“Extraordinary” Reformasi Birokrasi Indonesia : Menuju Smart ASN


Oleh : Filka Khairu Pratama S.Sos

Penata Muda III a Perwakilan BKKBN Sumatera Barat


Saat ini, pemerintah sangat gencar mengupayakan modernisasi di sektor birokrasi dalam negeri. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat yang cepat, tepat, melayani dan terkesan “tidak bertele – tele”, seperti yang telah tertanam pada “mindset lama” budaya birokrasi Indonesia. 


Pemerintah sebenarnya telah merumuskan sebuah aturan sebagai salah satu dasar pijakan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia, yaitu Peraturan Presiden  Nomor 80 Tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025. Melalui acuan diatas diharapkan terwujudnya pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi untuk menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat.


Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kmenpan-RB), Prof. Dr. Diah Natalisa, MBA, menjelaskan di tahun 2020 ini sudah saatnya kita beranjak menuju pelayanan publik berkelas dunia, dan harus dimulai dari sekarang. Menurut Diah, dalam mewujudkan birokrasi berkelas dunia diperlukan dua hal mendasar, yakni responsif dan berdaya saing global. Responsif yaitu tersedianya unit pelayanan publik yang disingkat UPP sehingga mampu menjawab kebutuhan sekaligus ekspektasi masyarakat yang terus berubah dan dinamis dari waktu ke waktu. 


Selain itu, dalam sistem birokrasi Indonesia yang berkelas dunia di sektor layanan publik, diharapkan semakin banyak kementrian dan lembaga negara yang mendapat apresiasi masyarakat sekaligus penghargaan di level internasional. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pelayanan Publik KEMENPAN RB saat menjadi narasumber pada Lokakarya Penerapan Standar Pelayanan Publik selama pandemi covid 19 di Lingkup Disdukcapil (13/5/2020).


Baru-baru ini, menyimak Pidato Presiden RI pada Sidang Tahunan MPR RI 14 Agustus 2020 lalu yang menjelaskan, pada tahun 2020 ini dengan kewaspadaan diri pada situasi pandemi Covid 19, telah memaksa kita semua untuk menggeser channel cara kerja menjadi extraordinary di semua sektor kehidupan, termasuk didalamnya reformasi birokrasi pada pelayanan publik, agar kita terus maju walaupun tantangan pandemi Covid 19 dirasa masih ada. Mengubah kebiasaan cara – cara normal menjadi ekstra normal. Mengubah cara yang biasa menjadi luar biasa. Mengubah prosesur panjang dan berbelit menjadi smart short cut (alur kerja ringkas cerdas namun ringkas). Mengubah orientasi prosedur menjadi orientasi hasil.


Untuk membantu mewujudkan hal tersebut, seperti yang dikutip dari situs Menpan.go.id yang memuat tulisan dengan judul “Menuju Smart ASN 2019” oleh mantan Menteri PAN-RB Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, ME menjelaskan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara telah menggariskan penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dijalankan berdasarkan asas profesionalisme, proporsional, akuntabel, serta efektif dan efisien agar terjadi peningkatkan kinerja birokrasi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kinerja birokrasi, namun kita juga tidak menutup mata masih terdapat kekurangan disana-sini. 


Menurut data dari Kompas.com, jumlah PNS di Indonesia per Juni 2019 sebanyak 4.286.918 orang. Menpan.go.id menginformasikan per Agustus 2016, jumlah PNS di Indonesia sebanyak 4.517.126 orang pegawai, yang melayani 252 juta penduduk Indonesia dan dirasakan masih cukup banyak. Rasio perbandingannya 1:79, lebih tinggi bila dibandingkan dengan Singapura yang rasionya 1:66 dan Inggris 1:147.


