Hukum

JAKSA MINTA HAK POLITIK DICABUT 4 TAHUN, Bupati Muzni Dituntut Enam Tahun

×

JAKSA MINTA HAK POLITIK DICABUT 4 TAHUN, Bupati Muzni Dituntut Enam Tahun

Sebarkan artikel ini
Bupati nonaktif Solok Selatan, Muzni Zakaria. IST

Terdakwa yang menerima uang dari M Yamin Kahar (berkas terpisah), baik langsung maupun tidak langsung, haruslah dipandang. Sebab, terdakwa berstatus sebagai bupati. Pengakuan terdakwa terkait sejumlah uang yang berstatus pinjam-meminjam, patut dinilai sebuah rekayasa.

Jaksa KPK dalam Tuntutan

PADANG, hantaran.co —Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajutkan tuntutan enam tahun penjara dan pencabutan hak politik selama empat tahun bagi Bupati nonaktif Solok Selatan (Solsel) Muzni Zakaria. Jaksa menilai, Muzni secara langsung mau pun tak langsung menerima fee proyek dari bos Dempo Grup M Yamin Kahar.

Tututan itu dibacakan Rikhi B Maghaz dkk selaku JPU KPK yang menangani perkara ini di Pengadilan Tipikor PN Padang, Rabu (16/9). Selain tuntutan penjara, Muzni juga dituntut membayar denda senilai Rp250 juta serta uang pengganti Rp3,375 miliar. Jaksa menyebutkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan tuntutan dalam surat dakwaan setebal 695 halaman tersebut.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan pidana kurungan enam tahun penjara, dikurangi masa tahanan. Kewajiban membayar denda Rp250 juta subsider kurungan enam bulan. Serta, mewajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp3.375.000.000 yang jika tidak dilakukan, diganti dengan pidana penjara dua tahun,” simpul jaksa dalam tuntutannya.

Jaksa menyebutkan, terdakwa telah melanggar pasal 12 huruf b Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto pasal 64 ayat 1 (1) KUHP.

Selain itu JPU KPK, mencabut hak politik terdakwa selama empat tahun. Jaksa menilai, hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi, tidak berterus terang dan tidak mengakui perbuatannya, serta status pengerjaan proyek pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan Solok Selatan yang belum selesai dan belum dilanjutkan.

“Terdakwa yang menerima uang dari M Yamin Kahar (berkas terpisah), baik langsung maupun tidak langsung, haruslah dipandang. Sebab, terdakwa berstatus sebagai bupati. Sementara itu, terkait pengakuan terdakwa terkait sejumlah uang yang berstatus pinjam-meminjam antara terdakwa dengan M Yamin Kahar berkas terpisah,patut dinilai sebagai sebuah rekayasa,” ucap jaksa.

Setelah mendengarkan tuntutan dari jaksa, terdakwa Muzni Zakaria yang hadir mengenakan baju batik lengan panjang, didampingi oleh Audy Rahmat dkk selaku tim Penasihat Hukum (PH), berencana untuk mengajukan nota pembelaan (pleidoi) dalam dua pekan ke depan. “Kami minta waktu dua minggu untuk mengajukan pleidoi,” kata Muzni, yang kemudian dikabulkan Hakim Ketua Yoserizal, dan M. Takdir serta Zaleka selaku hakim anggota.

PH : Tuntutan Aneh

Usai persidangan, Audy Rahmat dkk kepada awak media menuturkan, bahwa sangkalan jaksa terkait sejumlah uang yang disebut sebagai fee atas proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dan Jembatan Ambayan Solok Selatan, sebagai hal yang tidak benar dan bersifat asumsi.

“Uang-uang itu adanya hubungan keperdataan atau pinjam-meminjamnya. Dimulai dengan Rp25 juta, Rp100 juta, hingga pembelian rumah seharga Rp3,2 miliar. Jadi urain JPU itu, bersifat asumsi semata saja. Tuntutan ini kami pandang sebagai sebuah keanehan,” ucap Audy.

Audy melanjutkan, dari sejumlah saksi yang dihadirkan oleh jaksa ke muka persidangan, seperti M Yamin Kahar dan beberapa orang lainnya, telah dijelaskan bahwa terkait sejumlah uang memang merupakan uang pinjam meminjam. “Sekali lagi, itu bukanlah fee proyek,” katanya lagi.

Sebelumnya dalam agenda pembuktian, sejumlah saksi hingga ahli telah dihadirkan untuk memberikan kesaksian terkait kasus tersebut. Termasuk salah satunya Muhammad Yamin Kahar, pengusaha dan bos Dempo Group (berkas terpisah), yang diduga sebagai pemberi fee kepada Muzni Zakaria terkait proyek pembangunan Masjid Agung dan Jembatan Ambayan di Solok Selatan.

Dalam dakwaan disebutkan, Muzni Zakaria diduga telah menerima uang dan barang dari Yamin Kahar dengan nilai mencapai Rp375.000.000. Diduga, pemberian itu berkaitan dengan balas jasa setelah memenangkan perusahaan yang diusung Yamin Kahar pada proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dan Jembatan Ambayan Solok Selatan pada tahun anggaran (TA) 2018.

Jaksa menuliskan, pada Januari 2018 terdakwa Muzni Zakaria mendatangi rumah M. Yamin Kahar (berkas terpisah) yang merupakan bos Dempo Group di kawasan Lubuk Gading Permai V, Jalan Adinegoro, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.

Dalam pertemuan tersebut, terdakwa menawarkan paket pengerjaan kepada M. Yamin Kahar dengan pagu anggaran sebesar Rp55 miliar, yang kemudian disanggupi oleh M. Yamin Kahar. Saat pelalangan proyek berlangsung, perusahaan yang diusung oleh M. Yamin Kahar pun menang.

Winda/hantaran.co