yang tidak menentu sempat membuatnya kewalahan.

“Bahkan akhir-akhir ini, harga perkarung kedelai itu melambung tinggi ke harga Rp390 ribu. Dari satu karung kedelai itu yang isinya ada 50 kilogram kedelai bisa menghasilkan 200-250 bungkus tempe. Perbungkusnya itu kami jual Rp4 ribu. Namun karena pandemi, daya beli masyarakat menurun, kami berinisiatif untuk membuat kemasan tempe yang lebih kecil dengan harga Rp2 ribu perbungkus,” sebutnya lagi.

Saat ini, Usaha Tempe Sasaran Jaso Tanah miliknya itu di dalam produksi dibantu oleh 5 teman sebayanya. Sementara Noferi sendiri fokus untuk pemasaran dengan dibantu oleh orang tuanya. Meskipun masih tetap bisa memproduksi 35 kilogram tempe dalam sehari, Noferi terkendala untuk pemasaran produknya sendiri.

“Kendalanya kadang ada yang tidak habis. Pemasarannya kami lakukan dengan menitipkan tempe di kedai-kedai sayur terdekat. Kami membutuhkan tambahan modal, untuk menambah fasilitas seperti dandang yang agak besar, ember dan gas. Saat ini produksinya tidak manual. Kami sudah membeli mesin penggiling kedelai seharga Rp 4,5 juta dari tabungan dan patungan bersama,” ungkapnya lagi.

Noferi berharap agar pemerintah dapat memberikan perhatian kepada pelaku UMKM, terlebih UMKM yang baru merintis. Selain itu, ia juga mengaku membutuhkan bimbingan dan arahan agar usahanya dapat terorganisir dengan baik. Bantuan itu, kata Noferi tidak hanya berbentuk uang atau modal, akan tetapi juga dengan melakukan pemantauan dan memberikan pelatihan-pelatihan.

“Sekali pemerintah bisa hadir melihat proses produksi kami, agar kami termotivasi dan bisa merasakan kehadiran pemerintah. Sebab saat ini banyak anak-anak muda yang merintis usaha dengan mandiri dengan modal sendiri. Kami membutuhkan bimbingan agar produksi dan distribusi kami bisa berjalan dengan lancar,” katanya menutup

Sementara itu Misriah (60) salah seorang pemilik usaha tanaman dan bibit bunga di kawasan Khatib Sulaiman mengatakan belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah bagi pelaku UMKM.  Saat ini, ia hanya mengandalkan permodalan dari koperasi swasta. Terlebih, informasi mengenai bagaimana cara untuk memperoleh bantuan itu juga tidak ia ketahui.

“Saat ini, dana dari koperasi itu hanya cukup untuk membayar sewa tempat ini. Harga sewanya Rp6 juta pertahun. Saat pandemi seperti sekarang harga sewa dengan harga segitu terasa lebih berat. Karena pendapatan Ibu menurun sejak Pandemi ini.

Pemilik usaha Alam Wijaya Flowers itu mengaku sebelum pandemi, dalam sehari ia bisa mengantongi minimal Rp500 ribu dalam satu hari. Sejak pandemi pendapatannya turun menjadi Rp250-300 ribu perhari. Hal itu diyakininya sebab sedikit orang yang membeli karena lemahnya perekonomian masyarakat akibat Covid-19.

“Ibu menjual berbagai macam racun tanaman, pot-pot bunga, bibit-bibit bunga dan tanah solok. Sekarang yang paling laku itu tanah solok yang berfungsi menyuburkan tanaman. Tanah solok itu dijual dengan harga Rp6 ribu perkarung. Sementara harga bunga atau bibit bunga itu harganya mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu,” katanya menutup. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version