Ekonomi

Investasi di Sumbar Tumbuh Positif

0
×

Investasi di Sumbar Tumbuh Positif

Sebarkan artikel ini
Investasi

Padang,hantaran.Co–Sepanjang tahun 2025, pertumbuhan investasi di Sumatera Barat (Sumbar) terus menunjukkan tren positif. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sumbar, hingga triwulan III tahun 2025, total investasi yang berhasil dihimpun mencapai Rp8,64 triliun.

Dari total capaian tersebut, investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih menjadi penopang utama dengan nilai mencapai Rp6,39 triliun. Sementara Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat sebesar Rp2,24 triliun.

Keduanya tumbuh dengan cukup baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini menjadi indikasi meningkatnya kepercayaan investor terhadap iklim usaha di Sumbar.

“Capaian ini merupakan hasil kerja bersama lintas sektor, baik pemerintah daerah maupun dunia usaha. Kami terus mendorong kemudahan perizinan, penyederhanaan proses investasi, serta promosi potensi unggulan daerah,” ujar Sekretaris DPMPTSP Sumbar, Yudi Ichsan kepada Haluan, Rabu (29/10).

Melihat dari realisasi investasi semester I tahun 2025, sektor industri makanan menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 22 persen. Disusul konstruksi, tanaman pangan, perkebunan, serta peternakan masing-masing sebesar 16 persen. Sektor pertambangan dan transportasi, gudang, serta telekomunikasi juga mencatat peran signifikan, yakni 11 dan 8 persen.

“Komposisi ini menggambarkan arah investasi Sumbar yang mulai bergerak ke sektor produktif dan berorientasi pada pengolahan sumber daya lokal. Ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk memperkuat rantai nilai industri daerah,” ujar Yudi.

Sementara itu, sektor hotel dan restoran hanya menyumbang 5 persen dari total investasi, yang menandakan perlunya dorongan lebih besar untuk pengembangan pariwisata dan jasa pendukungnya.

Yudi menerangkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar tengah menyiapkan regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang Kemudahan Berusaha di Daerah. Perda tersebut saat ini sedang digodok bersama dengan DPRD Sumbar.

Lebih jauh ia menambahkan, secara nasional, posisi Sumbar dalam realisasi investasi periode Januari–September 2025 masih berada di peringkat ke-26 untuk PMA, dengan nilai investasi USD111,5 juta dari 713 proyek dan peringkat ke-28 untuk PMDN dengan nilai Rp4,6 triliun dari 5.871 proyek.

“Memang secara nasional kita belum di papan atas, tapi trennya terus naik. Fokus kami bukan hanya pada jumlah, tapi juga pada kualitas investasi dan dampaknya terhadap lapangan kerja,” kata Yudi.

Sepanjang periode Januari–September 2025, realisasi investasi di Sumbar diperkirakan telah menyerap lebih dari 1.900 tenaga kerja lokal. Sejalan dengan data nasional yang menunjukkan peningkatan tenaga kerja akibat geliat proyek-proyek di luar Pulau Jawa.

Yudi menegaskan bahwa ke depan Pemprov Sumbar akan memperkuat strategi promosi investasi yang lebih agresif dan terarah. Kolaborasi dengan kabupaten/kota akan ditingkatkan agar potensi investasi tersebar merata, terutama di sektor unggulan seperti agroindustri, energi terbarukan, dan pariwisata berbasis alam.

“Peluang investasi di Sumbar sangat besar, tapi perlu dikemas secara menarik dan difasilitasi dengan cepat. Kita ingin investasi bukan hanya datang, tapi juga bertahan dan berkembang,” tuturnya.

Belum Produktif

Kendati menunjukkan pertumbuhan positif, nyatanya realisasi investasi di Sumbar belum lagi produktif. Hal ini terlihat dari capaian rata-rata Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Sumatera Barat (Sumbar) dalam tiga tahun terakhir yang tercatat sebesar 6,7 persen. Angka ini mengindikasikan bahwa investasi di Sumbar belum cukup produktif menghasilkan output ekonomi yang diharapkan.

Kepala DPMPTSP Sumbar, Luhur Budianda menegaskan bahwa tingginya nilai ICOR ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah (pemda) untuk mengevaluasi secara menyeluruh arah dan kualitas investasi yang masuk ke Sumbar selama ini.

“Semakin tinggi nilai ICOR, artinya investasi kita belum efisien. Ini menunjukkan bahwa setiap tambahan modal yang ditanam belum sepadan dengan output ekonomi yang dihasilkan. Sekarang kami sedang berupaya mengurai berbagai persoalan yang membuat investasi belum memberi kontribusi maksimal,” ujar pria yang akrab disapa Budi itu kepada Haluan, Selasa (21/10/2025) lalu.

Budi menilai, sejumlah faktor menjadi penyebab belum efisiennya investasi di Sumbar. Salah satunya adalah keterbatasan infrastruktur pendukung, seperti kondisi jalan yang belum merata, akses ke pelabuhan yang jauh, hingga tingginya ongkos logistik yang menurunkan minat investor.

“Saat ini infrastruktur yang ada belum sepenuhnya mendukung investasi yang baik. Jalan kita banyak yang belum layak, pelabuhan jauh dari pusat produksi, sehingga biaya transportasi tinggi,” katanya.

Selain itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) juga turut memengaruhi. Menurutnya, perlu dilakukan pemetaan ulang terhadap tingkat pendidikan dan kompetensi masyarakat Sumbar untuk memastikan kesiapan mereka menghadapi arus investasi. “Tingkat pendidikan masyarakat harus kita lihat lagi. Berapa banyak yang S1 atau S2? Ini berpengaruh terhadap cara berpikir masyarakat terhadap investasi,” katanya.

Ke depan ia berharap pembenahan iklim investasi tidak hanya fokus pada besaran angka investasi yang masuk, tetapi juga pada kualitas dampaknya terhadap masyarakat. Ia menilai, investasi yang baik bukan sekadar menambah nilai ekonomi, tetapi juga memperkuat pemberdayaan masyarakat lokal. “Investasi itu harus berkualitas, sesuai karakter masyarakat kita. Jangan sampai besar di angka tapi kecil dampaknya ke rakyat,” katanya.