PADANG, hantaran.co – Jaringan Peduli Perempuan (JPP) Sumbar menggelar aksi diam dalam rangka memperingati hari perempuan Internasional, di bundaran depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar, Senin (8/3).
Aksi diam tersebut, dilakukan puluhan perempuan yang diprakasai oleh beberapa komunitas yang terhimpun dalam Jaringan Peduli Perempuan Sumbar. Di antaranya, Nurani Perempuan, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Forum komunitas dampingan Nurari Perempuan.
Kemudian, Sekolah Gender, mahasiswa IAIN Batusangkar, dan STKIP beberapa seniman muda Kota Padang, serta KPI dan PKBI.
Dalam aksi diam tersebut, para komunitas dari perempuan tersebut membentangkan berbagai spanduk dengan bermacam tulisan sebagai bentuk suara mereka, yaitu tentang menolak tindakan kekerasan terhadap perempuan.
“Aksi kali ini, kami menuntut pihak-pihak terkait untuk menghadirkan ruang aman, dan mendorong Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) agar dapat segera disahkan,” ujar Direktur Nurani Perempuan Woman Crisis Center, Rahmi Meri Yenti.
Hal itu dilakukan, sambung Meri, sesuai dengan realita kehidupan mengenai tidak adanya ruang aman, terutama bagi perempuan pada kasus kekerasan seksual.
“Ini salah satu bentuk kemarahan dari hati dan pikiran. Sebuah aksi dimana teriakan-teriakan menyedihkan itu disampaikan dengan bentuk tulisan. Sehingga, seluruh elemen masyarakat dapat mengetahui informasi mengenai bahayanya kekerasan tersebut, dan hal tersebut bukanlah hal yang sepele,” ujarnya.
Lebih jauh disampaikannya, RUU PKS dapat segera disahkan, setelah proses panjang akhirnya RUU itu masuk kembali kedalam Program Legislatif Nqsional (prolegnas). Sehingga pihaknya berharap segera disahkan untuk melindungi dan memenuhi hak-hak korban kekerasan seksual.
Meri menjelaskan, angka kekerasan yang dialami perempuan di tahun 2020 mencapai 94 kasus. Kekerasan tersebut dialami berbagai macam tindakan dan yang paling mendominasi adalah kasus perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Setiap tahun jumlah korban kekerasan seksual tidak kurang dari 100 orang, dan angka tersebut selalu saja meningkat. Pada 2020 ini ada 94 kasus yang dilaporkan ke nurani perempuan, 54 korban di antaranya pelecehan seksual yang berasal dari lingkungan sekitar, dan 6 orang korban yang mengalami KBO dari kalangan mahasiswa. Selebihnya merupakan korban pemerkosaan dan KDRT,” katanya.
Apalagi masih maraknya pandemi Covid-19, membuat korban kekerasan seksual menjadi lebih banyak, dan membuat ruang setiap orang menjadi sangat terbatas, sehingga kuantitas korban yang mengadu kepada pihak-pihak terkait menjadi berkurang.
Kemudian, dengan adanya perkembangan teknologi juga mengakibatkan banyaknya kekerasan dan pelecehan seksual. Pasalnya, pelaku dapat menguasai tubuh korban melalui panggilan video yang disertai dengan ancaman kepada korban, bahkan hal tersebut juga terjadi pada relasi suami istri.
“Ini menjadi alasan untuk kami menyuarakan, supaya kasus kekerasan seksual dapat benar-benar ditangani oleh Pemerintah. Kami sangat berharap RUU PKS agar dapat segera disahkan,” ujarnya.
(Fardi/Hantaran.co)