Tingginya jumlah ASN di Indonesia telah membebani keuangan negara sebesar 707 triliun rupiah, atau 33,8℅ dari total APBN dan APBD, dimana ada ketimpangan antara belanja pegawai dan belanja pembangunan yang tidak seimbang. Data dari The Worldwide Indicators Report Update dalam Menpan.go.id menunjukkan bahwa, nilai rata-rata indeks efektivitas Pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness) tahun 2014 dikategorikan masih rendah dengan nilai indeks -0,01 (peringkat 85) dan menempatkan Indonesia pada kelompok tengah (percentile rank 54,81). Sedangkan di tingkat ASEAN, kita masih kalah dengan Singapura (peringkat 1 dengan +2,19), Malaysia (peringkat 32 dengan +1,14), Thailand (peringkat 62 dengan skor +0,34), Filipina (peringkat 72 dengan skor +0,19). 


Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri mengingat ASEAN Economic Community (MEA) telah dimulai, yang mana dukungan ASN dalam mengawal sekaligus menjalankan pemerintah merupakan salah satu kunci dan poin penting dalam kesuksesan ekonomi serta pembangunan Indonesia.
Sedangkan pada kondisi yang lebih kekinian, Sekretaris Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, Mudzakir saat memuka Webinar Bincang Inspirasi ASN Edisi 5 pada 19 Mei 2020 lalu mengungkapkan, di tahun 2019 Indonesia berada di peringkat 67 dari 125 negara dalam Global Talent Competitiveness Index, dengan nilai 38,61. 


Solusinya, perlu dipersiapkan secara matang generasi Smart ASN yang inovatif, adaptif, sekaligus progresif guna mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Smart ASN diharapkan dapat menjadi digilital talent dan digital leader yang nantinya siap mendukung transformasi birokrasi  digital di era revolusi industri 4.0. Era digital lebih cocok dengan ASN millenial yang akrab dengan teknologi hendaknya selalu haus akan ilmu positif untuj meningkatkan wawasan maupun keterampilan kapanpun dan dimanapun termasuk di situasi pandemi Covid-19 yang menuntut ASN harus bekerja dari rumah (work from home).

Jelas bukan hal yang mudah mengubah mindset dan mereformasi culture ASN yang telah mengakar dan membudaya selama puluhan tahun guna mendobrak situasi diatas. Untuk itu, melalui UU ASN No. 5 Tahun 2014 tentang Manajemen ASN diharapkan tercipta ASN yang berintegritas, profesional, netral, bersih dari praktik korupsi maupun nepotisme. Melihat kondisi tersebut, menurut mantan Menteri PAN-RB Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, ME, perlu kiranya dilakukan penataan ASN melalui langkah-langkah antara lain : Pertama, melakukan pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS yang outputnya diharapkan mencetak PNS yang berkinerja baik. 
Kedua, hasil pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS dapat dijadikan acuan untuk mengambil langkah kebijakan lebih lanjut dalam percepatan penataan PNS, seperti : pengembangan kompetensi dan karir, mutasi/rotasi, sekaligus melakukan evaluasi bagi ASN yang tidak memiliki kualifikasi serta berkinerja baik kurang baik. 


Ketiga, percepatan penataan PNS dapat dilakukan secara progresif dan moderat. Penataan secara progresif artinya dapat dilakukan melalui pensiun dini dengan skema golden shake maupun mekanisme lain yang sesuai aturan. Lebih lanjut, penataan secara moderat dapat dilajukan melalui seleksi yang ketat dengan rasio 2:1, yaitu 2 (dua) orang PNs yang pensiun digantikan dengan penerimaan 1 (satu) orang PNS yang berkualitas. 


