JADI TERSANGKA SEBELUM PILGUB DIGELAR, Mulyadi : Ini Sejarah Kelam Pilkada di Indonesia

Mulyadi

Pemohon prinsipal gugatan PHP Pilgub Sumbar Mulyadi (bawah) menyampaikan poin-poin permohonannya secara daring, pada sidang pemeriksaan awal di MK RI, Selasa (26/1/2021). IST

JAKARTA, hantaran.co —Ketika beberapa lembaga survei nasional memprediksi dirinya sebagai calon terkuat untuk memenangkan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) Sumbar pada Desember 2020 lalu, Mulyadi tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka, beberapa hari sebelum pencoblosan. Bagi Mulyadi, penetapan status yang membuat tingkat keterpilihannya menjadi porak poranda itu, merupakan sejarah kelam pelaksanaan Pilkada di Indonesia.

Hal itu disampaikan Mulyadi selaku pemohon prinsipal, usai menghadiri sidang pemeriksaan awal sengketa perselisihan hasil pemilu (PHP) Pilgub Sumbar 2020, Selasa (26/1/2021) secara daring di Mahkamah Konstitusi (MK). Mulyadi menilai, status tersangka yang ditetapkan pada dirinya telah meruntuhkan kepercayaan publik, yang telah dibangun dan dipersiapkan sejak belasan tahun sebelum Pilgub Sumbar 2020.

“Pilgub Sumbar sangat fenomenal. Beberapa hari jelang pencoblosan, saya jadi tersangka. Bahkan, dua hari setelah pencoblosan, 11 Desember 2020, diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tidak cukup alat bukti atas kasus itu,” katanya.

Mulyadi merasa, karir politik dan pengabdian selama 16 tahun sebagai Anggota DPR RI utusan Sumbar pada tiga periode menjadi sia-sia akibat penetapan status tersebut. Padahal, ia telah memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi dan dikenal masyarakat luas di Sumbar sebagai personal yang peduli terhadap kepentinga rakyat.

“Status tersangka itu seperti ‘petir di siang bolong’. Tidak kurang dari tujuh juta pengguna media sosial terpapar pemberitaan negatif ‘Mulyadi Tersangka’ melalui twitter. Belum termasuk di facebook, instagram, dan whatsapp group yang penyebarannya lebih masif lagi. Setidaknya empat juta orang juga terpapar pemberitaan ‘Mulyadi Tersangka’ di media online,” kata Mulyadi lagi.

Saat situasi memprihatinkan seperti melanda, sambungnya, muncul pula pemberitaan di beberapa media daring yang berisi pernyataan salah seorang Komisioner KPU Sumbar bernama Izwaryani, yang menyatakan bahwa “Mulyadi bisa Batal sebagai Cagub Jika Terbukti Bersalah’ dalam kasus yang menimpa tersebut.

“Status tersangka saja sudah dipersepsikan bersalah oleh publik. Pemberitaan ini semakin meracuni pikiran pemilih untuk tidak memilih Mulyadi. Proses penghancuran elektabilitas kami tidak berhenti sampai di sana, tapi berlanjut dengan pengerahan relawan dan kader ke tengah masyarakat untuk menyampaikan pesan ‘Jangan Pilih Mulyadi karena Sudah Tersangka’. Bahkan, ada yang memanipulasi seakan-akan Mulyadi sudah ditahan dan tidak boleh lagi ikut Pilgub. Lebih sadis lagi, ada yang mengembangkan isu bahwa Mulyadi tersangka korupsi,” ucapnya lagi.

Keadaan tersebut, diakui Mulyadi telah membuat dirinya tidak berdaya. Rentetan peristiwa itu disebut telah membuat tingkat keterpilihannya “terjun bebas” di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, hak paling mendasar untuk dipilih sebagian besar masyarakat telah dirampas melalui instrumen hukum Pemilu yang penerapannya serampangan.

“Seharusnya hukum melindungi kepentingan tiga juta tujuh ratus ribu pemilih di Pilgub, agar masyarakat bisa memilih pemimpin dengan teliti, jujur, adil, serta bermartabat. Oleh karena itu, kami menuntut keadilan melalui MK, karena telah dizalimi dan diperlakukan semena-mena, tanpa mempertimbangkan bahwa pencalonan kami sebagai Calon Gubernur telah melalui proses panjang. Bahkan kami harus melepaskan jabatan sebagai Anggota DPR yang mestinya berlangsung hingga 2024,” ucap Mulyadi lagi.

Pada akhir petitum yang dibacakan di hadapan hakim, Mulyadi pun berharap bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menjadi naungan bagi dirinya untuk mendapatkan keadilan. “Kami yakin kenegarawanan Yang Mulia, dan luasnya pengetahuan Yang Mulia, serta tingkat ketakwaan Yang Mulia, kami berkeyakinan akan memperoleh keadilan,” katanya berharap.

Mulyadi mengakui, saat ini terbersit harapan besar kepada Majelis Hakim MK selaku perwakilan Tuhan dalam mengambil keputusan berkeadilan di dunia. Mulyadi pun menegaskan ia tak pernah menyesali segala hasil yang telah terjadi. Namun, ia menilai sejarah perlu mencatat bahwa telah terjadi kejahatan demokrasi pada Pilgub Sumbar 2020.

“Oleh karena itu, saya tidak akan pernah menyerah mencari keadilan, dan gugatan ini adalah ikhtiar saya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar,” kata Mulyadi yang ikut hadir dalam persidangan secara daring selaku pemohon prinsipal.

Dugaan Kecurangan TSM

Sidang PHPU Pilgub Sumbar sendiri berlangsung pukul 08.00 WIB, dengan nomor perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021 PHP Gubernur Sumbar Tahun 2020, atas nama pemohon Mulyadi-Ali Mukhni. Sidang yang disiarkan secara daring itu dipimpin langsung oleh Ketua MK RI Anwar Usman, dan didampingi dua hakim konstitusi lainnya, Wahiduddin Adams dan Enny Nurbaningsih.

Sebelumnya, pada sidang yang sama, kuasa hukum Mulyadi, Veri Junaidi, telah memaparkan adanya dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dialami kliennya dalam pelaksanaan Pilgub Sumbar 2020.

Veri mengungkapkan, dugaan penggunaan struktur penegak hukum secara sistematis melalui proses penegakkan hukum, serta dugaan kecurangan masif melalui pemberitaan di media sosial dan media arusutama, dapat menjadi bukti. Oleh karena itu, ia menyerahkan 15 bukti yang telah diverifikasi kepada Majelis Hakim Konstitusi, serta memaparkan sejumlah petitum permohonan dengan nomor perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021 tersebut.

Pertama, kata Veri, pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Kedua, pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan keputusan KPU Provinsi Sumatera Barat Nomor 113/PL.02.6-KPT/13/Prov/XII/2020 tentang penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tahun 2020 tanggal 20 Desember 2020.

Ketiga, pemohon memohon Majelis Hakim Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat. “Empat. Memerintahkan kepada KPU Provinsi Sumatera Barat untuk melaksanakan putusan ini atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya,” ucap Veri menutup. (*)

Ishaq/hantaran.co

Exit mobile version