PADANG, hantaran.co — Belum adanya standarisasi yang jelas membuat pengawasan pemilihan umum (pemilu) di tingkat daerah belum berjalan maksimal. Lebih-lebih lantaran belum adanya pemahaman yang sama antara pengawas pemilu di tingkat provinsi dengan kabupaten/kota maupun dengan kecamatan dan kelurahan.
Hal ini disampaikan Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah, saat acara Malam Penghargaan Video Tutorial Video Penyelesaian Sengketa Tahun 2021di The ZHM Premiere Hotel Padang, Senin (15/11/2021) malam.
“Berdasarkan pengalaman saya pada beberapa kali pelaksanaan pemilu, pemahaman pengawas pemilu antara provinsi dan kabupaten/kota apalagi tingkat kelurahan atau nagari itu masih belum sama. Belum ada standar yang jelas. Ada daerah yang sangat ketat pengawasannya bahkan kadang berlebihan. Tapi ada daerah yang longgar dalam pengawasan. Ini sesungguhnya juga memiliki potensi menyulut sengketa,” katanya.
Ia berpendapat, karena aturan pemilu pada dasarnya sama dari pusat hingga daerah, seharusnya pemahaman dan penerapannya juga sama. Namun faktanya, masih belum sesuai harapan tersebut.
Oleh karena itu, ia mengapresiasi video tutorial itu lantaran akan bisa menjadi rujukan bagi pengawas dan peserta pemilu, sehingga tercipta standar yang jelas dalam setiap proses dan tahapan yang dijalani selama pemilu berlangsung.
Bahkan ia berharap lomba itu tidak hanya terbatas bagi bawaslu kabupaten dan kota, melainkan juga diperluas lagi dalam upaya memberikan pemahaman yang sama terhadap penyelesaian sengketa pemilu bagi semua pihak.
Pada kesempatan yang sama, anggota Bawaslu RI, Rahmad Barja mengatakan, lomba video tutorial itu adalah salah satu upaya meningkatkan kapasitas pengawas pemilu dalam hal penyelesaian sengketa.
Penyelesaian sengketa menurutnya harus bisa menghadirkan proses terbuka dan transparan serta memberikan kepastian hukum. Bagaimanapu, kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa adalah hal yangg sangat fundamental, karena proses itu menentukan nasib peserta pemilu.
Bawaslu harus memastikan tercapainya hak, tidak saja bagi pemilih tetapi juga peserta pemilu, karena hak untuk dipilih adalah hak dasar. Pembatasannya hanya dimungkinkan melalui UU atau putusan pengadilan.
“Ini yang diperjuangkan bawaslu, yaitu mengedepankan hak asasi manusia peserta pemilu agar tetap terjaga sampai yang bersangkutan terpilih atau tidak dipilih. Jangan sampai karena perkara tidak substansial peserta tidak bisa melaju ke pemungutan suara,” katanya.
Ia menyebutkan, terjadinya kesenjangan dalam pengawasan adalah hal penting yang harus segera diselesaikan. Ada daerah yang menjalankan pengawasan sangat normatif, tetapi ada pula daerah yang terlalu fleksibel. Apalagi kalau sampai ada bawaslu di kabupaten dan kota yang membuat normanya sendiri.
“Misalnya, ada bawaslu yang melarang peserta memasang baliho di rumah pribadi. Padahal itu secara aturan boleh karena itu daerah privasi. Inilah perspektif yang perlu diperbaiki,” katanya.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Sumbar, Surya Efitrimen mengatakan, kegiatan itu adalah bagian dari pembinaan Bawaslu Sumbar ke jajaran bawaslu kabupaten dan kota, selain evaluasi pelaksanaan tugas dan kewenangan Pemili 2019 sekaligus persiapan menghadapi Pemilu Serentak 2024.
Ia mengatakan, masyarakat Sumbar ketika ada ketidakpuasan dalam tahapan pemilu cenderung untuk mempergunakan saluran hukum. Oleh sebab itu, perlu diberikan pemahaman tentang sengketa pemilu.
“Bawaslu berusaha memberikan porsi informasi yang adil pada semua peserta pemilu. Dengan video, hal itu bisa tercapai, sehingga peserta pemilu memahami cara melaksanakan haknya ketika tidak puas dalam pelaksanaan tahapan. Video tutorial juga menyajikan bagaimana cara melaporkan sengketa, bagaimana menyajikan bukti dan saksi, dan bagaimana menghadapi proses sengketa,” katanya. (*)
Hamdani/hantaran.co