PADANG, Hantaran.co — Presiden Joko Widodo menyerahkan Surat Keputusan (SK) pemanfaatan 126 unit hutan sosial seluas 187.297 hektare kepada 107.800 KK, yang tersebar di dua kabupaten/kota di Sumatera Barat.
Kepala Dinas Perhutanan (Dishub) Sumbar, Yozwardi Usama Putra menyebutkan, 126 unit hutan sosial tersebut masing-masing berlokasi di Kelurahan Lumbung Bukik, Kecamatan Pauh, Kota Padang seluas 250 hektare, Kelurahan Limau Manis, Kecamatan Pauh, Kota Padang seluas 300 hektare, dan Nagari Barung-Barung Belantai Selatan, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan seluas 432 hektare.
“Alhamdulillah, dengan mengantongi SK ini, artinya masyarakat telah memiliki legalitas untuk mengelola dan memanfaatkan hutan sosial,” katanya usai menghadiri Penyerahan SK Hutan Adat, Hutan Sosial dan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) oleh Presiden Jokowi secara virtual, di Auditoriun Gubernuran Sumbar, Kamis (7/1).
Yozwardi mengatakan, hutan sosial di Sumbar didominasi oleh hutan lindung, yang pengelolaannya dilakukan melalui pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan.
Untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, masyarakat boleh mengambil hasil-hasil hutan, seperti rotan, gaharu, lebah madu, aren, jengkol, petai, dan tanaman-tanaman lain yang tumbuh di hutan. Di samping itu, masyarakat juga diperbolehkan menanam kembali tanaman-tanaman tersebut untuk kembali dipanen.
Semetara untuk jasa lingkungan, dapat dimanfaatkan melalui program ekowisata. Sumbar, ujarnya, diuntungkan oleh keberadaan SK Hutan Sosial ini, karena spot-spot keindahan Sumbar sebagian besar berlokasi di kawasan hutan lindung. Selain itu, jasa lingkungan juga dapat dimanfaatkan melalui pengelolaan air bersih. Pasalnya air bersih di Sumbar bersumber juga dari hutan-hutan lindung.
Lebih jauh, Yozwardi menjelaskan, perhutanan sosial merupakan salah satu sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara, hutan hak, atau hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.
“Tujuan utama dari program ini jelas, yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme pemberdayaan dan tetap berpedoman pada aspek kelestarian hutan dalam menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat,” katanya.
Ia menuturkan, saat ini ada sebanyak 244 unit hutan sosial dengan total luas 228.658,09 hektare, yang dikelola oleh 161 kelompok. Hutan sosial tersebut terdiri dari hutan nagari/desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan, yang tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota di Sumbar.
Pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanni Adiati menyebutkan, Program Perhutanan Sosial baru dimulai dalam empat tahun terakhir. Artinya, pemerintah belum bisa melakukan evaluasi secara menyeluruh, lanataran program tersebut diproyeksikan sebagai program jangka panjang.
“Untuk evaluasi, paling tidak lima tahun sekali, baru kelihatan hasilnya. Kendati demikian. Dari evaluasi kami secara umum, didapati bahwa kendala utama yang dihadapi masyarakat saat ini adalah kekurangan dana segar untuk memanfaatkan hutan sosial,” katanya.
Oleh sebab itu, pemerintah telah menyiapkan bantuan melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebesar Rp2,7 triliun. Selain itu, juga akan ada tambahan dana dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) melalui Dana Desa serta dari KLHK guna membantu masyarakat dalam memanfaatkan perhutanan sosial.
Ia mengatakan, program ini sendiri merupakan komitmen pemerintah untuk mewujudkan pembangunan dari bawah. “Kalau dulu kan eranya pengusaha besar yang mengelola hutan. Nah, masyarakat yang didorong menjadi kuat dan mandiri melalui Program Perhutanan Sosial ini,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam sambutannya menyampaikan, pemerintah saat ini berkomitmen melakukan redistribusi aset melalui perhutanan sosial dan reformasi agraria. Untuk itu, ia meminta masyarakat untuk benar-benar memanfaatkan lahan tersebut untuk kegiatan-kegiatan yang produktif.
“Jangan sampai lahan tersebut ditelantarkan tanpa dikelola. Apalagi, kalau sampai SK yang telah diterima dipindahtangankan kepada orang lain. Jangan sampai seperti itu,” ujarnya.
(Dani/Hantaran.co)