Keempat, guna mengantisipasi kekurangan ASN dimasa yang akan datang, sekaligus dalam rangka mempercepat capaian target organisasi dan menekan biaya pegawai khususnya yang pensiun, maka pegawai ASN selain PNS bisa dikombinasikan dengan merekrut sejumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang terkualifikasi dan profesional dengan jenjang jabatan yang dibutuhkan.
Sebagai wujud dan langkah percepatan penataan ASN, implementasi comprehensive assessment guna mengetahui kapasitas sekaligus kompetensi setiap aparatur negara dirasa perlu dilakukan.  Percepatan penataan ASN yang telah didesain pemerintah dilakukan dengan membagi seluruh ASN kedalam empat kuadran berdasarkan jenis kompetensi, kualifikasi dan kinerja, seperti : Kuadran 1, ASN yang memiliki kompetensi dan kualifikasi yang sesuai, sekaligus berkinerja baik. ASN kategori ini dimanapun berada akan dipertahankan dan pantas untuk dipromosikan. Kuadran 2, ASN yang kurang kompeten dan kurang memenuhi kualifikasi, tetapi berkinerja baik. ASN dalam kategori ini akan diupayakan untuk mengikuti pendidikan serta pelatihan pengembangan kualifikasi.


Pada Kuadran 3, ASN yang memiliki kompetensi dan keahlian berupa kualifikasi namun tidak menujukkan kinerja. Menangani ASN seperti ini melakukan rotasi sekaligus mutasi. Kuadran 4, ASN yang tidak memiliki kompetensi, tidak sesuai dengan kualifikasi, sekaligus tidak pula berkinerja. ASN yang bertipe ini bisa diusulkan untuk dievaluasi dan dirasionalisasikan. 
Sebagai wujud solusi konkretnya, untuk menjadikan ASN yang ideal dan kompetetif di era globalisasi sekaligus sebagai salah satu solusi yang “extraordinary” guna menjawab tantangan Presiden Jokowi untuk reformasi birokrasi di Indonesia yang bermuara ke hasil akhir “Smart ASN”, diantaranya : Pertama, perencanaan ASN, bisa dilakukan dengan membuka formasi / kualifikasi ASN yang sesuai dengan arah pembangunan nasional dan juga potensi daerah. 


Kedua, pengadaan ASN yang transparan, objektif dan sesuai prinsip keadilan ( yang memenuhi kriteria sekaligus kualifikasi ) guna mengembalikan kepercayaan masyarakat sekaligus menjaring putra dan putri terbaik bangsa. Ketiga, meningkatkan profesionalisme dengan meningkatkan kompetensi, kualifikasi sekaligus kinerja sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Implementasi ketiga sasaran tersebut secara berkelanjutan diharapkan bisa membantu terwujudnya SMART ASN yang memikiki karakteristik sekaligus wawasan global, menguasai teknologi informasi dan komunikasi, bahasa, didukung dengan kemampuan networking yang tinggi  serta kemampuan multitasking yang proporsional. 


Perencanaan ASN sebenarnya telah dilakukan melalui e-formasi oleh Kementrian PAN-RB tahun 2015 yang didalamnya mencangkup kebutuhan ASN berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja serta jenis formasi jabatan prioritas 2 hingga 3 tahun kedepannya yang sesuai dengan arah pembangunan sekaligus nawa cita.


Pengadaan ASN melalui seleksi berbasiskan IT yang dikenal sebagai Computer Assisted Test (CAT) yang diselenggarakan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi yang mutlak dan wajib ada guna menggenjot kualitas sumber daya manusia aparatur sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk saling sogok menyogok atau back up mem-backup berupa dekingan orang berpangkat maupun berduit. Selanjutnya,  pengembangan profesionalisme ASN bisa diasah dengan bentuk training need assessment (TNA) berupa kegiatan diklat guna mengembangkan kapasitas individu yang diisi dengan kompetensi jabatannya. 


Sebagai penutup, sang mantan Menteri PAN-RB mengungkapkan bahwa pada upaya penataan ASN di semua sektor baik dari perencanaan, pengadaan ASN hingga kepada kegiatan pelayanan masyarakat, diharapkan dapat memunculkan sebuah optimisme baru.  Sebuah upaya sekaligus langkah yang sangat strategis untuk mempercepat mewujudkan aparatur negara yang profesional, berintegritas, juga memiliki budaya melayani guna mewujudkan tata kelola pemerintahan berkelas dunia, sekaligus berdaya saing global. (*)

Exit mobile version