Harga Sawit Semakin Anjlok, SPI: Tindak Tegas Perusahaan yang Membeli TBS Dibawah Harga Pemerintah

JAKARTA, hantaran.co – Lebih kurang satu bulan setelah Presiden Jokowi mencabut larangan ekspor crude palm oil (CPO), namun harga tandan buah segar (TBS) sawit justru semakin anjlok.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry menyebut, misalnya di Pasaman Barat, Sumatera Barat, harga TBS berkisar pada angka Rp600 per kilogram.

“Ya, kondisi ini sudah sangat luar biasa. Sawit yang jadi komoditas ekspor sepertinya tidak ada harganya sama sekali,” ujar Henry dalam keterangan resminya pada wartawan, Jum’at (24/6/2022).

Menurut Henry, harga TBS sawit yang diterima para petani SPI di wilayah lain juga kompak mengalami tren penurunan yang signifikan.

“Bahkan di Tanjung Jabung Timur, harga TBS mencapai di bawah Rp500 per kilogram kalau aksesnya jauh dari jalan. Ini kan sudah sangat kelewatan. Bahkan, laporan yang kami terima hari ini ada yang sampai Rp300 per kilogram,” tuturnya.

SPI: kondisi ini sudah darurat

Terkait kondisi tersebut, Henry pun mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan responsif dan solutif.

“Ini sudah darurat. Petani sawit sudah menjerit, sudah pada titik nadir, harga TBS jauh di bawah harga impasnya, ini artinya petani sudah sangat merugi, keterlaluan,” ucapnya.

Menurut Henry, terjun bebasnya harga TBS ini karena Indonesia dibawah cengkraman korporasi global sawit.

“Hal ini sudah mendesak agar kita membangun sistem persawitan di Indonesia yang tidak tergantung dari pasar internasional yang dikuasai oleh korporasi-korporasi global. Hajat hidup petani, orang banyak, dikuasai oleh cukong-cukong transnasional perseorangan yang pemerintah kita pun hampir tidak berdaya melawannya,” katanya.

Penggunaan BPDKS untuk atasi masa krisis petani sawit

SPI meminta pemerintah melalui penegak hukum agar menindak tegas perusahaan sawit yang membeli TBS di bawah harga pemerintah.

“Jadi, kalau ada pabrik kelapa sawit (PKS) yang membeli TBS petani dengan harga rendah harus ditindak. Bukan tidak memungkin agar PKS tersebut ditutup, lalu diambil alih oleh pemerintah. Sebab, ini levelnya sudah level krisis. Jika perlu, izin ekspor perusahaannya dicabut juga. Dana segar yang ada di di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bisa dialokasikan untuk atasi masa krisis ini, bukan hanya memanjakan korporasi,” ujarnya menegaskan.

“Selanjutnya bangun pabrik-pabrik mini kelapa sawit di tingkat lokal, termasuk pabrik minyak goreng dan minyak makan merah, kemudian pengelolaannya berikan kepada petani melalui koperasi. Kalau memang serius ini bisa segera dikerjakan pemerintah,” ucapnya menambahkan.

hantaran/rel

Exit mobile version